..
Om Swastyastu, Om Awignam Astu Namosidham, Om Anobadrah Kratavo Yantu Wisvatah (Ya Tuhan semoga segala kebajikan datang dari semua arah), Pendengar sedharma yang berbahagia, Angayubagia patut kita haturkan kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa (TYME) karena kita masih masih diberi kesempatan untuk berjumpa pada acara Renungan Agama Hindu yang disiarkan melalui RRI Nabire. Adapun Tema kita malam ini adalah ILMU PENGETAHUAN DAN KEBUDAYAAN”
Pendengar sedharma yang saya cintai,
Weda Sruti kitab suci Agama Hindu itu adalah sabda Tuhan. Dalam sabda Tuhan itu terdapat ajaran Tattwa atau kebenaran dan konsepsi dasar tentang Tuhan dan segala ciptaanya. Dalam ajaran suci Veda itu ada juga diajarkan konsepsi dasar tentang hubungan manusia dengan Tuhannya (Prajapati), hubungan manusia dengan sesama manusia (Praja) dan hubungan manusia dengan alam lingkungannya (Kamadhuk). Sabda Tuhan itu diamalkan dalam kehidupan beragama oleh umat Hindu sesuai dengan batas-batas kemampuanya. Wujud pengamalan ajaran suci Veda inilah muncul sistim religi Hindu sebagai salah satu sistim kebudayaan Hindu. Penerapan ajaran Tattwa Hindu tersebut yang diamalkan di lingkungannya inilah yang memunculkan kebudadyaaan kelestarian alam.
Saudara pendengar umat Sedharma,
Pengamalan Tattwa Hindu itu berdasarkan keberadaan Iksha, Sakti, Desa dan Kala. Sistim Ilmu Pengetahuan adalah salah satu sistim kebudayaan. Ilmu pengetahuan memiliki peranan yang sangat penting dalam memadukan semua sistim kebudayaan.
Pendengar Sedharma,
Kita di Papua dapat berkaca seperti di Bali. Kebudayaan Bali adalah sebagai perwujudan dari pengamalan ajaran Hindu atau yang d sebut Tri Hita Karana. Hal ini mutlak perlu mendudukan sistim Ilmu pengetahuan itu secara tepat dalam strategi kebudayaan Bali. Kebudayaan Bali akan menjadi semakin melemah tanpa memerankan sistim Ilmu dalam strategi pengembangannya. Ilmu Sosial menurut Prof.Dr.Sondang Siagian teorinya universal. Aplikasinya yang kontektual selalu menyesuaikan dengan keberadaan ruang, waktu dan keadaan masyarakatnya. Demikian juga dalam kaitannya dengan kebudayaan Bali sebagai wujud empiris dari ajaran Agama Hindu. Kebudayaan Bali seyogianya dijelaskan dan diaplikasikan sesuai dengan kaidah-kaidah ilmu pengetahuan.
Pendengar sedharma dimanapun anda berada,
Karena itu masyarakat Bali tidak boleh seenaknya dalam mengaplikasikan kebudayaan Hindu di Bali. Karena dalam prosesi upacara keagamaan di Bali telah di jelaskan makna penggunaan pisang dalam upacara Agama Hindu di Bali. Kata pisang dinyatakan berasal dari kata sang sepi. Ada juga yang mengartikan penggunaan sate dalam upacara Agama Hindu berasal dari kata sat dan te. Sat artinya kebenaran dan te artinya teguh. Serta kata Bhuta dalam Bhuta Yadnya diartikan tidak melihat. Kata caru dikatakan berasal dari kata cara yang diartikan suka ngambek. Suatu saat kata cara itu diartikan berbeda-beda. Melasti dinyatakan prosesi penyucian Pratima ada juga yang mengartikan Ngiring Ida Bhatara mesiram.
Pendengar sedharma yang berbahagia,
Padahal dalam Lontar Sunarigama dan Lontar Sang Hyang Aji Swamandala penjelasan tentang Melasti, Taur Kesanga dan Nyepi sudah sangat jelas. Galungan itu oton gumi. Nah Galungan ini sudah semakin sesuai pemahaman masyarakat dengan pengertian Galungan dalam teks Lontar Sunarigama. Di lain sisi kadang kita keliru untuk memahami sistim warna yang berdasarkan Guna Karma bergeser menjadi berdasarkan Wangsa. Dan banyak lagi tradisi pengamalan Agama Hindu yang bertentangan dengan konsep atau Tattwanya dalam Sastra sucinya.
Pendengar sedharma,
Sesungguhnya kegiatan nyata kebudayaan beragama Hindu pada umumnya sudah ada dijelaskan maknanya dalam Lontar atau kitab petunjuknya maupun dalam naskah Susastra Hindu yang tergolong Sastra suci. Apabila semua sumber ilmiah itu buntu atau tidak diketemukan maknanya, boleh kita menyatakan pendapat atau penafsiran kita sendiri secara jujur. Seandainya ada diantara kita menemukan pengertiannya yang benar dalam kitab suci atau kitab sastra maka pengertian itulah yang dijadikan acuan untuk menafsirkannya. Seperti pengertian penggunaan pisang misalnya. Pisang dalam Banten umumnya dijadikan rakan banten. Dalam Lontar Yadnya Prakerti dinyatakan raka-raka pinaka widyadhara-widyadhari”. Dari rumusan inilah pisang sebagai rakan banten dapat kita jelaskan. Demikian juga kata caru dalam kitab Samhita suara artinya cantik atau harmonis. Ini artinya tujuan mecaru untuk mengharmoniskan hubungan manusia dengan alam.
Saudara sedharma di manapun anda berada,
Kata Bhuta dalam Bhuta Yadnya artinya dalam bahasa Sansekerta unsur-unsur alam. Karena itu ada istilah Panca Maha Bhuta yaitu pratiwi, apah, teja, bayu dan akasa. Dalam Lontar Agastia Parwa Bhuta Yadnya itu dirumuskan sbb Bhuta Yadnya ngaran taur muang kapujan ring tuwuh”. Artinya Bhuta Yadnya namanya mengembalikan dan melestarikan tumbuh-tumbuhan.
Pendengar sedharma,
Dalam Bhagawad Gita III.14 dinyatakan “tumbuh-tumbuhan itu sumber makanan hewan dan manusia”. Jadinya Upacara Bhuta Yadnya itu sebagai simbol sakral dalam wujud ritual untuk membangkitkan spiritualitas memotivasi manusia bertujuan untuk mensejahtrakan alam lingkungan, baik Sekala maupun Niskala. Jadinya berbagai simbol Hindu itu hendaknya dijelaskan secara ilmu pengetahuan (Sastratah). Untuk mensukseskan terwujudnya nilai-nilai simbol Hindu mengantarkan kita semua untuk menguatkan kehidupan individual, sosial dan naturalnya. Karena nilai-nilai dalam kemasan simbol kebudayaan Hindu tidak lain dari inti sari Veda. Karena sering tidak dijelaskan berdasarkan sistim Ilmu Pengetahuan maka banyak yang menyimpang
Saudara sedharma yang saya cintai,
Demikian yang dapat saya sampaikan tentang peran ilmu pengetahuan dalam menjelaskan sebuah kebudayaan dan semoga apa saya sampaikan ini dapat memberi manfaat bagi kita semua. dan selamat menyambut DIRGAHAYU RI ke-70 semoga Bangsa dan Negara Indonesia tetap Jaya. Akhir kata;
Om Loka Samastha sukhino bhawantu”
Ya Tuhan semoga seluruh isi alam berbahagia”
OM SANTIH, SANTIH, SANTIH OM .
....................................................................
Tidak ada komentar:
Posting Komentar