Rabu, 02 Agustus 2017

PERAN AGAMA SEBAGAI PEMERSATU

..
Om Swastyastu, Om Awignam Astu Namasidham, Om Anobadrah Kratavo Yantu Wisvatah (ya Tuhan semoga pikiran yang baik datang dari segala arah), Pendengar sedharma yang berbahagia, puja dan puji syukur kita haturkan kehadapan Sang Hyang Widhi Wasa (TYME), karena kita dapat berjumpa dalam acara Renungan Agama Hindu yang disiarkan melalui RRI Nabire. Adapun Tema kita malam ini adalah “PERAN AGAMA SEBAGAI PEMERSATU”.

Pendengar Umat Sedharma yang berbahagia,
Agama dalam kaitannya dengan masyarakat mempunyai dampak. Dampak positif adalah berupa daya penyatu, dan dampak negatif, yaitu berupa daya pemecah. Agama mempunyai sistem kepercayaan dimulai dengan penciptaan pandangan dunia baru yang di dalamnya adalah sebuah konsepsi lama dan pelembagaannya bisa kehilangan dasar adanya apabila tanpa adanya pondasi akan pemahaman agama.

Pendengar Umat Sedharma yang saya cintai,
Perpecahan timbul, manakala timbul penolakan terhadap pandangan hidup lama atau yang berbeda dengan agama. Perpecahan itu timbul karena disebabkan oleh klaim agama akan kemutlakkan agama dan saling diekspresikan dalam bentuk  bentuk yang keras dan tanpa kompromi. Dalam kajian ilmu sosial, tentang daya pemecahan agama ini berkaitan dengan konflik SARA (Suku, Agama, Ras, Antar golongan). Artinya menyejajarkan persoalan agama dengan suku, ras dan golongan politik tertentu, atau hal yang rawan peka dan tabu untuk dibicarakan, tetapi dibalik semua, demi kajian ilmiah dan kepentingan untuk masa depan, akronim itu tidak perlu ada. Kajian ilmiah pun mengalami kesulitan dalam menghadapi para pemeluk teguh. Apabila agama dijadikan obyek kajian ilmiah, ide dan logika internnya sendiri.

Pendengar Umat Sedharma dimanapun anda berada,
Terdapat dari relevan atau tidaknya pada masa sekarang, hasil penelitian Geetz dalam the Religion of Java (1960) masyarakat jawa secara realistis terpilah menjadi tiga antara lain menjadi abangan, santri, dan priyayi. Meskipun banyak kritik bahwa golongan tersebut pada satu sistem klasifikasi yang sama, tetapi pemilihan abangan dan santri dapat merupakan cerminan strukturisasi masyarakat agama di jawa atas dasar ketaatan menjalankan ibadah agama, yang sumbernya dari menemukan atau tidaknya bentuk avtentik dalam peribadatan.

Pendengar Umat Sedharma yang berbahagia,
Mengenai agama dan stratifikasi sosial, pengertiannya terletak pada kecenderungan keagamaan masing  masing kelas atau lapisan masyarakat. Konflik dalam lapisan sosial ada, tetapi biasanya ada pindahan konflik tingkat ekonomi atau politik. Agama dan integrasi terwujud dalam ajaran tidak dibenarkan memaksakan keyakinan dan kepercayaannya kepada orang lain, yang berbeda keyakinan. Mekanisme sosial lain, selain dari sumber ajaran agama itu sendiri, ialah integrasi sosial didukung oleh adanya perasaan kebudayaan satu, seperti peringatan hari besar. Dari segi pola keagamaan biasanya tidak terwujud secara langsung dalam bentuk sosial secara murni dan sederhana, tetapi banyak likunya, ada janji  janji kepada kelas tetangga, dan sebagainya cenderung sumbang, timbul individu dan kelompok tipe campuran.

Pendengar Umat Sedharma yang saya cintai,
Oleh karena itu keberadaan agama tetap harus dilihat peranan positifnya dalam membangun masyarakat, sebab agama dihadirkan kepada umat manusia untuk petunjuk, dan kalau konflik itu ada, maka kita jadikan rahmat bagi penganutnya. Sehingga dengan agama kita semua dapat tercerah dan tidak melakukan perkelahian atau pertentangan masalah agama atau bahkan malasah lainnya. Karena agama hakekatnya adalah untuk menenangkan perasaan dan keyakinan secara individual atau prifasi.

Pendengar Umat Sedharma yang berbahagia
Di lain sisi, agama sebagai media kepercayaan kita atas keberadaan Tuhan YME, agama juga dapat berfungsi sebagai media pendidikan karakter, pendidikan susila serta pendidikan nilai dan norma-norma yang berlaku di Indonesia atau papua pada khususnya. Oleh karena itu kita sebagai manusia beragama, dan terutama Umat sedharma marilah kita menjujung tinggi nilai-nilai serta norma-norma agama sebagai pedoman hidup kita sehari-hari.
Pendengar umat sedharma dimanapun anda berada,
Kita beragama bukanlah sebuah paksaan untuk memeluk salah satu agama. Melainkan dalam undang-undang dasar 1945 telah di tetapkan seluruh rakyat Indonesia bebas untuk memeluk agama dan keyakinannya masing-masing serta beribadah sesuai keyakinannya masing masing. Hal ini membuktikan bahwa sebenarnya kitak ada alasan untuk kita bertikai antar agama, atau bahkan antar golongan, karena satu dan lain hal.

Pendengar sedharma,
Dalam bagawad gita pun telah tertera sloka yang menjelaskan bahwa apapun yang engkai persembahkan kepadaku dengan tulus dan ikhlas maka akan Aku terima. Arti sloka ini menjelaskan bahwa apapun yang kita persembahkan kepada Tuhan (Ida Sang Hyang Widhi) maka akan Beliau terima.

Pendengar umat sedharma yang berbahagia,
Beberapa hal di atas membuktikan bahwa keberadaan agama bukanlah sebagai memperkuat iman dan keyakinan kita. Melainkan agama merupakan alat pemersatu, media sosialisasi, serta wahana pendidikan untuk semua golongan dan kalangan, agar kita sebagai manusia yang tidak dapat hidup sendiri dapat memperkuat tali silaturahmi kita sebagai mahluk ciptaan Tuhan.

Pendengar umat sedharma yang saya cintai,
Demikianlah yang dapat saya sampaikan pada kesempatan yang baik ini, semoga apa yang saya sampaikan bermanfaat untuk kita semua demi kelangsungan manusia di Bumi ini. Akhir kata:
Om Loka samastha sukhino bhawantu”
Ya Tuhan Semoga seluruh isi alam berbahagia”
OM SANTIH, SANTIH, SANTIH OM .

TIGA SIFAT MANUSIA

..
Om Swastyastu, Om Awignam Astu Namasidham, Om Anobadrah Kratavo Yantu Wisvatah (Ya Tuhan semoga pikiran yang baik datang dari segala arah), Pendengar sedharma yang berbahagia, puja dan puji syukur kita haturkan kehadapan Sang Hyang Widhi Wasa (TYME), karena kita dapat berjumpa dalam acara Santapan Rohani Agama Hindu yang disiarkan melalui RRI Nabire. Adapun Tema kita pagi ini adalah tentang TIGA SIFAT MANUSIA”

Pendengar Umat Sedharma yang Saya Cintai,
Dunia ini tidak mungkin dihuni oleh orang baik-baik saja. Bagaimanapun caranya mengurusi atau membina kehidupan manusia itu. Dunia ini sudah dapat dipastikan menurut keyakinan Hindu akan dihuni oleh bermacam-macam type manusia. Ada yang baik, ada yang buruk. Ada yang salah dan ada yang benar. Ada yang pintar dan ada yang bodoh dst. Itu semuanya menjadi sumber dinamika kehidupan isi dunia ini. Menurut keyakinan Hindu dunia ini ibarat lembaga pendidikan. Dunia ini sebagai tempat untuk belajar dan berlatih agar memproleh kesempatan untuk meningkatkan diri hidup bahagia di dunia Sekala terus menuju alam yang kekal di Niskala.

Pendengar sedharma,
Dalam pustaka Tattwa Jnyana 10 dinyatakan bahwa : Bila Guna Sattwam bertemu dengan Guna Rajah maka alam pikiran yang disebut Citta akan bercahaya. Hal inilah yang akan membawa Atman mencapai Sorga. Guna Sattwam menyebabkan orang berniat baik. Guna Rajah menyebabkan orang berbuat baik. Sebaliknya kalau Guna Sattwam bertemu Guna Rajah dan Tamah maka terang bercahaya juga alam pikiran itu, tetapi hal itulah yang menyebabkan manusia menjelma menjadi manusia di dunia. Ini artinya dalam diri manusia akan ada selalu tiga sifat dasar yang membangun kharakternya. yaitu Sattwam, Rajah dan Tamah. Kalau Guna Sattwam dan Rajah yang menguasai pembangunan kharakter seseorang, maka orang itu secara umum adalah orang baik dan prilakunya ada pada jalur Dharma. Kalau Guna Rajah dan Tamah yang menguasi kharakter seseorang, maka orang tersebut secara umum tidak baik dan prilakunya ada pada jalur Adharma (keburukan).

Pendengar Umat Sedharma yang berbahagia,
Komposisi dan posisi Tri Guna itulah yang menentukan kharakter seseorang. Apakah orang tersebut orang yang Satvika, Rajasika atau orang yang Tamasika. Sangat tergantung pada Guna yang mendominasi alam pikirannya. Orang akan menjadi Satvika Janma kalau alam pikiranya (citta) di dominasi oleh Guna Satvam. Kalau Guna Rajah yang mendominasi alam pikiran itu maka orang tersebut akan tampil menjadi Rajasika Janma. Demikian seterusnya. Dunia ini akan selalu dihuni oleh tiga jenis manusia. Dari penjelasan Pustaka Tattwa Jnyana 10 tersebut maka dapat diyakini bahwa manusia penghuni dunia ini terdiri dari manusia-manusia yang sifatnya dibentuk oleh tiga dasar pembentuk sifat yang disebut Tri Guna itu. Ada manusia yang Satvika ada manusia yang Rajasika dan ada jenis manusia yang  berkharakter Tamasika.

Pendengar Umat Sedharma yang Berbahagia,
Ciri-ciri kharakter manusia yang dikuasai oleh Sattwam, Rajah maupun Guna Tamah diuraikan dengan sangat gamblang dalam Tattwa Jnyana 16. Oleh karena itu Janganlah pernah mengharap dunia ini hanya dihuni oleh manusia yang Satvika saja.

Pendengar Sedharma,
Selanjutnya bagaimana menyikapi keberadaan isi dunia ini. Salah satu kesulitan dalam menyikapi hal ini adalah dalam menentukan diri sendiri. Apakah kita ini tergolong manusia Satvika, Rajasika atau Tamasika. Dapatkah kita mengklaim diri sebagai manausia yang Satvika karena merasa sudah banyak kebaikan serta telah banyak menyumbang kepada orang-orang tidak mampu atau telah banyak menyumbang ke tempat-tempat suci, atau sudah banyak membaca buku agama atau buku tentang spiritual? Atau karena sudah mampu banyak bicara tentang kemuliaan teks-teks kitab suci yang memang suci itu.

Pendengar Umat Sedharma dimanapun berada,
Kalau hanya dengan itu kita sudah mengklaim diri sebagai manusia yang Satvika, itulah salah satu ciri orang yang egois eksclusif. Banyak orang yang demikian mudah menuduh pihak lain sebagai manusia Rajasik atau Tamasik (orang jahat). Misalnya ada orang karena mampu menempuh hidup vegetarian/ahimsa (tidak membunuh) terus dengan gampang menuduh orang yang tidak vegetarian sebagai orang yang bersifat keraksasaan. Hidup vegetarian baru perjuangan awal membangun diri menjadi manusia yang Satvika. Kalau tidak disikapi dengan sikap mengarah pada perbaikan diri secara total, maka tidak ada bedanya dengan sapi jantan yang vegetarian juga. Sapi yang vegetarian tetapi tetap galak karena tidak memahami apa hakekat hidup vegetarian itu. Vegetarian itu harus dilanjutkan dengan mengarahkan sikap hidup yang membangun Dewi Sampad atau kecendrungan Kedewaan dalam diri. Membangun sikap Dewi Sampad itu juga banyak godaan yang harus diatasi. Kalau sudah berhasil mengatasi godaan itu, barulah perjuangan  hidup vegetarian itu membawa manusia menjadi Satvika.

Pendengar sedharma,
Vegetarian itu harus meliputi pikiran, pekataan dan prilaku. Demikian pula ada yang merasa dirinya sudah demikian luhur dan suci karena sudah mengikuti suatu perkumpulan kerohanian. Orang yang tidak ikut dalam perkumpulan kerohanian seperti itu terus dianggap orang yang Rajasika atau Tamasika. Sikap seperti itu sebagai orang yang mabuk rohani. Oleh karena itu hendaknya kita Janganlah suka menyanjung diri kita sendiri, biarlah orang lain yang menilai. Bagi kita yang menempuh hidup kerohanian yang lebih serius sebaiknya tidak usah tengok kiri kanan. Hal itu justru akan menimbulkan vibrasi negatif pada diri sendiri dan lingkungan. Kalau masih terusik oleh mereka yang dianggap Rajasik dan Tamasik, itulah ciri bahwa kita masih dalam kondisi Rajasik dan Tamasik. Oleh karena itu mari Kembangkan vibrasi Satvika itu dengan Prema (kasih) sehingga orang menjadi tertarik pada kehidupan yang kita tempuh dan Jangan dengan kebencian atau kemarahan.

Pendengar Umat Sedharma yang Saya cintai
Demikian yang dapat saya sampaikan tentang tiga sifat yang tertanam dalam diri manusia, dan kiranya ini bermanfaat bagi kita semua untuk memahami siapa sebenarnya kita. Dan semoga Sang hyang Widhi senantiasa melindungi dan menganugrahkan kesehatan bagi kita semua.
“Om Lokasamasta sukhino bhawantu.
Ya Tuhan Semoga seluruh isi alam berbahagia”
OM SANTIH, SANTIH, SANTIH OM .
..

KEBUDAYAAN ADALAH WARISAN

..
OM SWASTYASTU, Om Avighnam Astu Namo Sidham, Om anobadrah kratavo yantu visvatah (Ya Tuhan Semoga Pikiran Yang Baik Datang Dari Segala Arah), Pendengar Sedharma yang berbahagia Puja dan puji syukur patut kita haturkan kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa (TYME), karena atas segala Asung Kerta Wara Nugraha-Nya kita masih diberikan kesehatan dan kesempatan untuk berjumpa dalam acara Renungan Agama Hindu yang di siarkan melalui RRI Nabire. Adapun tema kita malam ini adalah “KEBUDAYAAN ADALAH WARISAN”.
Pendengar Sedharma Yang Saya Cintai,
Kebudayaan memiliki arti penting bagi suatu bangsa. Kebudayaan merupakan jati diri nasional atau sarana pemersatu. kebudayaan dinilai berperan jika memiliki hasil budaya yang khas. Hasil budaya bukan hanya milik suatu bangsa, tapi sudah dianggap milik bersama, yakni masyarakat dunia. Lihat saja, bagaimana masyarakat dunia mengecam agresi AS ke Irak karena mereka merusakkan, menghancurkan, dan menghilangkan sisa-sisa kebudayaan kuno yang dihasilkan nenek moyang bangsa Irak. Jadi pada prinsipnya hasil budaya suatu bangsa dapat dikelompokkan menjadi dua bagian besar, yakni yang dapat diraba dan tidak dapat diraba. Hasil budaya yang dapat diraba, misalnya candi, istana, dan berbagai benda yang mempunyai wujud fisik. Hasil budaya yang tidak dapat diraba teramati oleh penglihatan. Seni pertunjukan dan adat-istiadat suatu suku bangsa adalah sebagian dari hasil budaya yang tidak teraba itu.
Saudara Pendengar Umat dharma,
Banyak hasil budaya suatu bangsa dikagumi bangsanya sendiri dan juga oleh bangsa lain. Bangsa Mesir, misalnya, meninggalkan piramida. Salah satu piramida Cheops, dibangun sekitar 4.600 tahun yang lalu. Bangunan ini terdiri atas 2,5 juta balok batu dan masing-masing balok beratnya mencapai 2,5 ton. Bangsa Cina meninggalkan Tembok Besar yang panjangnya berkilo-kilo meter. Hebatnya, peninggalan budaya ini bisa dilihat dari bulan. Begitu juga Bangsa Indonesia meninggalkan Candi Borobudur. Dalam pembuatannya candi ini menghabiskan sekitar 55.000 meter kubik batu andesit. Satu batunya mencapai berat puluhan hingga ratusan kilogram. Banyak hasil budaya bangsa Indonesia lainnya yang sampai kini masih tetap dilestarikan. Salah satunya dalam bentuk peninggalan arkeologi. Peninggalan arkeologi termasuk warisan budaya hasil proses sejarah bangsa sepanjang masa. Di Indonesia salah satu fungsi warisan budaya dikaitkan dengan kegiatan kepariwisataan.
Pendengar sedharma,
Hal ini berkaitan dengan sasaran pariwisata dalam pembangunan nasional yang terdiri atas lima butir. Pertama, mengembangkan dan mendayagunakan sumber serta potensi pariwisataan nasional menjadi kegiatan ekonomi yang dapat diandalkan untuk memperbesar penerimaan devisa. Kedua, memperluas dan meratakan kesempatan berusaha dan lapangan kerja, terutama bagi masyarakat setempat, mendorong pembangunan daerah serta memperkenalkan alam, nilai, dan budaya bangsa. Ketiga, pariwisata dalam negeri diarahkan untuk memupuk rasa cinta tanah air dan bangsa serta menanamkan jiwa semangat dan nilai-nilai luhur bangsa dalam rangka lebih memperkokoh persatuan dan kesatuan nasional. Keempat, usaha pembinaan dan pengembangan kepariwisataan dalam negeri ditujukan pula untuk meningkatkan kualitas kebudayaan bangsa, memperkenalkan kekayaan serta keindahan alam termasuk alam bahari di tanah Papua. dan Kelima, dalam rangka pembangunan kepariwisataan kita perlu meningkatkan langkah-langkah yang terarah dan terpadu dalam pengembangan objek-objek wisata serta kegiatan promosi dan pemasarannya baik di dalam negeri maupun di luar negeri.
Pendengar Sedharma yang saya banggakan,
Sejak lama banyak peninggalan bangsa Indonesia dikagumi wisatawan asing. Museum Nasional yang sarat dengan benda-benda arkeologi adikarya selalu menjadi tujuan utama wisatawan mancanegara yang berkunjung ke Indonesia. Contoh kecil Candi Borobudur yang penuh misteri selalu mengundang kekaguman wisatawan yang mengunjunginya. Kekayaan seni budaya berikut aspek sejarahnya selalu menjadi daya tarik utama bagi wisatawan mancanegara.
Pendengar sedharma yang saya cintai,
Banyaknya kunjungan wisatawan ke berbagai warisan budaya, menjadikan budaya kita lebih berarti. Apalagi kini bidang kebudayaan dan pariwisata berada dalam satu induk, sehingga penanganannya lebih mudah. Namun banyak masalah masih belum tertangani dengan baik. Sebenarnya banyak warisan budaya yang berpotensi besar untuk menjaring wisatawan. Sayangnya masih urung dipugar dan terbengkalai terus hingga kini.
Pendengar sedharma yang berbahagia,
Jika dibandingkan dengan sesama negara berkembang, kebudayaan Indonesia boleh dibilang sejajar dengan kebudayaan Mesir, Cina, dan India. Namun ketiga negara itu sudah lebih maju dalam menangani pariwisata budaya. Manajemen mereka sudah lebih baik daripada Indonesia. Bahkan anggaran yang mereka keluarkan jauh lebih besar daripada anggaran kita di sini. Salah satu negara yang paling banyak menyedot wisatawan mancanegara berkat peninggalan budayanya adalah Yunani. Dalam setahun Yunani didatangi 12 juta wisatawan mancanegara untuk menyaksikan peninggalan nenek moyang mereka yang terkenal kesohorannya itu.
Pendengar sedharma,
Jumlah ini jauh lebih banyak daripada jumlah penduduk Yunani. Yunani bisa maju karena manajemennya sudah profesional. Sumber daya manusianyapun benar-benar berkualitas tinggi. Penanganannya tidak asal jalan, tetapi mempunyai prospek ke depan. Selama ini kita juga tahu Spanyol selalu mengandaikan matador untuk menarik perhatian wisatawan dunia. Mereka mampu mendatangkan sekitar 20 juta wisatawan pertahun. Sungguh menakjubkan. Bukan tidak mungkin Indonesia memanfaatkan warisan budaya untuk konsumsi para wisatawan. Itu pun harus hati-hati, jangan sampai tergusur oleh Vietnam dan Kamboja, yang warisannya mirip dengan Indonesia.
Pendengar sedharma yang saya hormati,
Sebenarnya kebudayaan adalah suatu hasil karya masyarakat setempat yang melewati proses panjang. Proses panjang inilah yang sebenarnya kita perhatikan, Peninggalan tidak mungkin ada tanpa kedamaian, ketentraman, keramah-tamahan serta kebahagiaan. Itulah syarat agar terwujud kebudayaan, baik kebudayaan fisik maupun nonfisik. Oleh karena itu kita terutama masyarakat yang menepat di Papua dan khususnya di Nabire dapat membuka sebuah pariwisata, baik sekala lokal, domestik maupun mancanegara. Tetapi apakah kita mampu memenuhi syarat-syaratnya???itulah yang patut kita renungkan.   
Pendengar Sedharma yang saya Cintai,
Itulah makna daripada sebuah warisan, dan semoga dari sebuah warisan dapat merukunkan kita dari berbagai perbedaan. Demikian yang dapat saya sampaikan semoga dapat bermanfaat bagi kita semua demi kedamaian semua bangsa. Akhir kata; Om Loka Samasta Sukhino Bhawantu”
Ya Tuhan Semoga seluruh isi alam berbahagia”
OM SANTIH SANTIH  SANTIH  OM
..

TINDAKAN SEDERHANA PENUH MAKNA

..
Om Swastyastu, Om Awignam Astu Namasidham, Om Anobadrah Kratavo Yantu Wisvatah (ya Tuhan semoga pikiran yang baik datang dari segala arah), Pendengar sedharma yang berbahagia, puja dan puji syukur kita haturkan kehadapan Sang Hyang Widhi Wasa (TYME), karena kita dapat berjumpa dalam acara Santapan Rohani Agama Hindu yang disiarkan melalui RRI Nabire. Adapun Tema kita pagi ini adalah TINDAKAN SEDERHANA PENUH MAKNA”.

Pendengar umat Sedharma yang berbahagia,
Ada seorang tokoh mengatakan:
Saya ingin menjadi orang yang saya inginkan,
Namun tidak pernah saya wujudkan
Dalam salah satu karya pemikir kepemimpinan, penemuan diri dan perubahan pribadi dunia, adalah Sesuatu yang penting, namun terlihat sederhana menyentakkan kesadaran. Sesuatu yang mengingatkan kita untuk merenungkan hidup yang singkat dan apa yang telah kita lakukan untuk membuatnya menjadi berarti.

Pendengar Umat Sedharma yang Saya Cintai,
Mengingat kematian yang datang demikian tiba  tiba, tidak ada salahnya saat sehat kita bertanya kepada diri, kira  kira siapa saja yang akan menangis saat kita pergi? Siapa saja yang telah kita sentuh hidupnya saat kita masih punya kesempatan untuk hidup? Serta warisan apa saja yang bisa kita tinggalkan setelah kita menghembuskan nafas terakhir? Sebelum semua berakhir dan kita tidak memiliki apa  apa selain sebuah hati yang dipenuhi penyesalan atas hidup yang serba setengah  setengah, tidak ada waktu yang tepat kecuali saat ini untuk kita memulai memperbaiki sisi  sisi diri yang tak patut diwariskan, jika hari akhir itu tiba. Berikut beberapa hal penting, sederhana dan menggugah kesadaran kita untuk merenungkan kembali substansi hidup yang kita jalani ini.

Pendengar Sedharma,
Marilah berbuat baik satu sama lain”. Sering kali kita percaya bahwa untuk menjalani kehidupan yang memuaskan, kita harus melakukan tindakan besar atau prestasi yang maha hebat. Pikiran itu jauh dari kebenaran. Karena hidup yang penuh makna diperoleh dari serangkaian tindakan sehari  hari yang sederhana. Tindakan kecil yang sopan, baik dan dilakukan dengan penuh ketulusan.

Pendengar sedharma dimanapun anda berada,
Setiap orang yang kita temui dan memasuki kehidupan kita, pasti memiliki satu pelajaran atau kisah untuk melengkapi kehidupan kita. Dan pada setiap kesempatan tersebut pula, kita memiliki satu kesempatan untuk menunjukkan belas kasih, interaksi yang menunjukkan sisi kemanusiaan kita. Jika dalam suatu interaksi tersebut kita bisa membahagiakan dan membuat orang terobati dengan kehadiran kita, mencerahkan suasana dan membuat orang tersenyum, tentulah suatu hari yang bermanfaat.

Pendengar Sedharma,
Satu kebaikan kecil, setiap hari dalam setiap interaksi walaupun terlihat sangat sederhana, bukan tidak mungkin akan membuat kita dikenang oleh banyak orang yang merasakan betapa berbedanya hari tanpa kita didalamnya. Orang bijak juga mengajarkan bahwa, benang merah dari kehidupan yang penuh makna dan sukses adalah disiplin diri. Tanpa disiplin diri, kita tidak dapat menentukan tujuan dengan jelas, mengatur waktu dengan efektif, memperlakukan orang dengan baik, melalui saat  saat sulit, memperhatikan kesehatan atau memikirkan hal  hal positif lainnya.

Pendengar Umat Sedharma yang berbahagia,
Disiplin diri juga dikenal dengan cinta yang teguh, karena tegas kepada diri sendiri sebenarnya adalah gerakan mencintai. Dengan tegas kepada diri sendiri kita akan menjalani hidup lebih berhati  hati. Semakin tegas kita pada diri sendiri, semakin mudah kita menjalani hidup. Jangan lupa bahwa kualitas hidup kita ditentukan oleh kualitas pilihan dan keputusan kita. Jika kita konsisten untuk mengambil keputusan  keputusan yang kita yakini benar (bukan hanya mudah), saat itulah kita mampu mengendalikan hidup kita.

Pendengar Sedharma,
Orang yang efektif dan merasa puas, tidak akan menghabiskan waktu melakukan hal  hal yang paling nyaman dan mudah. Mereka memiliki keberanian untuk mendengarkan hati dan melakukan hal  hal yang bijaksana. Orang yang sukses memiliki kebiasaan melakukan hal  hal yang tidak disukai oleh orang yang gagal. Penulis Inggris dari abad ke  19, Thomas Hendry Huxley juga meninggalkan mutiara pemikiran yang tetap relevan untuk kita terapkan hari ini, ”Mungkin hasil yang paling berharga dari semua pendidikan adalah kemampuan membuat diri sendiri untuk melakukan hal  hal yang hal itu dilakukan ketika harus dilakukan, tidak peduli kita senang atau tidak senang melakukannya.

Pendengar Umat Sedharma yang Saya Cintai
Dari penjelasan tadi, kita sebagai umat yang beragama dan bertaqwa, serta manusia yang bertuhan, mari kita berbuat entah baik untuk kita atau tidak, tetapi yang terpenting adalah yang terbaik untuk bangsa dan Negara kita. Karena kita tidak ada artinya apabila kemerdekaan Indonesia tidak di perjuangan oleh pejuang-pejuang kita.

Pendengar Sedharma,
Saya mengutip pidato presiden kita pertama mengatakan musuhku lebih mudah, karena hanya berperang mengusir penjajah, tetapi musuhmu akan susah, karena kamu berperang dengan saudaramu sendiri. Oleh karena itu marilah kita bersama-sama memperbaiki sifat dan karekter kita yang akan menghancurkan Negara kita sendiri.

Pendengar Sedharma dimanapun anda berada,
Demikianlah yang dapat saya sampaikan. Dan semoga ini semua dapat memberi manfaat untuk kita dan Negara kita, dan semoga Ida Sang Hyang Widi Wasa menganugrahkan kerahayuan untuk kita semua. dan selamat menyambut DIRGAHAYU RI ke-70 semoga Bangsa dan Negara Indonesia tetap Jaya.. Akhir kata;
“Om Lokasamasta sukhino bhawantu.
Ya Tuhan Semoga seluruh isi alam berbahagia”
OM SANTIH, SANTIH, SANTIH OM .
..

ILMU PENGETAHUAN DAN KEBUDAYAAN

..
Om Swastyastu, Om Awignam Astu Namosidham, Om Anobadrah Kratavo Yantu Wisvatah (Ya Tuhan semoga segala kebajikan datang dari semua arah), Pendengar sedharma yang berbahagia, Angayubagia patut kita haturkan kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa (TYME) karena kita masih masih diberi kesempatan untuk berjumpa pada acara Renungan Agama Hindu yang disiarkan melalui RRI Nabire. Adapun Tema kita malam ini adalah ILMU PENGETAHUAN DAN KEBUDAYAAN”

Pendengar sedharma yang saya cintai,
Weda Sruti kitab suci Agama Hindu itu adalah sabda Tuhan. Dalam sabda Tuhan itu terdapat ajaran Tattwa atau kebenaran dan konsepsi dasar tentang Tuhan dan segala ciptaanya. Dalam ajaran suci Veda itu ada juga diajarkan konsepsi dasar tentang hubungan manusia dengan Tuhannya (Prajapati), hubungan manusia dengan sesama manusia (Praja) dan hubungan manusia dengan alam lingkungannya (Kamadhuk). Sabda Tuhan itu diamalkan dalam kehidupan beragama oleh umat Hindu sesuai dengan batas-batas kemampuanya. Wujud pengamalan ajaran suci Veda inilah muncul sistim religi Hindu sebagai salah satu sistim kebudayaan Hindu. Penerapan ajaran Tattwa Hindu tersebut yang diamalkan di lingkungannya inilah yang memunculkan kebudadyaaan kelestarian alam.

Saudara pendengar umat Sedharma,
Pengamalan Tattwa Hindu itu berdasarkan keberadaan Iksha, Sakti, Desa dan Kala. Sistim Ilmu Pengetahuan adalah salah satu sistim kebudayaan. Ilmu pengetahuan memiliki peranan yang sangat penting dalam memadukan semua sistim kebudayaan.

Pendengar Sedharma,
Kita di Papua dapat berkaca seperti di Bali. Kebudayaan Bali adalah sebagai perwujudan dari pengamalan ajaran Hindu atau yang d sebut Tri Hita Karana. Hal ini mutlak perlu mendudukan sistim Ilmu pengetahuan itu secara tepat dalam strategi kebudayaan Bali. Kebudayaan Bali akan menjadi semakin melemah tanpa memerankan sistim Ilmu dalam strategi pengembangannya. Ilmu Sosial menurut Prof.Dr.Sondang Siagian teorinya universal. Aplikasinya yang kontektual selalu menyesuaikan dengan keberadaan ruang, waktu dan keadaan masyarakatnya. Demikian juga dalam kaitannya dengan kebudayaan Bali sebagai wujud empiris dari ajaran Agama Hindu. Kebudayaan Bali seyogianya dijelaskan dan diaplikasikan sesuai dengan kaidah-kaidah ilmu pengetahuan.

Pendengar sedharma dimanapun anda berada,
Karena itu masyarakat Bali tidak boleh seenaknya dalam mengaplikasikan kebudayaan Hindu di Bali. Karena dalam prosesi upacara keagamaan di Bali telah di jelaskan makna penggunaan pisang dalam upacara Agama Hindu di Bali. Kata pisang dinyatakan berasal dari kata sang sepi. Ada juga yang mengartikan penggunaan sate dalam upacara Agama Hindu berasal dari kata  sat dan te. Sat artinya kebenaran dan te artinya teguh. Serta kata Bhuta dalam Bhuta Yadnya diartikan tidak melihat. Kata caru dikatakan berasal dari kata cara yang diartikan suka ngambek. Suatu saat kata cara itu diartikan berbeda-beda. Melasti dinyatakan prosesi penyucian Pratima ada juga yang mengartikan Ngiring Ida Bhatara mesiram.

Pendengar sedharma yang berbahagia,
Padahal dalam Lontar Sunarigama dan Lontar Sang Hyang Aji Swamandala penjelasan tentang Melasti, Taur Kesanga dan Nyepi sudah sangat jelas. Galungan itu oton gumi. Nah Galungan ini sudah semakin sesuai pemahaman masyarakat dengan pengertian Galungan dalam teks Lontar Sunarigama. Di lain sisi kadang kita keliru untuk memahami sistim warna yang berdasarkan Guna Karma bergeser menjadi berdasarkan Wangsa. Dan banyak lagi tradisi pengamalan Agama Hindu yang bertentangan dengan konsep atau Tattwanya dalam Sastra sucinya.

Pendengar sedharma,
Sesungguhnya kegiatan nyata kebudayaan beragama Hindu pada umumnya sudah ada dijelaskan maknanya dalam Lontar atau kitab petunjuknya maupun dalam naskah Susastra Hindu yang tergolong Sastra suci. Apabila semua sumber ilmiah itu buntu atau tidak diketemukan maknanya, boleh kita menyatakan pendapat atau penafsiran kita sendiri secara jujur. Seandainya ada diantara kita menemukan pengertiannya yang benar dalam kitab suci atau kitab sastra maka pengertian itulah yang dijadikan acuan untuk menafsirkannya. Seperti pengertian penggunaan pisang misalnya. Pisang dalam Banten umumnya dijadikan rakan banten. Dalam Lontar Yadnya Prakerti dinyatakan raka-raka pinaka widyadhara-widyadhari”. Dari rumusan inilah pisang sebagai rakan banten dapat kita jelaskan. Demikian juga kata caru dalam kitab Samhita suara artinya cantik atau harmonis. Ini artinya tujuan mecaru untuk mengharmoniskan hubungan manusia dengan alam.

Saudara sedharma di manapun anda berada,
Kata Bhuta dalam Bhuta Yadnya artinya dalam bahasa Sansekerta unsur-unsur alam. Karena itu ada istilah Panca Maha Bhuta yaitu pratiwi, apah, teja, bayu dan akasa. Dalam Lontar Agastia Parwa Bhuta Yadnya itu dirumuskan sbb Bhuta Yadnya ngaran taur muang kapujan ring tuwuh”. Artinya Bhuta Yadnya namanya mengembalikan dan melestarikan tumbuh-tumbuhan.

Pendengar sedharma,
Dalam Bhagawad Gita III.14 dinyatakan “tumbuh-tumbuhan itu sumber makanan hewan dan manusia”. Jadinya Upacara Bhuta Yadnya itu sebagai simbol sakral dalam wujud ritual untuk membangkitkan spiritualitas memotivasi manusia bertujuan untuk mensejahtrakan alam lingkungan, baik Sekala maupun Niskala. Jadinya berbagai simbol Hindu itu hendaknya dijelaskan secara ilmu pengetahuan (Sastratah). Untuk mensukseskan terwujudnya nilai-nilai simbol Hindu mengantarkan kita semua untuk menguatkan kehidupan individual, sosial dan naturalnya. Karena nilai-nilai dalam kemasan simbol kebudayaan Hindu tidak lain dari inti sari Veda. Karena sering tidak dijelaskan berdasarkan sistim Ilmu Pengetahuan maka banyak yang menyimpang

Saudara sedharma yang saya cintai,
Demikian yang dapat saya sampaikan tentang peran ilmu pengetahuan dalam menjelaskan sebuah kebudayaan dan semoga apa saya sampaikan ini dapat memberi manfaat bagi kita semua. dan selamat menyambut DIRGAHAYU RI ke-70 semoga Bangsa dan Negara Indonesia tetap Jaya.  Akhir kata;
Om Loka Samastha sukhino bhawantu”
Ya Tuhan semoga seluruh isi alam berbahagia”
OM SANTIH, SANTIH, SANTIH OM .
....................................................................

MENGELOLA HIDUP YANG BERMORAL

..
Om Swastyastu, Om Awignam Astu Namosidham, Om Anobadrah Kratavo Yantu Wisvatah (ya Tuhan semoga pikiran yang baik datang dari segala penjuru), Pendengar sedharma yang berbahagia, Puja dan Puji syukur patut kita haturkan kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa (Tuhan yang Maha Esa), karena Atas segala Asung kerta wara nugrahaNya yang telah Beliau limpahkan kepada kita semua, sehingga dalam kesempatan ini kita dapat berjumpa pada acara Renungan Agama Hindu yang disiarkan melalui RRI Nabire. Adapun topik Renungan kita malam ini adalah tentang MENGELOLA HIDUP YANG BERMORAL”
Pendengar Umat Sedharma yang saya banggakan,
Dalam pandangan Hindu banyak konsep yang diketengahkan untuk membangun suatu hidup yang berkualitas, baik fisik maupun moral. Dalam Bhagwadgita III.42 disebutkan konsep pembangunan diri yang berkualitas:
Pertama bangunlah indria yang sehat dan sempurna. Kedua kesempurnaan indria itu harus berada di bawah kendali kesempurnaan pikiran. Ketiga pikiran yang sempurna harus berada dibawah kendali kesadaran Budhi. Keempat Budhi yang sempurna menjadi media sinar suci Atman. menerangi hidup. Menurut pandangan Bhagawadgita tersebut dalam membangun diri yang sempurna adalah membangun indria agar mau berada dibawah kendali pikiran. Untuk mewujudkan hidup yang terkendali dengan baik itu kitab Ayurveda mengajarkan untuk mengelola hidup dengan tiga langkah yaitu  Ahara, Vihara dan Ausada.
Pendengar Umat Sedharma yang berbahagia,
Yang pertama Ahara: yaitu membangun hidup yang berkualitas hendaknya diawali dengan mendapatkan dan mengelola makanan dengan baik dan benar. Ahara artinya makanan. Menurut Bhagawan Bhisma makanan yang diperoleh dari hasil kejahatan dapat menutup hati nurani, Manusia tidak akan dapat berbuat baik sesuai dengan moral kalau hati nuraninya tertutup. Mereka tidak akan dapat melihat dengan baik sinar kebenaran. Demikian juga jenis makanan hendaknya dipilih makanan yang Satvika Ahara sebagai mana disebutkan dalam Bhagawadgita XVII.8. Hindari menyantap makanan yang Rajasika dan Thamasika Ahara seperti disebutkan dalam kitab Bhagawadgita XVII.9 dan 10.

Pendengar Umat Sedharma yang saya cintai,
Swami Satya Narayana menyebutkan, manusia dapat dibagi menjadi tiga jenis berdasarkan caranya makan yaitu: Yogi: hanya makan sekali sehari, Bhogi : makan dua kali sehari sebagaimana sangat dianjurkan dalam kitab Manawa Dhamasastra.II,56 dan 57. Rogi adalah orang yang makan berlebihan tanpa memperhatikan aturan makan yang benar dan baik. Makan hanya mengikuti hawa nafsu. Untuk megendalikan indria pertama-tama yang harus dikendalikan adalah lidah. Pertama lidah dibiasakan merasakan makanan yang Satvika. Kedua lidah hendaknya dilatih untuk tidak mengucapkan empat hal seperti yang disebutklan dalam Sarasamuscaya 75. Agar lidah mudah diatur biasakanlah menyanyikan kidung-kidung yang memuji dan mengulang-ulang Nama Tuhan.
Pendengar Umat Sedharma,
Kedua Vihara artinya membina sikap hidup yang dapat mendatangkan kebahagiaan. Maksudnya janganlah bersikap hidup yang bukan-bukan seperi iri dan dengki melihat orang lain bahagia, Senang melihat orang lain menderita. Prof Dr Zakiah Darajat mengatakan kalau ada orang seperti itu. Itulah ciri-ciri orang yang menderita gangguan jiwa. Vihara maksudnya hendaknya kita mengembangkan hidup yang wajar-wajar saja. Janganlah hidup ini terlalu banyak diberikan beban yang bukan-bukan.
Pendengar Umat Sedharma dimanapun anda berada,
Dan yang ketiga Ausada; yaitu suatu upaya untuk memelihara kesehatan baik fisik maupun mental dengan membiasakan minum-minuman alami seperi jamu dari daun-daunan tradisional yang sudah lazim dalam kehidupan masyarakat. Bekerja, mengaso/istirahat, berolah raga dan tidur secara teratur sesuai dengan keberadaan diri kita masing-masing.
Pendengar Umat Sedharma yang berbahagia,
Tiga tahap pengelolaan hidup seperti itu akan dapat menumbuhkan pertumbuhan diri yang seimbang  antara  pertumbuhan  jasmani dan rohani. Manusia yang memiliki diri yang seimbang itulah yang akan dapat memperbaiki Karmanya menuju Subha Karma. Karma yang Subha Karma inilah yang akan membawa hidup bahagia di dunia dan masuk Sorga di alam Niskala.
Saudara Sedharma para bhakta terkasih,
Kelemahan penyelenggaraan pendidikan untuk membangun moral yang luhur dewasa ini adalah karena bergesernya sistem nilai budaya. Sistem nilai budaya dewasa ini bergeser kearah pendewaan uang dan kekuasaan untuk dapat hidup bersenang-senang dengan meninggalkan hidup bertenang-tenang. Hidup lebih mengejar kesenangan indriawi dari pada mencari keseimbangan rohani. Kondisi ini merupakan kondisi yang paling berat menghambat pendidikan moral. Sistem beragama yang mementingkan formalisme dimana prilaku sehari-hari dianggap terpisah dengan kehidupan beragama. Demikian pula Agama sepertinya dipisahkan dengan berbagai aspek kehidupan. Seperti politik, bisnis, budaya, pendidikan dan pemerintahan. Sehingga timbul kesan yang wajib tampil agamawan adalah para pemuka-pemuka dan pejabat-pejabat dibidang Agama saja.
Umat Sedharma dimanapun anda berada,
Penerapan kurikulum pendidikan di Sekolah sepertinya hanya membebankan pada Guru Agama sebagai orang yang paling bertanggung jawab pada pendidikan moral. Pendidikan moral di Sekolah bukanlah hanya tanggung jawab Guru atau Dosen Agama saja. Demikian juga di pembinaan moral di luar Sekolah sepertinya menjadi tanggung jawab tokoh-tokoh Agama dan orang-orang yang duduk di Majelis Agama dan Departemen Agama saja..
Hendaknya dikembangkan suatu kehidupan yang penuh tauladan  dalam berbagai bidang kehidupan dari kalangan atas seperti para pejabat, konglomreat, para intelektual, polotisi, tokoh-tokoh Agama dan para pemimpin masyarakat pada umumnya.
Pendengar sedharma,
Dikembangkan kelompok-kelompok pendalaman spiritual dengan latihan-latihan yang berencana dan teranalisa dengan baik. Dalam rencana tersebut terdapat arah yang jelas untuk menumbuhkan hidup yang sehat jasmani dan sehat rohani.
Pendengar sedharma yang berbahagia,
Demikian juga dapat dikembangkan program-program pelayanan pada sesama baik untuk membantu mereka yang patut dibantu, juga untuk melatih diri menghilangkan sifat-sifat ego, sombong dll. Mengadakan latihan-latihan sederhana seperti membiasakan tidak membicarakan kejelekan orang lain dengan cara kalau sedang berkumpul ditempat latihan kerohanian mengadakan  silen seeting atau duduk tenang, dll.
Pendengar sedharma yang saya cintai,
Demikian yang dapat saya sampaikan kiranya hal ini bermanfaat bagi kita semua. Dan semoga Sang Hyang Widhi senantiasa melindungi dan menganugrahkan kesehatan bagi umatnya. Akhir kata;
Om Lokasamasta sukhino bhawantu.
Ya Tuhan Semoga seluruh isi alam berbahagia
OM SANTIH, SANTIH, SANTIH OM .
.

MENGAPA MANUSIA DI SEBUT MANUSIA

.
Om Swastyastu, Om Avighnam Astu Namo Sidham, Om Anobadrah Kratavo Yantu Visvatah, (ya Tuhan semoga pikiran yang baik datang dari segala arah) Saudara pendengar umat Sedharma yang berbahagia, Puja dan puji syukur patut kita haturkan kehadapan Ida Sang Hyang  Widhi Wasa (Tuhan yang Maha Esa), karena atas segala Asung Kerta Wara Nugraha-Nya kita masih diberikan kesehatan dan kesempatan untuk berjumpa dalam acara Santapan Rohani Agama Hindu yang disiarkan melalui RRI Nabire, adapun topik kita pagi ini yaitu tentang “MENGAPA MANUSIA DI SEBUT MANUSIA
Pendengar Sedharma yang saya banggakan,
Ajaran Agama Hindu yang disebut Tri Hita Karana itu adalah sebagai filsafat Hidup umat Hindu dalam membangun sikap hidup yang benar menurut ajaran Agama Hindu. Sikap hidup yang benar menurut ajaran Hindu adalah bersikap yang seimbang antara percaya dan bhakti pada Tuhan dengan mengabdi pada sesama manusia dan menyayangi alam berdasarkan Yadnya. Sebenarnya yang membutuhkan terlaksananya ajaran Tri Hita Karana ini adalah manusia. Karena kalau terbangun hubungan yang harmonis antara manusia dengan Tuhan, manusia dengan manusia dan manusia dengan alam lingkungannya. Maka dengan demikian hidup itu serasa sempurna dan harmonis.
Saudara Pendengar Sedharma dimanapun berada,
Keharmonisan dengan tiga dimensi tersebut sebagai pengejawantahan dari intisari Veda yaitu Satyam dan Siwam yang kekal abadi. Satyam adalah kebenaran tertinggi dari Veda. Siwam dalam hal ini artinya kesucian. Dari kebenaran dan kesucian inilah diwujudkan kehidupan yang indah dan harmonis yang disebut Sundaram. Untuk mewujudkan kehidupan yang Sundaram berdasarkan Satyam dan Siwam itulah yang dilakukan dengan falsafah Tri Hita Karana. Jadinya manusialah yang harus melakukan secara aktif falsafah hidup keharmonisan yang disebut Tri Hita Karana itu. Karena manusialah yang paling utama dan pertama mendapatkan manfaat kalau Tri Hita Karana itu terwujud dengan berhasil.
Pendengar Umat Sedharma yang saya cintai,
Dengan demikian berhasil dan gagalnya ajaran Tri Hita Karana itu sangat tergantung dari manusia itu sendiri. Ajaran Tri Hita Karana itu berasal dari Tuhan yang dinyatakan dalam Bhagawad Gita III.10, tetapi untuk manusia dan pelaksanaannya oleh manusia itu sendiri. Manusialah unsur sentral dalam ajaran Tri Hita Karana tersebut.
Pendengar sedharma,
Mengapa makhluk hidup yang memiliki Sabda, Bayu dan Idep (kemampuan bicara, bertenaga dan berpikir ) ini disebut manusia?. Kata manusia dalam bahasa Sansekerta berasal dari kata Manu artinya bijaksana. Kata Manu“ dalam bentuk Genetif menjadi Manusia artinya memiliki kebijaksanaan. Manusia sesungguhnya memiliki suatu kekuatan yang dapat menjadikanya makhluk hidup yang paling bijaksana ciptaan Tuhan. Tetapi bisa juga manusia yang belum berhasil mengeksistensikan kekuatan kemanusiaannya menjadi menusia yang lebih kejam dari binatang yang paling kejam lebih jahat dari makhluk yang disebut raksasa dalam berbagai mitologi.
Pendengar Umat sedharma di manpun anda berada,
Sesungguhnya dalam diri manusia itu ada Atman yang suci, karena Atman itu menurut kitab Upanisad adalah bagian dari Brahman. Kalau saja manusia itu mampu menyingkirkan berbagai selubung yang menghalangi sinar kesucian Atman untuk mengendalikan indria dalam menghadirkan prilaku manusia. Sayangnya manusia yang tidak seimbang, justru lebih menguatkan eksistensi indria atau hawa nafsunya, sehingga supremasi hawa nafsu itulah yang lebih kuat dari pada supremasi kesucian Atman. Ibarat sinar matahari ditutupi oleh gelapnya awan di angkasa. Karena gelapnya awan di angkasa itulah sinar matahari tidak mampu menyinari bumi persada ini. Demikian jugalah halnya dengan kesucian Atman yang ditutup oleh gelapnya hati nurani, sehingga tidak mampu berprilaku bijaksana. Manusia yang belum mampu berbuat bijaksana itu sesungguhnya ia belum berhasil mengekpresikan jati dirinya sebagai manusia dimana ada Atman yang suci yang dipercikkan oleh Tuhan pada diri manusia. Logikanya manusia seperti itu belumlah tepat secara idial disebut manusia.
Pendengar sedharma,
Sering kita mendengar ada istilah manusia itu adalah binatang berpikir. Artinya manusia bisa lebih kejam dari binatang kalau kebinatangannya itu disertai dengan pikiran. Kalau pikirannya yang menguasai  kebinatangannya, maka sifat kebinatangannya itu akan menjadi tenaga fisik yang kuat membantu pikiran dan intelektualnya. Hal itu akan menyebabkan manusia itu akan menjadi manusia yang bijaksana. Intinnya manusia itu akan bijaksana apa bila hawa nafsu indrianya dibawah kendali pikiran. Pikirannya itu berada dicerahkan oleh kesadaran budhi. Kondisi dimana indria dikuasai oleh pikiram dan kesaran budhi, itulah yang akan dapat mengekpresikan kesucian Atman dalam prilaku manusia. Manusia yang demikian itulah yang akan dapat disebut manusia idial.
Pendengar Umat Sedharma yang saya banggakan,
Menurut pandangan Samkhya Darsana manusia itu terjadi dari dua unsure, yaitu unsur kejiwaan yang disebut Purusa dan unsur kebendaan yang disebut Pradana kedua Pertemuan dua unsur itulah yang menyebabkan manusia lahir dan ada di dunia ini. Purusa memiliki kesadaran yang disebut Chitta. Setelah Purusa bertemu dengan Pradana dari Pradana muncul Klesa. Chitta memiliki empat  kekuatan yaitu Dharma, Jnyana, Wairagia dan Aiswara. Sedangkan Klesa memiliki lima kekuatan yaitu: Awidya, Asmita, Raga, Dwesa dan Abhinivesa. Kekuatan Chittta melehirkan kecendrungan kedewaan dan kekuatan Klesa melahirkan kecendrungan keraksasaan.
Pendengar umat Sedharma yang berbahagia,
Dalam Bhagwadgita kecendrungan Kedewaan itu disebut Dewi Sampad. Sedangkan kecendrungan keraksasaan disebut Asuri Sampad. Dewi Sampad membawa manusia lebih banyak berbuat Subha Karma yaitu perbuatan baik dan benar. Sedangakn Asuri Sampad mendorong orang lebih banyak berbuat Asubha Karma. yaitu perbuatan yang bertentangan dengan Dharma. Subha Karma pahalanya Sorga dan sangat mungkin Moksha. Sedangkan Asubha Karma  menimbulkan pahala Neraka dan Samsara.
Pendengar Sedharma,
Setiap perbuatan menimbulkan Karma Wasana yaitu bekas-bekas perbuatan. Dalam Upacara Nyepi gejolak Klesa yang mengejawantah kedalam Guna Rajah dan Thamah itulah yang harus disepikan agar muncul kekuatan Chitta menguasai pikiran Kalau Klesa dikuasai oleh Chitta maka manusia akan dapat melahirkan moral yang baik. Aplikasi Agama adalah suatu upaya untuk menggerakan kekuatan Chitta menguasai pikiran.Kalau pikiran dikuasai oleh Chitta maka Indriapun  dapat dikuasai sehingga manusia dapat di sebut sebagai manusia.
Pendengar sedharma yang saya cintai,
Demikian yang dapat saya sampaikan, semoga ini semua dapat memotivasi kita semua untuk terus berbuat dan berkarya sesuai tugas dan fungsi kita di tengah tengah masyarakat. dan Akhir kata,,,,,,,,
Om Loka Samasta Sukhino Bhawantu
Ya Tuhan Semoga seluruh isi alam berbahagia
OM SANTIH SANTIH  SANTIH  OM

KEDAMAIAN BERBICARA


Om Swastyastu, Om Awignam Astu Namasidham, Om Anobadrah Kratavo Yantu Wisvatah (ya Tuhan semoga pikiran yang baik datang dari segala arah), Pendengar sedharma yang berbahagia, puja dan puji syukur patut kita haturkan kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa (TYME), karena kita dapat berjumpa lagi dalam acara Santapan Rohani Agama Hindu yang disiarkan melalui RRI Nabire. Adapun Tema kita pagi ini adalah tentang “KEDAMAIAN BERBICARA”

Pendengar Sedharma di manapun anda berada,
Dalam jangka waktu yang amat lama, wacana publik kita, ditandai oleh kekerasan yang memperkuda kedamaian. Tidak hanya setelah republik ini merdeka, jauh sebelumnyapun sejarah kita, sudah ditandai oleh wajah - wajah kekerasan di sana-sini. Di Jawa Barat sana, banyak orang yang tingkat penghormatannya lebih rendah di bandingkan daerah Jawa lainnya terhadap nama Gajah Mada. Apa lagi yang ada di balik ini semua, kalau bukan sejarah kekerasan. Sejarah masa penjajahan apa lagi. Bercak dan aliran darah ada di mana-mana.

Pendengar Umat Sedharma yang Saya Cintai,
Dulunya, setelah kemerdekaan direbut dan pembangunan dijalankan, diharapkan bercak dan aliran darah bisa dihilangkan. Nyatanya, baik di masa orde lama, orde baru, bahkan sampai sekarangpun ia masih menjadi berita di hampir setiap media. Poso, Aceh, Irian Jaya, Jakarta hanyalah sebagian saja dari sekian banyak kekerasan mengerikan, tapi menjadi santapan wacana yang digemari. Belum lagi ditambah dengan kekerasan-kekerasan tersembunyi lainnya. Industri keuangan dan perbankan yang dirampok orang di sana-sini. Uang negara yang dijarah dari dulu hingga sekarang. Hubungan industrial yang ditandai banyak demonstrasi, pemogokan, pembakaran dan sejenisnya. Dan deretan panjang kekerasan lainnya.

Pendengar Sedharma,
Entah mana yang lebih mewakili. Sejarah manusia yang memang membawa kekerasan ke mana-mana, atau karena publik lebih tertarik dengan topik-topik kekerasan. Yang jelas, sulit diingkari kenyataan, semakin banyak berita kekerasan muncul dalam wacana publik, semakin laris medianya, serta semakin banyak orang mau membaca dan terlibat wacana.   Pendengar Umat Sedharma yang Berbahagia,
Kita semua mungkin sudah hafal, beberapa tokoh publik dan organisasi masyarakat "kalau tidak mau dikatakan kebanyakan" malah "mendulang" hasil dari kekerasan. Buktinya, setelah kekerasan muncul, mereka muncul sebagai pahlawan, penyelamat, bahkan ada yang menjadi penguasa baru. Kadang saya malah bertanya penuh keraguan, tidakkah rezim yang sedang berkuasa ini adalah output dari mesin raksasa yang bernama kekerasan? Kalau mesinnya mesin kekerasan, adilkah kalau kita mengharapkan output kedamaian dari sana? kita jawab sendirilah pertanyaan-pertanyaan penuh keraguan tadi. Yang jelas, dengan resiko ditertawakan orang, ada tidak sedikit orang yang berharap agar kedamaian diberi kesempatan untuk berbicara. Boleh saja dia tidak menarik selera wacana banyak orang. Tidak membuat media menjadi laris manis. Tidak juga menghasilkan pahlawan dan penyelamat.
Pendengar Umat Sedharma dimanapun berada,
Akan tetapi, bukankah menjadi hak azasi setiap orang untuk hidup damai? Dibandingkan terlalu banyak bertanya, mari kita sama-sama ulas persoalan dianaktirikannya kedamaian oleh kekerasan. Mereka yang diteropong oleh Naisbitt masuk ke dalam kotak spirituality yes, formal religion no, mungkin menyebut agama telah gagal. Mereka yang anti kekuasaan akan menunjuk hidung kekuasaan sebagai biang keladi.
Pendengar Sedharma,
Pemerhati pendidikan lain lagi, mereka menuduh lembaga terakhir sudah tidak berfungsi lagi sebagai pembawa misi perdamaian. Mari kita meneropong bersama persoalan ini di tingkat individu. Ada sebuah kualitas pribadi yang berperan besar dalam memproduksi kekerasan. Dia bernama Aku. Dalam keakuan, banyak sekali hal yang sebenarnya berasal dari kedamaian sekalipun, bisa berubah menjadi kekerasan. Bibit-bibit keakuan terakhir bisa bersumber dari keyakinan dan perasaan benar, harga diri yang tinggi, keserakahan akan harta dan tahta, dll.
Pendengar Umat Sedharma yang saya cintai,
Coba bayangkan sepasang suami isteri yang sudah sejak lama hidup damai di hutan tanpa gangguan berarti. Suatu hari, ada kebutuhan untuk sekali-sekali bertengkar satu sama lain. Dan sepakatlah mereka untuk memulai pertengkaran. Sang isteri berkata dengan nada membentak: "ini ketela kesukaanku!". Dan suaminya berfikir sejenak, kemudian menjawab dengan penuh kesabaran: "ya itu memang kesukaanmu, dan marilah kita makan sama-sama seperti biasa". Maka, batallah pertengkaran yang sudah direncanakan terlebih dahulu ini.
Pendengan umat sedharma dimanapun anda berada,
Cerita ilustratif ini menunjukkan, keakuan memang sudah menjadi sumber pertengkaran di mana-mana. Namun, kesediaan dan kesabaran untuk senantiasa awas dengan keakuan tadi, sudah dan akan terus membantu proses menuju kedamaian. Bedanya dengan kekerasan yang datang tanpa diundang, sedangkan kedamaian memerlukan "undangan" khusus agar dia datang.
Pendengar umat sedharma yang berbahagia,
Demikian khususnya, sehingga memerlukan biaya yang amat besar. Salah satu artikel pernah tertuliskan sebuah kecenderungan yang mereka sebut dengan the new corporate mystiques. Ternyata, apa yang mereka sebut dengan mistik-mistik baru dunia usaha adalah kecenderungan sejumlah raksasa usaha di sana, untuk mengundang sejumlah rahib Budha sebagai pelatih. Bukan untuk mengajak orang masuk agama Budha. Melainkan, mengajari ekskekutif hidup dalam kedamaian. Kedamaian (demikian mereka meyakini) adalah syarat utama dari produktivitas.
Pendengar sedharma yang saya banggakan,
Dalam kedamaian, kita bisa melakukan dan mencapai lebih banyak hal. Mirip dengan keluarga di rumah, apa yang bisa kita capai kalau setiap hari isinya hanya pertengkaran? Ada yang bertanya, bukankah kedamaian akan lebih terasa nikmatnya kalau kita pernah mengalami kerusuhan? Tentu saja. Sebab, kehidupan merupakan hasil dari dialektika. Dan dialektika terakhir, sulit diharapkan berhasil optimal kalau salah satunya jauh lebih dominan dibandingkan yang lain. Mirip dengan kehidupan kita sekarang-sekarang ini, terutama dengan hadirnya kekerasan di banyak pojokan ruang publik. Akankah kita biarkan kedamaian menjadi kuda bisu yang ditunggangi kekerasan?
Pendengar sedharma yang saya cintai,
Demikian yang dapat saya sampaikan, semoga Sang Hyang Widhi senantiasa melindungi dan menganugrahkan kesehatan bagi umatnya. Saya atas nama PHDI Kab. Nabire mengucapkan selamat hari raya Pagerwesi, semoga ilmu pengetahuan yang sudah kita terima dapat bermanfaat untuk kita semua.  Akhir kata;
Om Lokasamasta sukhino bhawantu.
“Ya Tuhan Semoga seluruh isi alam berbahagia”
OM SANTIH, SANTIH, SANTIH OM .
...

MOBIL BARU

.
Om Swastyastu, Om Awignam Astu Namasidham, Om Anobadrah Kratavo Yantu Wisvatah (ya Tuhan semoga pikiran yang baik datang dari segala arah), Pendengar sedharma yang berbahagia, puja dan puji syukur kita haturkan kehadapan Sang Hyang Widhi Wasa (TYME), karena kita dapat berjumpa dalam acara Renungan Agama Hindu yang disiarkan melalui RRI Nabire. Adapun Renungan kita malam ini dengan Tema MOBIL BARU”

Pendengar Umat Sedharma yang berbahagia,
Ada sebuah cerita. Sang pengusaha, sedang menikmati perjalanannya dengan mobil baru itu. Dengan kecepatan penuh, dipacunya kendaraan itu mengelilingi jalanan, tetangga sekitar dengan penuh rasa bangga dan prestise. Di pinggir jalan, tampak beberapa anak yang sedang bermain sambil melempar sesuatu. Namun, karena berjalan terlalu kencang, tak terlalu diperhatikannya anak-anak itu. Tiba-tiba, dia melihat seseorang anak kecil yang melintas dari arah mobil-mobil yang di parkir di jalan. Tapi, bukan anak-anak yang tampak melintas sebelumnya. "Buk....!" Aah..., ternyata, ada sebuah batu seukuran kepalan tangan yang menimpa mobil Fortunernya yang dilemparkan si anak itu. Sisi pintu mobil itupun koyak, tergores batu yang dilontarkan seseorang.
"Cittt...." ditekannya rem mobil kuat-kuat. Dengan geram, dimundurkannya mobil itu menuju tempat arah batu itu di lemparkan. Fortuner yang tergores, bukanlah perkara sepele. Apalagi, kecelakaan itu dilakukan oleh orang lain, begitu pikir sang pengusaha dalam hati. Amarahnya memuncak. Dia pun keluar mobil dengan tergesa-gesa. Di tariknya anak yang dia tahu telah melempar batu ke mobilnya, dan di pojokkannya anak itu pada sebuah mobil yang diparkir.
Pendengar Umat Sedharma yang Saya Cintai,
Pengusaha itupun berkata: "Apa yang telah kau lakukan!? Lihat perbuatanmu pada mobil kesayanganku!!" Lihat goresan itu", teriaknya sambil menunjuk goresan di sisi pintu. "Kamu tentu paham, mobil baru Fortunerku ini akan butuh banyak ongkos di bengkel untuk memperbaikinya. "Ujarnya lagi dengan kesal dan geram, tampak ingin memukul anak itu.
Pendengar Sedhrma,
Si anak tampak menggigil ketakutan dan pucat, dan berusaha meminta maaf. Dan anak itu mengatakan; "Maaf Pak, Maaf. Saya benar-benar minta maaf. Sebab, saya tidak tahu lagi harus melakukan apa. "Air mukanya tampak ngeri, dan tangannya bermohon ampun. "Maaf Pak, saya melemparkan batu itu, karena tak ada seorang pun yang mau berhenti...." Dengan air mata yang mulai berjatuhan di pipi dan leher, anak tadi menunjuk ke suatu arah, di dekat mobil-mobil parkir tadi. "Itu disana ada kakakku yang lumpuh. Dia tergelincir, dan terjatuh dari kursi roda. Saya tak kuat mengangkatnya, dia terlalu berat, tapi tak seorang pun yang mau menolongku. Badannya tak mampu kupapah, dan sekarang dia sedang kesakitan.." Kini, ia mulai terisak.

Pendengar Umat Sedharma yang Berbahagia,
Dipandanginya pengusaha tadi. Matanya berharap pada wajah yang mulai tercenung itu. "Maukah Bapak membantuku mengangkatnya ke kursi roda? Tolonglah, kakakku terluka, tapi saya tak sanggup mengangkatnya."

Pendengar Sedharma,
Tak mampu berkata-kata lagi, pengusaha muda itu terdiam. Amarahnya mulai sedikit reda setelah dia melihat seorang lelaki yang tergeletak yang sedang mengerang kesakitan. Kerongkongannya tercekat. Ia hanya mampu menelan ludah. Segera dia berjalan menuju lelaki tersebut, di angkatnya si cacat itu menuju kursi rodanya. Kemudian, diambilnya sapu tangan mahal miliknya, untuk mengusap luka di lutut yang memar dan tergores, seperti sisi pintu Fortuner kesayangannya. Setelah beberapa saat, kedua anak itu pun berterima kasih, dan mengatakan bahwa mereka akan baik-baik saja. "Terima kasih, dan semoga Tuhan akan membalas perbuatan Bapak."
Pendengar Umat Sedharma dimanapun berada,
Keduanya berjalan beriringan, meninggalkan pengusaha yang masih nanar menatap kepergian mereka. Matanya terus mengikuti langkah sang anak yang mendorong kursi roda itu, melintasi sisi jalan menuju rumah mereka. Berbalik arah, pengusaha tadi berjalan sangat perlahan menuju Fortuner miliknya. Ditelusurinya pintu Fortuner barunya yang telah tergores itu oleh lemparan batu tersebut, sambil merenungkan kejadian yang baru saja dilewatinya.

Pendengar Umat Sedharma yang berbahagia,
Kerusakan yang dialaminya bisa jadi bukanlah hal sepele, tapi pengalaman tadi menghentakkan perasaannya. Akhirnya ia memilih untuk tak menghapus goresan itu. Ia memilih untuk membiarkan goresan itu, agar tetap mengingatkannya pada hikmah ini.

Pendengar Umat Sedharma dimanapun berada,
Ia menginginkan agar pesan itu tetap nyata terlihat: "Janganlah melaju dalam hidupmu terlalu cepat, karena, seseorang akan melemparkan batu untuk menarik perhatianmu." Teman, sama halnya dengan kendaraan, hidup kita akan selalu berputar, dan dipacu untuk tetap berjalan. Di setiap sisinya, hidup itu juga akan melintasi berbagai macam hal dan kenyataan. Namun, adakah kita memacu hidup kita dengan cepat, sehingga tak pernah ada masa buat kita untuk menyelaraskannya untuk melihat sekitar?

Pendengar Sedharma,
Tuhan, akan selalu berbisik dalam jiwa, dan berkata lewat kalbu kita. Kadang, kita memang tak punya waktu untuk mendengar, menyimak, dan menyadari setiap ujaran-Nya. Kita kadang memang terlalu sibuk dengan bermacam urusan, memacu hidup dengan penuh nafsu, hingga terlupa pada banyak hal yang melintas. Teman, kadang memang, ada yang akan "melemparkan batu" buat kita agar kita mau dan bisa berhenti sejenak. Semuanya terserah pada kita. Mendengar bisikan-bisikan dan kata-kata-Nya, tau menunggu ada yang melemparkan batu-batu itu buat kita.

Pendengar Umat Sedharma yang berbahagia,
Pada intinya kita sebagai manusia yang tidak bisa hidup sendiri dan terlahir di dunia ibarat menimba ilmu dan memperbaiki karma-karma buruk kita, supaya kita tetap intropeksi diri dan harus melihat kondisi di sekitar kita.
Pendengar Umat Sedharma Yang Cintai,
Demikian yang dapat saya sampaikan, kiranya bermanfaat bagi kita semua. Dan semoga Sang Hyang Widhi senantiasa melindungi dan menganugrahkan kesehatan bagi umatnya. Saya atas nama PHDI Kab. Nabire mengucapkan selamat hari raya Pagerwesi, semoga ilmu pengetahuan yang sudah kita terima dapat bermanfaat untuk kita semua. Akhir kata;
Om Lokasamasta sukhino bhawantu.
Ya Tuhan Semoga seluruh isi alam berbahagia”
OM SANTIH, SANTIH, SANTIH OM .

IMPLEMENTASI AJARAN TRI HITA KARANA DALAM RUMAH TANGGA

.
Om Swastyastu, Om Avighnam Astu Namo Sidham, Om anobadrah kratavo yantu visvatah (Semoga pikiran yang baik datang dari segala Arah), Pendengar Sedharma yang berbahagia dimanapun Anda berada, Pertama marilah kita haturkan Puja dan puji syukur kehadapan Ida Sang Hyang  Widhi Wasa (TYME), karena atas segala Asung Kerta Wara Nugraha-Nya, kita berjumpa kembali dalam acara Santapan Rohani Agama Hindu. Yang disiarkan memalui RRI Nabire. Adapun Tema kita pagi ini adalah tentang “IMPLEMENTASI AJARAN TRI HITA KARANA DALAM RUMAH TANGGA.

Saudara Sedharma yang berbahagia,
Berbicara kebahagiaan atau mengenai Tri Hita Karana, tidaklah bisa dipisahkan antara pawongan, palemahan dan parahyangan, sebab antara satu dan yang lainya saling keterikatan, yang mana implementasi ketiga ajaran tersebut menentukan kebagaiaan manusia dan alam semesta ini, sebab dalam Tri Hita Karana tidak saja hubungan antara manusia saja, melainkan hubungan dengan alam dan Tuhan pula diajarkan.

Pendengar Sedharma,
Implementasi Tri Hita Karana sesungguhnya dapat diterapkan dimana dan kapan saja, dan idealnya dalam setiap aspek kehidupan manusia dapat menerapkan dan mempraktekan Tri Hita Karana ini yang sangat sarat dengan ajaran etika, yakni tidak saja bagaimana kita diajarkan berTuhan dan mengagungkan Tuhan, namun bagaimana Srada dan Bhakti kita kepada Tuhan melalaui praktik kita dalam kehidupan sehari-hari seperti mengahargai antara manusia dan alam semesta ini yang telah memberikan kehidupan bagi kita.

Pendengar Sedharma di manapun berada,
Dalam kehidupan sehari-hari setiap manusia selalu mencari kebahagiaan, dan selalu mengharapkan agar dapat hidup secara damai dan tentram, baik antara manusia, dalam hal ini tetangga yang ada dilingkungan kita maupun dengan alam sekitarya. Hubungan tersebut biasanya terjalin dengan tidak sengaja atau secara mengalir saja, terutama dengan manusia, namun ada juga yang tidak memperdulikan hal tersebut dan cenderung melupakan hakekatnya sebagai manusia sosial yang tak dapat hidup sendiri.

Pendengar Sedharma,
Dalam kehidupan manusia, segala sesuatu berawal dari diri sendiri dan kemudian berlanjut pada keluarga. Dalam keluarga, manusia akan diberikan pengetahuan dan pelajaran tentang hidup, baik tentang keTuhanan ataupun etika oleh orang tua atau pengasuh kita (wali), dan beranjak dari hal tersebut pula, orang tua secara perlahan menanamkan nilai-nilai keagamaan dalam tubuh dan pikiran setiap anak-anaknya, melalui praktik maupun teori. Begitu pula halnya dengan pendidikan atau pemahaman tentang Tri Hita Karana itu sendiri, secara sadar maupun tidak sadar hal tersebut atau nilai-nilai ajaran tersebut sudah ditanamkan oleh orang tua melalui praktik kepada anak-anaknya, seperti mengajarkan anaknya untuk mebanten saiban. Memang hal ini nampak sepele, namun jika kita mampu mengkaji lebih dalam, sesungguhnya hal ini mengandung nilai pendidikan yang sangat tinggi, meskipun orang tua kebanyakan tidak mampu menjelaskan secara logika dan benar makna dari tindakan tersebut.

Pendengar Sedharma yang saya cintai,
Selain hal tersebut, masih banyak hal terkait implementasi Tri Hita Karana yang dapat dilakukan dalam kehidupak keluarga, seperti mebanten ketika hendak melakukan suatu kegiatan, seperi membuka lahan perkebunan yang baru. Hal ini jika dikaji tidak hanya penghormatan kepada alam, namun penghormatan kepada Tuhan melalui tindakan yang secara kasat mata meminta ijin beliau untuk memakai alam tersebut untuk kebutuhan manusia. Interaksi manusia dengan alam dan Tuhan yang nampak pada kegiatan tersebut hampir tidak pernah diperbincangkan oleh manusia, dan menganggap hal tersebut sebagi hal yang biasa, namun demikianlah umat Hindu meyakini ajaran Tri Hita Karana yang mana implementasinya sendiri terkadang dilakukan secara tidak sengaja, namun mengena pada sasaran.

Pendengar sedharma dimanapun anda berada,
Mengenai hubungan manusia dengan sesama (pawongan), ajaran Tri Hita Karana nampak pada upacara manusia yadnya, misalnya upacara otonan, yang mana yang dilakukan untuk memperingati hari kelahiran kita dan bersyukur kepada Tuhan karena telah dilahirkan. Ajaran Tri Hita Karana tidak bisa diterapkan dalam satu bidang saja, namun ada keterkaitannya dengan yang lain seperti contoh tadi, tidak saja untuk manusia dilakukan upacara tersebut, namun ditujukan pula kepada Tuhan.

Saudara sedharma yang Saya banggakan,
Demikian mulianya hubungan yang diajarkan Tri Hita Karana pada manusia, yang selalu menekankan kepada manusia agar selalu ingat bahwa kita di dunia ini tidaklah hidup sendirian, ada tentangga dalam hal ini manusia lain yang kita butuhkan sebagai mahluk sosial, ada alam yang memberi kita berkah, agar bisa meneruskan hidup dan ada Tuhan sebagai pencipta kita. Sehingga kita senantiasa harus menjaga hubungan tersebut agar terjadi keseimbangan dalam hidup ini.

Saudara  sedharma yang berbahagia,
Demikianlah contoh secara gamlang yang dapat saya uraikan, selain masih banyak lagi contoh lain yang terkait mengenai hal tersebut yang mana bisa dimulai dari lingkungan rumah tangga atau lingkungan keluarga, sebab dalam keluarga banyak memberikan edukasi yang tinggi tentang nilai-nilai serta konsep keTuhanan, sehingga dari padanya hendaknya kepada anak diberikan hal itu sedini mungkin.

Pendengar Sedharma dan para Bhakta yang Terkasih,
Itulah sedikit ulasan yang dapat saya sampaikan pada hari yang berbahagia ini. Semoa apa yang di saya jelaskan tadi dapat diterapkan dalam kehidupan kita supaya tercipta suatu keadaan yang harmonis, tentram dan damai. Yang intinya dapat bermanfaat bagi kita semua. Akhir kata;
Om Loka Samasta Sukhino Bhawantu”
Ya Tuhan Semoga seluruh isi alam berbahagia”
OM SANTIH SANTIH  SANTIH  OM
.....

SELINGKUH TIADA AKHIR


Om Swastyastu, Om Awignam Astu Namasidham, Om Anobadrah Kratavo Yantu Wisvatah (ya Tuhan semoga pikiran yang baik datang dari segala arah), Pendengar sedharma yang berbahagia, puja dan puji syukur kita haturkan kehadapan Sang Hyang Widhi Wasa (TYME), karena kita dapat berjumpa dalam acara Renungan Agama Hindu yang disiarkan melalui RRI Nabire. Dalam Tema kita malam ini yaitu SELINGKUH TIADA AKHIR”.
Pendengar sedharma di manapun anda berada,
Ada sebuah cerita. Alkisah, ada seorang wanita yang amat setia pada suaminya. Tidak pernah sekalipun, ia melakukan kegiatan perselingkuhan. Oleh karena itu, bisa dimaklumi kalau ketika meninggal ia masuk surga. Dan yang paling penting, ia berangkat ke surga dengan mengemudikan mobil mewah Fortuner.
Pendengar sedharma,
Tetangga wanita tadi lain lagi. Ketika ditanya oleh petugas pintu surga dan neraka, apakah ia pernah selingkuh atau tidak, dengan jujur ia menjawab, hanya pernah selingkuh sepuluh kali. Menyadari, bahwa angka sepuluh terakhir masih di bawah rata-rata, maka tetangga inipun bisa masuk surga. Bedanya, ia pergi ke surga hanya dengan menaiki Toyota Kijang. Alangkah terkejutnya pengemudi Kijang terakhir, ketika menemui wanita tetangganya yang naik Fortuner tadi, berhenti di tengah jalan sambil menangis tersedu-sedu. Beberapa kali ditanya, tetap saja tidak bisa menjawab, karena hisak tangisnya yang tidak berhenti-berhenti.
Saudara Pendengar Sedharma yang saya bangakan,
Ketika semua air matanya habis, sambil menyesal ia bertutur : bukannya saya tidak mensyukuri naik Fortuner, namun ketika menoleh ke jalan bawah sana, dengan terang kelihatan kalau suami saya sedang menuju ke sini hanya dengan mengendarai sepeda.
Pendengar Umat Sedharma yang saya cintai,
Demokrasi sudah lama memasuki wilayah tawa. Jadi, Kita semua bebas sebebas-bebasnya tertawa dengan cerita ini. Hanya saja, setiap kali saya membaca dan mendengar kisah Republik kita ini yang demikian terpuruknya, lengkap dengan banyaknya yang terkena negative spread, serta nilai rupiahnya yang tidak kunjung menggembirakan, saya teringat lagi lelucon tadi. Antara lelucon tadi di satu sisi, dengan krisis Kepemimpinan Indonesia di lain sisi, sepintas memang tidak ada hubungannya. Atau kalau dicari hubungannya, hanya akan mencari-cari saja. Entah di dunia lelucon, atau di dunia ilmiah, sebenarnya keduanya disatukan oleh sebuah benang merah: mau bepergian, membeli tiket pesawat, tapi tidak tahu tujuannya mau ke mana.

Pendengar Sedharma,
Serupa dengan sang suami yang naik sepeda ke surga, demikian juga nasib negeri kita ini. Kesakitan, lelah, habis keringat dikuras oleh kegiatan-kegiatan yang tidak jelas mau kemana. Coba lihat korupsi merajalela, bahkan seolah-olah memakan uang rakyat itu merupakan kebuah keharusan. Banyak politisi dalam mencari jalan keluar, atau juga perseteruan MPR/DPR dengan presiden dalam mencari jalan keluar, sampai membentuk KPK dan dilarang menakut-nakuti penjabat dalam mengambil keputusan, sehingga penjabat atau pemimpin daerahpun bingung harus kemana?. Tetapi di balik itu semua dan yang jauh dari jangkauan KPK penjabat berjamaah/bersama-sama untuk melakukan praktetk KKN.
Saudara Pendengar Umat Sedharma,
Tidak jauh berbeda dengan orang bepergian yang mesti mulai dengan tujuan, demikian juga dengan pengelolaan Negeri kita. Kebijakan dan strategi yang dibangun di atas tujuan yang tidak jelas, hanya akan membawa kita pada kepanikan-kepanikan baru. Demikian banyak dan menumpuknya kepanikan, sampai-sampai banyak orang tidak sadar lagi, kalau sedang menaiki pesawat yang terbang tinggi dengan kecepatan yang tinggi juga, tapi tidak memiliki tujuan.
Pendengar sedharma dan para bhakta terkasih,
Sebagaimana kita semua sudah tahu, seberapa cepatpun kita terbang, tidak akan pernah bisa sampai di tujuan, kalau tujuannya tidak jelas dari awal hingga akhir. Ia hanya akan membuat semua orang berputar lelah di wilayah yang tanpa arah.
Pendengar Sedharma,
Kadang ada sahabat yang bertanya: kenapa setelah demikian banyak intelektual yang dihasilkan negeri ini, toh kita semakin terpuruk dengan perebutan kekuasaan, merauk keuntungan menjadi penjabat bublik, mengatas namakan mengembalikan modal saat ia berkampanya. Entah bagaimana pendapat Anda, bagi saya intelektualitas bukanlah segala-galanya. Ia hanyalah salah satu sudut pandang, di tengah banyak sekali sudut pandang lainnya.
Pendengar sedharma di manapun anda berada,
Tujuan dan kebenaran lainnya, lebih mungkin didekati, kalau kita bersedia merangkum, merangkai dan menggandengkan beragam pendekatan ini. Seperti cermin yang sudah pecah, wajah kita akan tampil utuh, kalau kegiatan merangkai terakhir bisa dilakukan. Sayangnya, kegiatan merangkai inilah yang sulit sekali dilakukan di negeri ini. sosiolog menuduh polititisi sebagai biang keladi. Politisi mengatakan sosiolog tidak becus dalam membangun fundamen-fundamen manusia. Dan seterusnya tanpa mengenal kata henti. Seolah-olah, semua orang sedang 'berselingkuh' demikian asiknnya dengan kebenaran dan profesi masing-masing. Maka jadilah negeri ini sebuah skandal 'selingkuh' terbesar. Bagaimana tidak terbesar, bila suami atau isteri yang berselingkuh, ia masih dihinggapi perasaan bersalah dan berdosa. sosiolog, politisi dan pembela-pembela kebenaran parsial lainnya, berselingkuh tanpa menyadari sedikitpun kekeliruannya.
Pendengar Sedharma yang berbahagia,
Mungkin benar anggapan semua orang, bahwa kita memang sekumpulan manusia yang amat 'setia' pada bangsa dan negara. Dan salah seorang sahabat yang entah melawak entah frustrasi, menyebut setia itu kepanjangannya adalah selingkuh tiada akhir. Dan bahkan tulisan inipun sebenarnya bentuk lain dari selingkuh. Bagaimana tidak selingkuh, kalau hanya bermodalkan selembar halaman majalah, namun mau menyelesaika persoalan bangsa?
Pendengar sedarma yang saya cintai,
Marilah kita bertobat, dan marilah kita bangun bangsa kita ini dengan kesucian hati, keiklasnan, kesabaran, cinta kasih, dan yang pastinya kalau kita telah menjadi penjabat, hendaknya jabatan itu sebagai media beryadnya, bukan malah menjadi media memperkaya diri dan family.
Pendengar sedharma yang saya bangakan,
Demikian yang dapat saya sampaikan, semoga dapat bermanfaat bagi kita semua demi kelangsungan bangsa dan Negara Indonesia tercinta. Akhir kata:
Om Loka Samasta Sukhino Bhawantu”
Ya Tuhan Semoga seluruh isi alam berbahagia”
OM SANTIH SANTIH  SANTIH  OM

MEMBANGUN HUBUNGAN SOSIAL YANG BERBUDAYA

.
OM SWASTYASTU, Om Avighnam Astu Namo Sidham, Om anobadrah kratavo yantu visvatah, (ya Tuhan semoga pikiran yang baik datang dari segala arah). Pendengar umat Sedharma yang berbahagia, selamat pagi dan selamat berjumpa dalam acara Santapan Rohani Agama Hindu. Puja dan puji syukur patut kita haturkan kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa (TYME), karena atas segala Asung Kerta Wara Nugraha-Nya kita masih diberikan kesehatan dan kesempatan untuk Berbagi ajaran Beliau, adapun topik kita pagi ini yaitu tentang “MEMBANGUN HUBUNGAN SOSIAL YANG BERBUDAYA”.

Pendengar Umat Sedharma yang saya cintai,
Orientasi hidup manusia dewasa ini sudah sangat bergeser. Dari hidup mencari ketenangan rohani telah begeser menjadi hidup mencari kesenangan indriawi. Dengan demikian kebutuhan hidup manusia pada benda-benda pemuas nafsu semakin meningkat. Untuk mendapatkan benda-benda itu manusiapun harus bekerja keras untuk mencari uang sebanyak-banyaknya. Waktu, perhatian, pikiran dan tenaga sebagian terbesar habis untuk mencari uang.

Pendengar sedharma,
Sehingga Sangat sedikit waktu, perhatian, pikiran dan tenaga digunakan untuk mengembangkan hubungan kasih sayang dengan sesama dalam kehidupan masyarakat. Demikian juga Bhakti pada Tuhan mendapatkan porsi waktu, perhatian, pikiran maupun tenaga yang sangat sedikit. Hal inilah nampaknya sebagai penyebab utama bergesernya hubungan antara manusia dengan manusia dalam masyarakat. Hubungan tersebut menjadi bergeser dari hubungan berdasarkan kasih sayang menjadi hubungan berdasarkan kepentingan. Hubungan menjadi berakrabria kalau ada kepentingan dibaliknya. Kalau tidak ada kepentingan tidak ada waktu untuk berakrab-akrab seperti itu. Para penguasapun menjadi sangat sulit dihubungi karena penguasa itu tahu bahwa yang ingin berhubungan denganya itu ada kepentingan tertentu. Namun kalau sang penguasa  ada kepentingan, waktupun menjadi sangat mudah diatur.

Pendengar Sedharma yang saya banggakan,
Demikian juga orang kaya akan menjadi sulit dihubungi kalau mereka tidak punya kepentingan. Namun kalau mereka ada kepentingan uangpun dihambur-hamburkan. Hubungan sosial yang berbudaya harus ada keseimbangan antara hubungan berdasarkan kasih sayang dan hubungan berdasarkan kepentingan. Kepentingan yang menjadi dasar hubungan sosial itupun hendaknya kepentingan  umum. Bukan kepentingan individu yang sempit dan tidak berlandaskan Dharma. Peningkatan hidup baik rohani maupun duniawi tidak dapat diraih dengan baik tanpa Prema dan Bhakti. Prema artinya kasih sayang sebagai dasar hubungan antar manusia dengan manusia dan manusia dengan alam lingkunganya. Sedangkan Bhakti adalah landasan hubungan antar manusia dengan Tuhannya. Hubungan yang berdasarkan Prema dan Bhakti inilah yang  dapat menumbuhkan hubungan sosial yang berbudaya.

Saudara Pendengar Sedharma dimanapun berada,
Prema dan Bhakti ini dapat membawa seseorang meningkat kehidupanya secara bertahap. Peningkatan itu menuju tahapan hidup yang bersifat Sekala dan Niskala atau kehidupan duniawi dan kehidupan rokhani. Untuk mengembangkan hubungan berdasarkan Prema dan Bhakti umat Hindu mengembangkannya melalui sistem pemujaan pada Tuhan dan leluhur. Lewat sistem pemujaan itulah umat Hindu diarahkan untuk mengembangkan hubungan berdasarkan Prema dan Bhakti. Ada empat sistem Pemujaan yaitu:

Pendengar Umat sedharma di manpun anda berada,
Pertama pemujaan lewat Pura Keluarga atau Sanggah yang disebut Pura Kawitan. Dari keluarga inti dengan  Merajan Kamulanya sampai kelurga besar dalam satu keturunan (satu leluhur). Lewat Pemujaan Keluarga inilah umat dibina untuk mengembangkan hubungan berdasarkan kasih sayang yang murni (Prema Wahini) dalam satu keluarga. Dari Keluarga inti sampai keluarga satu satu keturunan yang yang lain. Lewat Pura Kawitan/keluarga inilah dikembangkannya kerukunan family.

Pendengar Umat Sedharma yang saya banggakan,
Kedua lewat Pura Desa. Pura Desa itu meliputi Pura Kahyangan Tiga, apabila ada, dan Pura yang di empon oleh Desa bersangkutan. Lewat Pura Desa ini dikembangkan kerukunan teritorial dengan kasih dan Bhakti yang meliputi umat yang bermukim diwilayah Desa bersangkutan. Dan yang Ketiga lewat Pura Swagina. Pura Swagina adalah Pura sebagai tempat pemujaan Tuhan bagi umat Hindu yang memiliki profesi yang sama. Misalnya petani memiliki Pura Subak, Pura Ulun Carik, Alas Arum dll. Pedagang memiliki Pura Melanting. Nelayan memiliki Pura Segara. Dan pegawai memliki Pura Padmasana di kantornya masing-masing, dan apabila ini semua belum ada, hendaknya untuk di buat, karena di Pura Swagina inilah dikembangkan kerukunan fungsional. Artinya kerukunan bagi mereka yang bekerja dalam satu profesi atau satu fungsi.

Pendengar sedharma,
Dan yang terakhir. lewat Pura Kahyangan jagat atau Pura Agung. Di Pura Agung ini umat dibina untuk mengembangkan hubungan berdasarkan Prema dan Bhakti pada sesama dengan tidak membeda-bedakan Suku, Ras, Asal dan jenis profesinya. Lewat Pura Agung inilah umat mendapatkan kondisi untuk mengembangkan kerukuan Universal. Untuk membangun hubungan sosial yang berbudaya dalam kehidupan kota budaya, hendaknya hubungan itu dapat dikembangkan melalui empat jenis kerukunan tersebut.

Pendengar umat Sedharma yang berbahagia,
Itulah fungsi Pura dalam ajaran Agama Hindu. Jadi pura bukan saja sebagai tempat beribadah, tetapi sebagai media untuk simakrama atau silaturahmi antar sesama.

Pendengar sedharma yang saya cintai,
   Pen Demikian makna dari pura sebagai media menjalin hubungan sosial yang harmonis dalam kehidupan di dunia ini. Dan semoga apa yang saya sampaikan ini dapat memotivasi kita semua untuk terus berbuat dan berkarya dalam menjalin hubungan sosial yang harmonis  dalam kehidupan kita ini. Akhir kata,,,,,,,,
Om Loka Samasta Sukhino Bhawantu”
“ Ya Tuhan Semoga seluruh isi alam berbahagia”
OM SANTIH SANTIH  SANTIH  OM

FUNGSI CATUR WARNA

..
Om Swastyastu, Om Awignam Astu Namosidham, Om Anobadrah Kratavo Yantu Wisvatah (ya Tuhan semoga pikiran yang baik datang dari segala penjuru), Pendengar sedharma yang berbahagia, Puja dan Puji syukur patut kita haturkan kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa (TYME), karena Atas segala Asung kerta wara nugrahaNya yang telah Beliau limpahkan kepada kita semua, sehingga dalam kesempatan ini kita dapat berjumpa kembali pada acara Renungan Agama Hindu yang disiarkan melalui RRI Nabire. Adapun topik Renungan kita malam ini adalah tentang FUNGSI CATUR WARNA”

Pendengar Umat sedharma yang Saya cintai,
Ajaran Catur Warna adalah konsep membangun hidup harmonis antar profesi. Secara umum Tuhan menciptakan empat profesi yang disebut Catur Warna. Dengan empat profesi tersebut umat manusia bisa hidup untuk saling bersinergi berdasarkan empat profesi tersebut. Mantra Yayurveda XXX.5 menyatakan bahwa Tuhan telah menciptakan Brahmana untuk mengembangkan ilmu pengetahuan. Ksatria untuk perlindungan, Vaisya untuk kesejahtraan ekonomi dan Sudra untuk pekerjaan jasmani. Bhagawad Gita IV.13 menyatakan untuk menentukan Brahmana, Ksatria, Vaisya dan Sudra diitentukan oleh Guna dan Karma, artinya oleh sifat/bakat dan perbuatan/ pekerjaan dan bukanlah berdasarkan Wangsa atau keturunan

Pendengar Sedharma dimanapun anda berada,
Antara Warna satu dengan warna yang lainya berbeda-beda. Warna Bramana, Ksatria, Vaisya dan Sudra berbeda-beda. Tetapi perbedaan itu saling lengkap melengkapi. Keempat Varna itu posisinya setara. Harkat dan martabat kemanusiaannya sama. Mereka tidak akan produktif kalau dalam kehidupan  bersama tidak saling bersinergi dengan setara, bersaudara dan merdeka dalam mengembangkan profesinya masing-masing.

Pendengar Umat Sedharma,
Dari gambaran umum itu dapat disimpulkan bahwa keempat profesi yang disebut Catur Warna itu harus membangun hubungan yang harmonis antara satu profesi dengan profesi yang lainya. Inlah yang dapat kita sebut keharmonisan pararel horisontal. Kaharmonisan itu sudah diciptakan oleh Tuhan landasan filosofinya. Manusia hanya berupaya mengembangkan konsep keharmonisan yang pararel horisontal itu.

Pendengar Sedharma,
Tapi sayang ajaran Catur Warna yang demikian mulia itu terpeleset disalah pahami menjadi Kasta dan Wangsa. Karena kesalah pahaman tersebut menyebabkan banyak ketidak harmonisan sosial yang dimunculkan oleh  eksistensi Kasta dan Wangsa. Tetapi akan menjadi suatu Yadnya yang amat mulia bagi mereka yang berjuang untuk mengembalikan ajaran Catur Warna Sabda Tuhan itu, agar sesuai dengan konsepnya. Melalui pengembangan ajaran Tri Hita Karana itu dapat diupayakan lebih nyata kemurnian ajaran Catur Warna dari debu Kasta dan Wangsa.

Pendengar umat Sedharma yang berbahagia,
Konsep Wagsa sesungguhnya konsep yang amat mulia untuk membangun keharmonisan family, untuk berbhakti pada leluhur sebagai tangga menuju pemujaan pada Tuhan. Karena amat mulia pahalanya berbhakti pada leluhur itu. Atau yang sering disebut  Vrddhopasevinah. Kata Vrddha artinya orang tua, seperti ayah ibu, kakek nenek, buyut dan seterusnya. Orang tua itu juga termasuk saudara dari ayah ibu, kakek nenek dst.

Pendengar sedharma,
Empat pahala yang didapatkan oleh mereka yang berbhakti pada orang tua sebagaimana dinyatakan dalam Sarasamuscaya 250 itu adalah : kirti, ayusa, yasa dan bala. Artinya hidup sejahtra, umur panjang, berbuat jasa (patitinggal rahayu), bala artinya sakti. Sakti menurut Wrehaspati Tattwa 21 adalah  banyak memiliki ilmu dan banyak kerja dengan ilmu tersebut  (Sakti ngaran sarwa jnyana muang sarwa karya).

Pendengar sedharma yang saya banggakan,
Dalam kitab Manawa Dharmasastra II.121 juga dinyatkan bahwa, ada empat pahala yang akan diproleh bagi mereka yang berbhakti pada orang tua yaitu : Ayu, Widya, Yasa dan Bala. Ayu artinya sehat sejahtra dan panjang umur, Widya berilmu, Yasa dapat berbuat jasa, Bala kuat fisik dan mental. Dalam Sloka Manawa Dharmasastra ini berbhakti pada orang tua itu disebutkan dengan istilah yang sama dengan Sarasamuscaya yaitu : Vrddhopasevinah . Istilah yang digunakan bukan bhakti tetapi sevinah yang berasal dari kata seva artinya melayani. Istilah seva nampaknya berarti lebih khusus pada perlakuan nyata sebagai wujud bhakti pada orang tua. Kata bhakti memiliki makna lebih umum dan luas. Ini artinya seva itu ada wujud dari bhakti.

Pendengar sedharma di manapun anda berada,
Pandangan inilah yang sebaiknya dijadikan dasar untuk mengembalikan kesalah pahaman dalam menerapakan konsep Wangsa dalam kontek ajaran Agama Hindu tersebut. Ini artinya dalam membangun keharmonisan sosial marilah tegakan konsep Catur Warna sesuai dengan substansinya, yaitu membangun keharmonisan sosial berdasarkan profesi. Sedangkan  konsep Wangsa sebagai konsep untuk memotivasi umat Hindu agar berbhakti pada orang tua untuk meraih empat pahala sebagaimana dinyatakan dalam Sarasamuscaya dan Manawa Dharmasastra tersebut.

Pendengar sedharma yang berbahagia,
Dengan demikian mengembalikan kemurnian ajaran Catur Warna bukan berarti menghapuskan konsep Wangsa. Justru konsep Wangsa sebagai lembaga berbhakti pada orang tua sebagai sub sistem dari membangun keharmonisan sosial dengan ajaran Catur Asrama. Ini artinya konsep Wangsa dalam kaitannya dengan Tri Hita Karana adalah konsep untuk membangun keharmonisan sosial antar generasi. Dengan lembaga kewangsaan itu dapat dibangun hubungan yang harmonis antara generasi muda dengan generasi tua.

Pendengar sedharma yang saya cintai,
Itulah arti dan maksud catur Warna. Yang pada intinya sebagai media untuk menjalin keharmonisan antar sesam manusia dan demikian yang dapat saya sampaikan, kiranya hal ini bermanfaat bagi kita semua. Dan semoga Sang Hyang Widhi Wasa senantiasa melindungi dan menganugrahkan kesehatan bagi umatnya. Akhir kata;
Om Lokasamasta sukhino bhawantu.
“Ya Tuhan Semoga seluruh isi alam berbahagia”
OM SANTIH, SANTIH, SANTIH OM .
.

MENDIDIK DAN MELATIH HAWA NAFSU

..
Om Swastyastu, Om Awignam Astu Namasidham, Om Anobadrah Kratavo Yantu Wisvatah (ya Tuhan semoga pikiran yang baik datang dari segala arah), Pendengar sedharma yang berbahagia, puja dan puji syukur kita haturkan kehadapan Sang Hyang Widhi Wasa (TYME), karena kita dapat berjumpa dalam acara Santapan Rohani Agama Hindu yang disiarkan melalui RRI Nabire. Adapun Tema kita pagi ini adalah tentang MENDIDIK DAN MELATIH HAWA NAFSU”

Pendengar Umat Sedharma yang Saya Cintai,
Kejahatan, kebrutalan, prilaku kasar, penipuan, perampokan aset publik dengan segala cara dan semua jenis prilaku buruk, sesungguhnya berasal dari gejolak hawa nafsu yang tidak terdidik dan terlatih. Bahkan sebaliknya hawa nafsu itu justru mendapatkan peluang yang semakin banyak untuk dimanjakan. Ia tidak terdidik dan terlatih untuk patuh pada arahan pikiran dan kesadaran budhi.

Pendengar Umat Sedharma yang berbahagia,
Struktur diri yang idial adalah besarnya kadar spiritual (spiritual question) menguatkan kecerdasan intelektual (intelektual question) untuk mengendalikan kadar emosi (emosion question). Kondisi diri yang demikian itulah akan dapat menjadi media merealisasikan kesucian Atman dalam prilaku sehari-hari. Sayang jaman Kali ini sangat sulit membangun diri seperti itu. Mengapa demikian, karena kondisi luar diri manusia sudah demikian marak tersedianya berbagai fasilitas untuk mengumbar hawa nafsu. Adanya sementara tempat-tempat hiburan yang kebablasan dilengkapi dengan fasilitas pengumbaran nafsu. Demikian juga banyak yang terselubung dalam berbagai bentuk kegiatan yang nampak luarnya sangat terhormat seperti kegiatan bisnis barang maupun jasa. Usaha itu sepertinya berkedok untuk memberikan pelayanan prima untuk kepuasan konsumen. Namun apa yang disebut puas itu memang tidak mudah membatasinya serta Etika dan moralpun diabaikan.
Pendengar Umat Sedharma yang Berbahagia,
Dalam kitab Katha Upanisad, nafsu itu diibaratkan kuda. Kuda yang bertenaga kuat namun tidak terdidik dan terlatih dengan baik tentunya dapat melarikan kereta dengan semena-mena. Hal itu dapat memporak porandakan kereta itu sendiri, sehingga tidak dapat mencapai tujuan yang semestinya. Kalau kuda yang kuat itu patuh pada kendali kusirnya tentunya sangat baik.

Pendengar Sedharma,
Pada jaman industri dewasa ini banyak sekali hasil rekayasa IPTEK yang menghasilkan benda-benda yang justru mengobarkan hawa nafsu. Padahal tujuan IPTEK adalah memberi kemudahan hidup secara wajar kepada umat manusia. Tentunya akan sangat sulit  membendung cepatnya pengembangan rekayasa IPTEK tersebut pada jaman industri ini. Perobahan dalam sistim tehnologi ini demikian cepat. Sistim Budaya yang disebut Sistim Tehnologi yang cepat demikian itu sedikitnya akan dapat  dibendung akibat negatifnya dengan cara mempercepat gerak sistim religi untuk memperkuat moral dan mental masyarkat. Sayangnya pada kenyataannya sistim budaya yang disebut sistim religi ini adalah sistim budaya yang paling lamban perobahannya. Sedangkan sistim tehnologi adalah sistim budaya yang  paling cepat berobah. Demikian menurut Prof. Dr. Koentjaraningrat  dalam bukunya Kebudayaan Mentaliteit dan Pembangunan. 

Pendengar Umat Sedharma dimanapun berada,
Untuk memacu gerak yang lebih cepat dari sistim religi ini semestinya berbagai kelompok umat dalam berbagai bentuk mentradisikan berbagai sistim untuk mendidik dan melatih hawa nafsu. Dalam Sastra Hindu banyak sekali kita jumpai konsep dasar bagaimana caranya mendidik dan melatih hawa nafsu melalui sistim-sistim pengendalian Dasa Indria. Sayangnya kegiatan yang bertemakan keagamaan saja sangat sedikit menyertakan program kegiatan pendidikan dan pelatihan untuk pengendalian indria. Demikian juga secara individu sepertinya sangat sedikit sekali orang terpanggil untuk mendidik dan melatih pengekangan indrianya. Justru kegiatan keagamaan lebih banyak menonjolkan pesta-pesta yang justru lebih mengutamakan pemenuhan indria untuk pengumbaran hawa nafsu. Sesungguhnya dalam ajaran Hindu seperti Upacara Panca Yadnya dan juga berbagai Hari Raya Hindu menurut lndasan Tattwa dan susilanya adalah media untuk mendidik dan melatih indria agar dapat dikendalikan oleh kekuatan pikiran dan kesadaran budhi. Dengan demikian berbagai prilaku umat dalam menyeleng garakan kehidupanya sehari-hari tidak gejolak hawa nafsu itu yang dijadikan dasar menggerakan indria.
Pendengar Umat Sedharma yang berbahagia,
Substansi mendidik dan melatih hawa nafsu itu sepetinya masih sangat sedikit mendapatkan porsi dalam kegiatan beragama dalam Upacara yadnya maupun dalam kegiatan lainya, sehingga bukan SDM yang semakin bermoral dan bermental dengan daya tahan baja yang didapatkan. Justru lebih banyak berbangga-bangga yang kosong mereka dapatkan. Ingin mendaptakn jabatan dalam pemerintahan, kekayaan dengan segala cara, gelar keilmuan yang tinggi dllnya, itu tentunya sangat syah dan wajar dalam hidup ini. Kalau hal itu dicari dengan dorongan hawa nafsu yang tidak terkendali oleh kadar spiritual atau kesadaran budhi yang tinggi, maka semua hal itu akan dicari dengan cara-cara yang emosional semata.

Pendengar sedharma yang saya banggakan,
Kegiatan beragama seperti Hari Raya Nyepi saja mungkin lebih banyak umat yang tidak melakukan pendidikan dan latihan pengekangan hawa nafsu dengan berpuasa. Padahal Hari Raya Nyepi sudah sangat jelas substansinya untuk mengekang hawa nafsu mengendalikan indria. Apa lagi hari raya keagamaan yang lainya, seperti Galungan dan Kuningan semakin tidak dijadikan media pendidikan dan latihan mengendalikan hawa nafsu. Padahal kalau kita dalami, substansi Galungan dan Kuningan dalam Lontar Sundarigama juga tidak jauh berbeda dengan Nyepi, yaitu memenangkan diri (Dharma) dari penjajahan hawa nafsu. Hidup enak itu baik tetapi hidup seenaknya itu yang tidak baik. Mengendalikan nafsu itu memang enaknya hidup ini akan terkekang. Tetapi akibatnya akan menguatkan hidup selanjutnya. Hidup yang kuat itulah hidup enak yang sesungguhnya.

Pendengar Umat Sedharma yang Saya cintai,
Demikian yang dapat saya sampaikan, kiranya bermanfaat bagi kita semua. Dan semoga Sang hyang Widhi senantiasa melindungi dan menganugrahkan kesehatan bagi umatnya.
Om Lokasamasta Sukhino Bhawantu.
Ya Tuhan Semoga seluruh isi alam berbahagia”
OM SANTIH, SANTIH, SANTIH OM .

KALAU KAMI MENGALAHKAN KITA

..
Om Swastyastu, Om Awignam Astu Namosidham, Om Anobadrah Kratavo Yantu Wisvatah (ya Tuhan semoga pikiran yang baik datang dari segala penjuru), Pendengar sedharma yang berbahagia, Puja dan Puji syukur patut kita haturkan kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa (Tuhan yang Maha Esa), karena Atas segala Asung kerta wara nugrahaNya yang telah Beliau limpahkan kepada kita semua, sehingga dalam kesempatan ini kita dapat berjumpa kembali pada acara Renungan Agama Hindu yang disiarkan melalui RRI Nabire. Adapun topik Renungan kita malam ini adalah tentang KALAU KAMI MENGALAHKAN  KITA

Pendengar Umat Sedharma yang saya banggakan,
Eksistensi individu dan kelompok semakin kuat dalam proses modernisasi yang konon sudah berada pada kondisi post modern. Nilai-nilai spiritual Agama memang mendorong untuk memajukan eksistensi individu dan sosial yang berkualitas. Tetapi karena beragama lebih mengutamakan aspek institusi formal maka hal itu memunculkan sikap exclusivisme Agama yang berlebihan. Eksistensi individu dan kelompok yang kuat itu menyebabkan eksistensi kami mengalahkan kita. Kami sebagai partai A lebih diutamakan dari pada kita sebagai bangsa Indonesia. Kami sebagai penganut Agama B lebih dieksistensikan dari pada kita sebagai umat manusia. Hal ini menyebabkan semakin sulitnya membangun persaudaraan sejati dalam kehidupan bersama dalam masyarakat.

Pendengar Umat Sedharma yang berbahagia,
Persuadraan sejati itu adalah kuatnya sikap bersaudara sesama manusia. Apakah saudara se-ayah se-ibu, se-agama, se-partai, se-suku, se-bangsa, se-negara, dst. Dalam persaudaraan yang sejati eksistensi kami dan kita sama-sama saling memperkuat. Meskipun menganut aliran politik yang berbeda tetapi tetap merasa besaudara senegara. Menganut Agama yang berbeda tetapi tidak merasa karena perbedaan Agama yang dianut itu sebagai sesuatu yang berhadap-hadapan dalam kondisi bermusuhan. Rasa bermusuhan antara umat yang berbeda Agama atau antara masyarakat yang berbeda partai politik akan terjadi apa bila adanya sikap untuk saling meniadakan antara satu dengan yang lain. Sikap itu muncul karena tidak adanya sikap integritas yang murni dalam masing-masing individu dan kelompok.

Pendengar Umat Sedharma yang saya cintai,
Kepentingan individu dan kelompok itu seharusnya tidak dibuat berdikotomi dengan kepentingan bersama yang lebih luas. Kami dan kita jangan dibuat berdikotomi. Kalau kami mengalahkan kita maka persatuan dan kesatuan bangsa tidak akan terjadi. Karena berbagai kelompok sosial yang membangun bangsa asyik dan mengexclusivekan kelompoknya masing-masing. Kalau dalam satu bangsa tidak ada persahabatan yang sejati bagaimana mungkin terjadi persahabatan dalam persaudaraan dunia yang aman dan damai.

Pendengar Umat Sedharma,
Sebaliknya kalau kita mengalahkan kami maka akan terjadi penekanan negara pada berbagai kelompok sosial dalam suatu negara. Rasa tertekan yang bersifat struktural akan menghantui kehidupan masyarakat. Dalam kondisi masyarakat yang tertekan tidak mungkin mampu produktif menumbuhkan nilai-nilai spiritual maupun material secara seimbang dan kontinue. Kehidupan yang aman dan sejahtra akan terwujud kalau kondisi sosial itu mendorong tumbuhnya nilai-nilai spiritual dan material secara seimbang dan kontinue. Pelanggaran hukum dan HAM akan menjadi, kalau kita tidak memberikan peluang hidup pada kami. Kalau demikian halnya setiap orang harus mampu membangun sikap yang seimbang terhadap kami dan kita dalam dirinya.

Pendengar Umat Sedharma dimanapun anda berada,
Kehidupan beragama harusnya dapat memberi kontribusi dalam menumbuhkan sikap hidup yang seimbang terhadap kami dan kita. Agama Hindu sangat yakin bahwa semua manusia yang hidup di kolong langit ini tercipta karena Kemaha Kuasaan Tuhan Yang Esa. Dari sudut pandangan ini semua manusia adalah bersaudara. Namun demikian tidak berarti tidak boleh ada keaneka ragaman hidup di dunia ini. Hakekat manusia multi dimensi. Manusia itu sama dan sekali gus berbeda, Setiap manusia memiliki jasmani dan rokhani. Cuma struktur jasmani dan rokhaninya itu yang berbeda-beda. Persamaan dan perbedaan dalam diri mansuai itu sebagai media untuk menuju yang satu. Yang satu itu adalah untuk memuliakan hidup di dunia ini.

Pendengar Umat Sedharma yang berbahagia,
Tidak ada satupun manusia di dunia ini yang tidak ingin memuliakan hidupnya di dunia ini. Karena itu dalam mengeksistensikan sikap kami jangan sampai mengabaikan aspek kita. Karena hal itu akan mengganggu hakekat manusia dalam memuliakan hidupnya. Kalau prinsip kami yang terlalu eksis maka akan dapat mengganggu eksistensi kami yang lainya. Kalau terjadi proses saling mengganggu antara prinsip kami“ yang satu dengan prinsip kami yang lain, maka hal itu akan menjadi hambatan bagi manusia untuk memuliakan hidupnya.

Saudara Pendengar Sedharma yang saya cintai,
Agar prinsip kami yang satu tidak saling mengganggu dengan prinsip kami yang lainya dalam hal inilah diperlukan prinsip kita. Prinsip kita inilah yang akan menjadi benang merah berbagai perbedaan antara kami  yang satu dengan kami yang lainya.

Pendengar sedharma yang berbahagia,
Apa yang disebut Sama Beda dalam ajaran Hindu akan dipertemukan secara terpadu. Kondisi Indonesia saat ini sepertinya mengarah pada kami semakin mengalahkan kita. Untuk mencegah dinamika yang mengarah pada kalahnya kita oleh kami perlu diingatkan agar semua pihak membangkitkan paradigma keseimbangan. Kehidupan beragama semestinya yang paling dikedepankan untuk memberi contoh bersinerginya antara  kami dengan kita dalam kehidupan sehari-hari. Melalui kehidupan beragama dapat dibangun kami yang kuat tetapi juga menguatkan kita. Membangun kehidupan beragama yang kuat demi bangsa. Membangun bangsa yang kuat demi melindungi kehidupan beragama. Demikianlah kami saling memperkuat dengan kita dan marilah semua umat manusia untuk membangun bingkai kemanusiaan yang beradap dan bermartabat.

Pendengar sedharma yang saya cintai,
Itulah arti dan maksud dari pada ajaran Agama untuk kami semua. Dan demikian yang dapat saya sampaikan, kiranya hal ini bermanfaat bagi kita semua. Dan semoga Sang Hyang Widhi senantiasa melindungi dan menganugrahkan kesehatan bagi umatnya.
Om Lokasamasta sukhino bhawantu.
“Ya Tuhan Semoga seluruh isi alam berbahagia”
OM SANTIH, SANTIH, SANTIH OM .
.

AHIMSA


OM SWASTYASTU, Om Avighnam Astu Namo Sidham, Om anobadrah kratavo yantu visvatah, (ya Tuhan semoga pikiran yang baik datang dari segala arah) Saudara pendengar umat Sedharma yang berbahagia dimanapun berada, selamat pagi dan selamat berjumpa kembali dalam acara Santapan Rohani Agama Hindu. Puja dan puji syukur patut kita haturkan kehadapan Ida Sang Hyang  Widhi Wasa (Tuhan yang Maha Esa), karena atas segala Asung Kerta Wara Nugraha-Nya kita masih diberikan kesehatan dan kesempatan untuk Berbagi ajaran Beliau, adapun topik kita pagi ini yaitu tentang “AHIMSA.
.
Saudara Pendengar Umat sedharma di manpun anda berada,
Salah satu ajaran yang harus kita laksanakan dalam agama hindu adalah Ahimsa, yang artinya tidak membunuh atau menyakiti makluk lain. Ajaran ahimsa ini walaupun cukup sederhana tetapi tidak gampang untuk kita melakukannya. Karena setiap hari kita pasti terlibat pembunuhan atau kekerasan terhadap makluk lain, kenapa demikian??, karena Setiap hari kita perlu makan, dan makanan itu kita peroleh dengan mengorbankan makluk lain atau dengan membunuh makluk lain, bagaimana sebenarnya kita harus menerapkan ajaran Ahimsa?
Pendengar Sedharma yang saya banggakan,
Weda menyatakan Ahimsa Paramo Dharma, artinya melaksanakan Ahimsa adalah Dharma/ kebajikan tertinggi, perlu kita ketahui dan pahami bersama bahwasanya Seorang Mahatma Gandhi memperjuangkan kemerdekaan India dengan Ajaran Ahimsa atau tanpa perlawanan dengan kekerasan, ternyata hasilnya terbukti, walaupun tanpa mengangkat senjata  Mahatma Gandhi sukses dengan memcapai kebebasan tanah airnya dari penjajah tanpa kekerasan, itulah yang perlu kita ketahui bersama. Hal ini menunjukkan bahwa tanpa kekerasan bukan berarti lemah, tanpa kekerasan merupakan ajaran yang ampuh bagi pembebasan Negeri India, itulah sejarah dari kemerdekaan Hindia, maka oleh karena itu jaganlah kita mengagap dengan jalan angkat senjata atau kekerasan semuanya akan berhasil.
Pendengar Umat Sedharma yang saya cintai,
Kita mungkin merasa sulit untuk tidak melakukan kekerasan, tidak membunuh, maupun tidak membenci makluk lain, itu ada karena ego kita belum bisa kita tundukkan atau taklukkan (itulah sebenarnya musuh yang sangat sulit kita kalahkan), ada orang  berkata yang tidak cocok dengan hati kita maka kita tersinggung, ada orang berbisik  bisik dibelakang kita, kita merasa curiga dan lainnya. Inilah sifat  sifat yang berasal dari guna Rajas atau sifat  sifat aktif kita yang sudah terkotaminasi dengan egoism (memikirkan diri sendiri). Oleh karena itu marilah kita menetralisir sifat  sifat ini dengan mengembangkan Guna Sattwam atau sifat kebajikan yang ada dalam diri kita, kesabaran, kebijaksanaan dan mari kita renungkan serta belajar menerapkan apa yang dinyatakan di dalam Bhagawadgita yaitu Advesta Sarva Bhutanam yang artinya jangan membenci semua makluk, cintailah semua makluk. Dengan demikian sadarilah bahwa didalam makluk lain, orang lain juga ada jiwa  jiwa yang sama dengan jiwa kita, jiwa  jiwa yang berasal dari satu sumber yang sama, dan bila kita sadari ini, maka kita akan yakin dan bercaya apa yang termuat didalam Weda yaitu Vasu Dewa kutum Bakam bahwa kita semua (makluk) adalah bersaudara. Jadi janganlah kita bertengkar dan saling menyakiti, apalagi saling membunuh.
Saudara Pendengar Umat Sedharma,
Di dalam kitab Saracamuscaya sloka 142 dinyatakan; Apabila orang sayang kepada nyawanya sendiri, mengapa ingin mencabut nyawa orang makluk lain? Hal itu tidak menghiraukan orang lain namanya. Apa saja yang rasanya menyenangkan untuk diri sendiri, itulah yang harus diperbuat untuk orang lain, oleh karena itu marilah kita renungkan kembali makna dari sloka tersebut.
SeringPendengar Umat Sedharma yang saya banggakan,
Selanjutnya pada sloka 143  144 Kitab Saramuscaya mengatakan bahwa “sesungguhnya badan kasar ini tidak kekal keadaannya, kalau ia mati tidak berharga lagi, karena sesungguhnya kepalanya dapat dilangkahi anjing demikianlah sebenarnya”. Oleh sebab itu mengapa sampai mencelakakan orang lain untuk memelihara badan kasar ini. Dan inilah kerendahan badan kasar, ia pasti menjadi ulat, abu atau kotoran. Oleh karena itu mengapa sampai mencelakakan orang lain untuk merawat dan memeliharanya? Demikian, perlu kita pahami bersama.
Saudara pendengar umat Sedharma yang berbahagia,
Dalam sloka tadi mengajarkan kita untuk meminimalisir pembunuhan, kekerasan terhadap makluk lain dna lain sebagainya. Karena kita tidak bisa untuk tidak melakukan kekerasan atau pembunuhan karena setiap makanan yang kita santap adalah berasal dari makluk lain, bagaimana juga seorang prajurit yang bertempur di medan perang kalau tidak membunuh pasti dia akan terbunuh?, kondisi demikianlah yang perlu kita pahami bersama.
Pendengar sedharma yang saya cintai,
Ahimsa memang berarti tidak melakukan kekerasan, menyakiti atau tidak membunuh orang lain maupun makluk lain. Tetapi di dalam ajaran Agama, ada hal  hal yang dibolehkan untuk membunuh yaitu ; 1. Dewa Puja artinya kita boleh membunuh binatang dan tumbuhan untuk dipersembahkan kepada Sang Hyang Widhi dan Para Dewa, 2. Athiti Puja artinya kita boleh membunuh binatang maupun tumbuhan untuk menjamu tamu. 3. Swadharma, kita bisa  membunuh karena kewajiban, misalnya kita dalam bahaya, seperti seorang prajurit di medan perang harus membunuh karena sudah kewajibannya menumpas musuhnya dan sangat salah bila seorang prajurit di medan perang tidak melaksanakan kewajibannya untuk menumpas musuhnya. Dan berikutnya 4. Boleh membunuh binatang atau tumbuhan untuk memelihara hidup. Karena kita hidup perlu makanan, minuman, maka kita diperbolehkan mengorbankan makluk lain, dengan catatan kita tida serakah, dan kita membunuh yang sesuai dengan  butuhkan saja.
Pendengar sedharma dimanapun anda berada,
Setiap Pembunuhan, kekerasan tidak boleh dilakukan untuk kesenangan, atau nafsu belaka, kita tidak boleh menyia  nyikan pengorbanan makluk lain. Dan kita harus menghormati pengorbanan mereka, dan harus mendoakan agar jiwanya memperoleh peningakatn kualitas dalam kehidupannya yang akan dating, oleh karena itu marilah kita bersama-sama menjaga, menghormati dan saling melindungi diantara sesame cinptaan Tuhan.
Pendengar sedharma yang saya banggakan,
Demikian yang dapat saya sampaikan semoga dapat bermanfaat bagi kita semua demi terlaksananya kedamaian dan ketentraman di muka bumi ini.
Om Loka Samasta Sukhino Bhawantu”
Ya Tuhan Semoga seluruh isi alam berbahagia
OM SANTIH SANTIH  SANTIH  OM

TINDAKAN SEDERHANA PENUH MAKNA

  TINDAKAN SEDERHANA PENUH MAKNA Om Swastyastu, Om Awignam Astu Namosidham, Om Anobadrah Kratavo Yantu Wisvatah (ya Tuhan semoga pikiran ya...