..
Om Swastyastu, Om Awignam Astu Namasidham, Om Anobadrah Kratavo Yantu Wisvatah (ya Tuhan semoga pikiran yang baik datang dari segala arah), Pendengar sedharma yang berbahagia, puja dan puji syukur kita haturkan kehadapan Sang Hyang Widhi Wasa (TYME), karena kita dapat berjumpa dalam acara Santapan Rohani Agama Hindu yang disiarkan melalui RRI Nabire. Adapun Tema kita pagi ini adalah METODE PEMBINAAN ADAT DAN KEBUDAYAAN”
Pendengar umat Sedharma yang berbahagia,
Agar Sanatana Dharma atau intisari kitab suci Veda terus dapat menjadi pegangan dan penuntun dalam meniti kehidupan di dunia ini, maka hal itu harus diaplikasikan dengan konsep Anutana Dharma. Artinya aplikasi dari Sanatana Dharma itu harus disesuaikan terus dengan dinamika sosial umat Hindu. Karena hakekat hidup adalah perubahan atau transformasi individu maupun sosial. Perlu kita pahami, Beragama bukan hanya sebatas informasi. Artinya beragama bukan sekedar untuk dapat menghapal isi kitab suci. Dan Informasi yang didapat dari kitab suci itu harus mendatangkan tranformasi diri dan sosial menuju kearah yang semakin baik. Karena tanpa adanya transformasi diri dan sosial dalam kehidupan beragama, maka beragama itu akan menjadi beban hidup yang memberatkan masyarakat atua kita semua, baik disadari maupun tidak.
Pendengar sedharma dimanapun anda berada,
Sebagai perbandingan dapat kita simak pandangan DR Rajiman Wedioningrat atau yang lebih terkenal dengan sebutan Ki Hajar Dewantara. Ia mengatakan untuk menjaga dinamika perubahan budaya (cultural inovatif) agar selalu bergerak menuju perubahan yang positif maka harus diterapkan konsep Trikon. Apa yang dimaksud konsep Trikon oleh DR Rajiman Wedioningrat itu?. Yang dimaksudkan dengan konsep Trikon itu adalah; Kontinuitas, Konsentrisitas, Konvergensi. Dari proses Trikon itulah munculnya inovasi budaya menuju inovasi yang semakin positif yang akan mengantarkan kita semua semakin sejahtra lahir dan batin. Inovasi atau perubahan budaya tanpa menimbulkan kesejahtraan lahir batin maka perubahan itu adalah perubahan yang penuh dosa.
Pendengar Umat Sedharma yang berbahagia,
Yang dimaksud dengan Kontinuitas adalah bahwa dalam perubahan itu yang harus dipertahankan adalah nilai-nilai universal yang mampu diwujudkan dalam proses hidup berbudaya. Atau dengan kata lain nilai-nilai budaya yang masih relevan dengan perkembangan jaman dan kebutuhan masyarakat hendaknya terus dilanjutkan untuk dipertahankan. Konsentrisitas artinya suatu upaya untuk memilah-milah hasil-hasil budaya yang telah berlansung. Dari hasil pemilah-milahan itu terus ada proses untuk memilih-milih, nilai-nilai mana yang harus dipertahankan, demikian juga nilai-nilai mana yang harus dikembangkan untuk disesuaikan dengan perkembangan jaman dan kebutuhan hidup masyarakat, dan aspek-aspek budaya yang sudah usang untuk ditinggalkan. Namun dalam melepaskan nilai-nilai yang sudah tidak sesuai lagi membutuhkan suatu metode tersendiri agar jangan sampai menimbulkan gejolak sosial. Merubah aspek-aspek budaya yang sudah tidak sesuai itu harus ditempuh dengan cara-cara yang persuasif educatif melalui proses demokratis. Artinya melepaskan hal-hal yang sudah usang itu tidak boleh dengan cara-cara pemaksaan kehendak oleh siapapun.
Pendengar Umat Sedharma yang Saya Cintai,
Proses Trikon yang ketiga adalah Konvergensi. Maksudnya memadukan secara holistik dan sinergis nilai-nilai yang sudah ada atau dimiliki dengan nilai-nilai baru yang sesuai dan cocok dengan nilai-nilai yang sudah ada. Dari perpaduan nilai-nilai itulah melahirkan inovasi budaya. Dengan teori Trikon inovasi atau perubahan budaya itu tidak menimbulkan stagnasi budaya antara budaya yang lama dengan budaya hasil perubahan dari proses Trikon. Kalau terjadi stagnasi budaya kalau tidak pandai-pandai mengelola masyarakat dapat menimbulkan gejolak sosial.
Pendengar Umat Sedharma yang Berbahagia,
Dalam membina Adat Kebudayaan Hindu teori Trikon ini dapat dijadikan sumber inspirasi, sehingga proses kehidupan Adat Kebudayaan Hindu tidak ketinggalan jaman dalam mengantisipasi perubahan jaman. Karena itu pengkajian-pengkajian Adat Kebudayaan Hindu harus terus dilakukan. Dari pengkajian tersebut kita akan dapat menemukan mana Adat Kebudayaan Hindu yang mengandung nilai universal dan mana yang sudah ketinggalan jaman. Oleh karena itu penitn untuk memfilter budaya yang akan mempengaruhi budaya kita (kultur hindu di Indonesia).
Pendengar Umat Sedharma di Manapun Anda Berada,
Oleh karena itu penting ada proses dalam membina Adat dan Budaya Hindu di Indonesia. Tiga proses itu adalah pertahanan, pengembangan dan pengkayaan. Ini artinya ada nilai-nilai Adat dan budaya (Acara) Hindu yang masih dapat dipertahankan karena masih kuat dan tepat dapat berfungsi untuk menjadi media menanamkan Tattwa dan Susila Hindu kepada umat Hindu. Ada nilai-nilai yang masih baik namun lebih banyak negatif cara mewujudkannya. Maka nilai ini perlu direkonstruksi atau dikembangkan agar ia dapat menjadi media yang efektif untuk mengantarkan Tattwa dan Susila Hindu kepada umat. Ibarat mobil tua. Mesinya masih baik namun badannya sudah keropos. Mobil itu dapat di ketok dan dicat ulang. Disamping itu ada nilai-nilai budaya asing yang sangat cocok disandingkan maupun dipadukan dengan Adat Budaya atau Acara Hindu yang sudah ada, dan lain sebagainya.
Pendengar Umat Sedharma yang Berbahagia,
Penerimaan budaya asing itu sebagai proses memperkaya Acara Hindu yang sudah ada. Hal ini sudah dilakukan oleh leluhur umat Hindu sejak jaman dahulu. Karena itu, kita mengenal uang kepeng Cina sebagai Sesarin Banten. Bahkan dijadikan bahan membuat Arca Bhatara Sedana sebagai lambang Dewanya uang. Dalam seni ukir kita mengenal adanya Patra Belanda, Patra Cina dan Patra Mesir memperkaya seni ukir Hindu. Kalau kita amati dengan jujur Acara Hindu di Bali atau di seluruh Indonesia banyak sekali diperkaya oleh budaya asing untuk mengkemas Tattwa dan Susila Hindu yang bersumber dari kitab suci Weda. Proses pengkayaan demikian itu tentunya akan berjalan, meskipun ada semenatara umat Hindu yang menunjukan sikap anti pati pada proses pengkayaan itu. Namun umat yang sudah semakin melek mana yang baik dan mana yang tidak baik mereka sudah semakin paham. Seperti semakin berkembangnya kidung-kidung suci yang berbahasa Sansekerta. Kidung-kidung pujaan kepada Tuhan itu banyak juga yang mencelanya. Ada yang menyebut jangan ke India-Indiaan, dan lain sebagainya. Tetapi kenyataanya masyarakat semakin banyak yang menggemarinya. Apa lagi mereka yang mencela itu tidak juga bisa melantunkan Kidung yang tradisional. Sedangkan mereka yang senang dengan Kidung yang berbahasa Sansekerta yang lebih populer dengan istilah Bajan atau Kirtan, juga sangat fasih dengan Kidung tradisional baik Bali, Jawa, Kaharingan dll.
Pendengar Umat Sedharma yang Cintai
Demikianlah cara atau metode kita untuk mempertahankan adat dan budaya serta tradisi agama agar tetap ada walau jaman semakin berubah. Dan semoga ini semua dapat memberi manfaat untuk kita semua.
“Om Lokasamasta sukhino bhawantu.
Ya Tuhan Semoga seluruh isi alam berbahagia”
OM SANTIH, SANTIH, SANTIH OM .
..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar