Senin, 31 Juli 2017

MEMAHAMI TATWA DALAM YADNYA DI ERA MODERN

.
Om Swastyastu, Om Avighnam Astu Namo Sidham, Om anobadrah kratavo yantu visvatah (Ya Tuhan semoga pikiran yang baik datang dari segala penjuru), Pendengar Sedharma yang berbahagia dimanapun berada, Puja dan puji syukur patut kita haturkan kehadapan Ida Sang Hyang  Widhi Wasa (TYME), karena atas segala Asung Kerta Wara Nugraha-Nya kita masih diberikan kesehatan dan kesempatan untuk berjumpa kembali dalam acara Renungan Agama Hindu yang di siarkan melalui RRI Nabire. Adapun tema kita malam ini adalah “MEMAHAMI TATWA DALAM YADNYA DI ERA MODERN”

Pendengar Sedharma yang Berbahagia,
Kata yadnya seperti yang kita ketahui sudah lama populer, tetapi masih banyak umat yang memberi arti sempit pada kata yadnya tersebut. Bagi umat yang masih awam setiap mendengar kata yadnya dalam benaknya selalu terbayang bahwa di suatu tempat ada berbagai jenis sesajen, asap dupa mengepul, dan bau, ada puja stawa sulinggih atau pemangku, ada suara tabuh, kidung, gambelan yang meriah dan berbagai atraksi seni religius. Bayangan tersebut tidaklah salah, namun ada kekeliruan anggapan kalau yadnya diidentikkan dengan kegiatan upacara keagamaan, yang sesungguhnya pengertian yadnya tidak sesempit itu. Kata yajnya sesungguhnya berasal dari bahasa sanskerta. Yadnya secara etimologi berasal dari akar kata Yaj artinya : korban. Dengan demikian, yadnya dapat diartikan korban suci dengan tulus iklas. Pengorbanan dalam konteks ini cakupanya sangat luas dan bukan saja dalam bentuk ritual, upakara tetapi dapat juga dipahami sebagai pengorbanan dalam bentuk pikiran, tindakan dan yang lainya. Dalam kitab Bhagavadgita IV.33 dinyatakan sebagai berikut:
“Lebih utama persembahan dengan Jnyana Yadnya daripada persembahan materi dalam wujud apa pun. Sebab, segala pekerjaan apa pun seharusnya berdasarkan ilmu pengetahuan suci (Jnyana)”.

Umat sedharma yang terkasih,
Dijaman yang modern seperti sekarang ini yang mana kehidupan masyarakat yang serba praktis pola hidup masyarakat cendrung konsomtif (serba instan) dan hedonisme. Masyarakat pada umumnya melakoni hidup dengan rutinitas yang padat, terkadang sampai lupa waktu, terutama masyarakat yang hidup di kota-kota besar. Jika umat tidak memahami tatwa yadnya yang sesungguhnya, sudah pasti umat akan beranggapan bahwa beryadnya khuusnya di Hindu akan sangat memberatkan umat kerena penuh dengan ritual upacara dengan berbagai sesajen atau banten yang begitu banyak. Sesungguhnya jika umat memahami tatwa atau esensi dari yadnya, maka umat akan dapat memahami kalau beryadnya tidak hanya dengan ritual semata, tetapi dapat pula dilakukan dengan melaksanakan ajaran dharma. Jika segala sesuatu atau perbuatan yang kita lakukan berdasarkan atas dharma dengan tulus ikhlas dapat disebut yadnya. 

Saudara Sedharma dimanapun berada,
Dalam Bhagavadgita dikatakan belajar dan mengajar yang didasari oleh keiklasan serta penuh pengabdian untuk memuja nama Tuhan, maka itu pun tergolong kedalam yadnya. Memelihara alam dan lingkungan sekitarpun tergolong kedalam yadnya. Mengendalikan hawa nafsu dan panca indra  adalah yadnya. Selain itu menolong orang sakit, mengentaskan kemiskinan, menghibur orang yang sedang tertimpa musibahpun adalah yadnya. Jadi jelaslah yadnya itu bukan terbatas pada kegiatan upacara keagamaan saja. jika umat telah memahami tatwa yadnya yang sesungguhnya, maka umat tidak akan beranggapan kalau yadnya yang setiap hari kita lakukan hanya berkutat dengan ritual upacara semata yang penuh dengan sesajen. Hal tersebut terkadang dapat memberatkan umat, sehingga muncul anggapan kalau beryadnya itu rumit dan terkesan ada unsur pemaksaan.  Sesungguhnya jika dipahami, Hindu itu merupakan Agama yang fleksibel. Hindu adalah cara hidup kata S Radhakrisnan. Dan, Hindu disetiap aktivitasnya menunjukan elastisitasnya (fleksibel) tidak kaku ujar MK Gandhi. Demikian juga Hindu fleksibel tidak membunh budaya setempat dimana Hindu itu berkembang, seperti ibarat bola karet yang mengelinding. Menggelinding di pasir ia akan menjadi pasir, menggelinding dirumput ia akan menjadi rumput. Ujar guru agung Svami Vivekananda. Jadi ajaran Hindu tidak kaku, demikian juga kaitanya dalam melakukan ritual yadnya, Hindu tidak mengharuskan beryadnya dengan kemegahan dan kemewahan serta mengeluarkan uang banyak.

Pendengar Sedharma di manapun anda berada,
Jika ditinjau dari tiga kerangka dasar Agama Hindu yaitu Tatwa, Etika, dan Upakara atau Upacara, dimana kerangka ini merupakan cerminan dari Tri Angga Sarira dari manusia diantaranya ada badan Atma yang bermanifestasi sebagai Mahat dan tercermin sebagai Tatwa. Kedua adalah badan Antakarana (jiwa) bermanifestasi sebagai Budhi dan tercermin sebagai perilaku atau etika. Ketiga adalah adanya jasad tubuh Panca Maha Butha bermanifestasi sebagai Ahamkara dan merupakan cerminan upakara atau upacara (bersifat material). Sesungguhnya yadnya yang kita lalukan adalah cerminan dari diri sendiri, dikatakan dalam Upanisad; “sesungguhnya Tuhan berada dalam diri kita sendiri”. Jika kita ingin memiliki atau mempersembahkan yadnya yang berkualitas, hendaknya kita mampu mengendalikan diri sendiri terutama mengendalikan pikiran.

Saudara Sedharma yang saya banggakan,
Beryadnya yang berkualitas bukan diukur dari kemegahan dan besar kecilnya upacara. Sesungguhnya kualitas dari yadnya tersebut berada dalam diri sendiri. Jika sudah mampu untuk mengendalikan pikiran, tindakan dan nafsu dalam diri, maka apapun perbuatan yang kita lakukan adalah yadnya yang berkualitas.

Umat sedharma yang berbahagia,
Sesungguhnya tatwa atau esensi dari yadnya yang kita lakukan adalah bertolak ukur dari diri sendiri. Selain itu jika dikaitkan dengan kehidupan dijaman yang modern ini tatwa yadnya itu sendiri, bilamana kita mampu untuk mengendalikan pikiran dan tindakan serta dapat menolong orang yang sedang kesusahan adalah besar yadnya tersebut.

Pendengar Sedharma yang berbahagia,
jika kita menghargai ciptaan Tuhan maka kita secara tidak langsung telah melakukan yadnya yang utama. Seperti dalam Hindu dikatakan dalam konsep Tat Twam Asi, aku adalah kamu yang artinya jika kita menyayangi dan memelihara ciptaan Tuhan, maka sama artinya kita mempersembahkan bhakti kepada-Nya.

Pendengar Sedharma yang saya Cintai,
Demikian yang dapat saya sampaikan, semoga apa yang saya sampaikan dapat bermanfaat bagi kita semua. Akhir kata;
Om Loka Samasta Sukhino Bhawantu”
“Semoga seluruh isi alam berbahagia”
OM SANTIH SANTIH  SANTIH  OM
..

SRADHA DAN BHAKTI


Om Swastyastu, Om Avighnam Astu Namo Sidham, Om Anobadrah Kratavo Yantu Visvatah (Ya Tuhan Semoga pikiran yang baik datang dari segala Arah), pendengar Sedharma yang berbahagia, selamat pagi dan selamat berjumpa kembali dalam acara Santapan Rohani Agama Hindu yang disiarkan melalui RRI Nabire. Pertama marilah kita haturkan Puja dan puji syukur kehadapan Ida Sang Hyang  Widhi Wasa (Tuhan yang Maha Esa), karena atas segala Asung Kerta Wara Nugraha-Nya, kita dapat berjumpa kembali dalam acara ini. Adapun Tema kita pagi ini adalah SRADA DAN BHAKTI”.
Pendengar dan Umat  sedharma di manapun anda berada,
Hidup di jaman Kali Yuga adalah hidup yang penuh dengan godaan, karena kekuatan dharma satu berbanding tiga dengan kekuatan adharma, sehingga menegakkan dan menyuarakan hati nurani merupakan suatu hal yang berat. Karena hidup tanpa didasari hati nurani (atmanastuti) merupakan suatu kemunafikan, dan hidup dengan kemunafikan adalah hidup yang dipenuhi oleh rasa bimbang dan keragu-raguan. Untuk mengatasi rasa bimbang dan keragu-raguan, sangat diperlukan suatu perjuangan untuk membangun ketetapan hati, untuk menegakkan hati nurani agar memiliki ketetapan hati untuk tetap berjalan direlnya/jalan dharma (kebenaran). Dengan sradha dan bhakti kita kepada Sang Hyang Widhi lah satu-satunya cara untuk menegakkan hati nurani dan memegang teguh kebenaran atau dharma. Hal ini sangat mudah diucapkan namun tidak semudah itu mengamalkannya.
Saudara Pendengar Umat Sedharma,
Sradha adalah kemantapan dan keyakinan tentang dharma, dalam agama Hindu kita memiliki 5 keyakinan atau yang kita kenal dengan Panca Sradha yang terdiri: Percaya adanya Tuhan (Brahman), Percaya adanya Atman, Percaya adanya Hukum Karmaphala, Percaya adanya Punarbawa/Reinkarnasi/Samsara, dan Percaya adanya Moksa. Tapi apakah dalam kita menjalani hidup ini cukup hanya percaya dan yakin dengan Panca Sradha saja untuk mencapai Brahman? Tidak kan, kita juga butuh menyatakan dan menunjukkan rasa bhakti kita kepada Ida Sang Hyang Widhi.
Saudara Pendengar Sedharma yang saya bangakan,
Sebagai umat Hindu, kita harus memiliki kemantapan keyakinan atau Sradha dan berpegang teguh pada ajaran dharma. Untuk mengamalkan ajaran dharma, kita harus tunjukkan dalam sikap dan perilaku dan dedikasi kita sebagai wujud rasa bhakti kita kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa. Sradha dan Bhakti harus sejalan dan seimbang, manusia tidak cukup hanya dengan yakin dan percaya kepada Tuhan. Oleh karena itu dasar keyakinan umat Hindu, dasar kemantapan kita, perlu juga diwujudkan dalam suatu tindakan dan kerja. Perlu diakui, bahwa tubuh kita tidak akan bisa mengarungi hidup tanpa tindakan. Dalam Bhagavata Purana VII.523 menjelaskan tentang Navavidam Bhakti atau sembilan jalan bkahti, yaitu :
Sravanam adalah wujud bhakti kita dengan mendengarkan cerita  cerita suci, mendengarkan pembacaan mantra  mantra suci Weda.
Kirtanam yaitu menyanyikan atau melantunkan kidung  kidung suci.
Smaranam yaitu selalu mengingat nama  nama Tuhan.
Padasevanam yaitu mengabdi pada padma kaki-Nya.
Arcanam yaitu berbhakti melalui media arca atau pratima sebagai Nyasa karena Tuhan Maha Gaib.
Wandanam yaitu membaca mantra  atau sloka suci serta cerita suci.
Dasyanam yaitu menjadi abdi atau pelayan Tuhan.
Sakhyanam yaitu membina hubungan dengan Tuhan selayaknya seorang sahabat.
Atmaniwedanam atau penyerahan diri kepada Tuhan.
Pendengar Sedharma,
Kita belajar dari sekarang untuk dapat menjalankan semua itu, sementara kita hidup di jaman Kali Yuga ini dimana materi seolah  olah menjadi segala galanya. Seperti awal tadi, bahwa tubuh ini tidak akan bisa mengarungi hidup tanpa tindakan. Kita punya mata, mata kita akan melihat dan kelopak mata kitapun akan berkedip. Jika di udara ada bau busuk atau bau harum, maka hidung kita tidak akan menunggu untuk mencium bau itu. Dan jika disekeliling kita ada suatu lagu atau suatu keributan maka telinga kita tidak akan menunggu untuk mendengar. Untuk itu kita harus mampu menguasai indriya ini, karena orang yang mampu menguasai indriyanya dan menyimpannya dibawah penguasaan kesadarannya dan memberi pengarahan untuk melakukan tindakan yang benar, maka dialah yang paling mulia.
Pendengar Umat Sedharma yang saya cintai,
Perlu diakui, bahwa mata untuk melihat, tapi apa yang dilihat dan apa yang tidak perlu dilihat, keputusan ini hanya bisa diambil oleh orang yang berpengetahuan. Orang ini tidak memberi kebebasan bagi mata untuk melihat, telinga untuk mendengar dan kaki untuk berjalan. Semuanya harus dikendalikan dan diarahkan untuk kebaikan. Kita perlu tahu bahwa, berbuat baik adalah juga wujud bhakti kita kepada Ida Sang Hyang Widhi. Manusia biasa seperti kita ini berpikirnya berdasarkan pokok, ketika kita lapar pasti kita ingin makan, ketika kita haus pasti kita ingin minum dan ketika kita ingin terhindar dari cuaca panas dan hujan maka kita ingin rumah. Untuk mendapatkan semua itu, maka manusia perlu tindakan atau kerja dan apapun pekerjaan itu untuk dapat memenuhi kebutuhan kita.
Pendengar Sedharma,
Profesi sebagai polisi, tentara, guru, pejabat dan sebagainya. Apapun profesi pendengar umat sedharma, kerjakanlah pekerjaan itu untuk berbhakti kepada Sang Hyang Widhi dan untuk kebaikan masyarakat. Lakukanlah pekerjaan itu tanpa mengharapkan hasilnya, sehingga Bapak Ibu tidak terikat oleh keuntungan dan kerugian, karena hal itu adalah kehendak ego kita dan ego itulah yang memaksa kita untuk menjadi dosa. Cobalah kita berpikir bahwa pekerjaan yang kita kerjakan saat ini adalah hasil dari kita sebelumnya sehingga kita tidak terikat oleh keuntungan dan kerugian. Kerjakanlah tugasmu / pekerjaanmu, karena tugas adalah kewajibanmu dan kewajibanmu adalah dharmamu. Siapapun Bapak ibu, apapun jabatan bapak ibu, janganlah pernah merasa kita ini pemimpin atau atasan, karena masyarakat, staf atau bawahan bukanlah bagian dari kita, tapi kita inilah bagian dari masyarakat, staf atau bawahan. Sehingga apa yang baik dan berguna bagi masyarakat, bagi staf, bagi bawahan, maka akan baik dan berguna pula bagi kita. Dan seharusnya kita berpikir bahwa apabila masyarakat, staf atau bawahan kita menangis maka harusnya mata kita pun meneteskan air mata. Jangan pernah takut melaksanakan dharma, jangan pernah ragu untuk melakukan kebaikan, kerjakan tugasmu, hilangkan rasa gentarmu karena tugas adalah kewajiban dan kewajiban adalah dharmamu.
Pendengar sedharma yang saya cintai, 
Demikian yang dapat saya sampaikan, semoga apa yang sudah saya sampaikan dapat bermanfaat dan menjadi pedoman kita sehari-hari serta bermanfaat bagi kita semua.
Om Loka Samasta Sukhino Bhawantu”
Ya Tuhan Semoga seluruh isi alam berbahagia”
OM SANTIH SANTIH  SANTIH  OM

MEMAHAMI HIDUP DENGAN MEMAHAMI PRANA

.
Om Swastyastu, Om Avighnam Astu Namo Sidham, Om anobadrah kratavo yantu visvatah (Ya Tuhan semoga pikiran yang baik datang dari segala penjuru), Pendengar Sedharma yang berbahagia dimanapun berada, Puja dan puji syukur patut kita haturkan kehadapan Ida Sang Hyang  Widhi Wasa (TYME), karena atas segala Asung Kerta Wara Nugraha-Nya kita masih diberikan kesehatan dan kesempatan untuk berjumpa kembali dalam acara Renungan Agama Hindu yang di siarkan melalui RRI Nabire. Adapun tema kita malam ini adalah “MEMAHAMI HIDUP DENGAN MEMAHAMI PRANA”

Pendengar Sedharma yang Berbahagia,
Prana merupakan daya total dari daya kekuatan yang terpendam yang tersembunyi pada manusia, dan yang terdapat dimana-mana dan yang termanisfestasikan pada panas, cahaya, listrik dan magnet. Prana adalah tempat penghentian dari penarikan dan penghembusan nafas, ia akan mengalir secara alami setelah mencapai keteguhan sikap duduk/asana.

Pendengar Sedharma,
Di dalam Sruti ada sebuah pernyataan penting yaitu yang mengetahui Prana juga akan mengatahui Veda. Di dalam Wedanta Sutra dinyatakan bahwa ”dengan alasan yang sama, nafas adalah Brahman. Nafas adalah bagian penting dari kehidupan, nafasnya makluk yaitu atman dan nafasnya seluruh alam semesta adalah Brahman. Jadi kita mengenal Bhuwana Agung dan Bhuwana Alit. Atman adalah semua tenaga dan prana yang memancarkan semua kekuatan fisik dan mental dapat dikatagorikan Prana. Prana merupakan dasar kekuatan pada setiap keberadaan makluk hidup, dari yang tinggi sampai yang paling rendah. Apapun yang bergerak atau bekerja ataupun yang mempunyai nyawa adalah bentuk dari wujud prana.

Saudara Sedharma dimanapun berada,
Di dalam kita bersembahyang, kita mengenal sikap pranayama, yang kita pahami sebagai pengaturan nafas, menarik, menahan dan mengeluarkan nafas. Pranayama juga merupakan tahapan keempat di dalam Astangga Yoga/delapan tahapan Yoga. Di dalam patanjali Yogasutra dinyatakan Tasmin sati svaasa praasvasayor-gativicchedah pranayamah yaitu pengaturan tentang nafas atau pengendalian nafas. Prana tidak bisa lepas dari nafas. Karena nafas adalah bentuk luar dari prana yang bersifat stula atau kasar dan yang bersifat suksma atau halus.

Pendengar Sedharma di manapun anda berada,
Rahasia penaklukan prana terletak pada gelombang kecil prana pada pikiran. Para Rsi/Yogi jaman dahulu yang menguasai metode ini tidak pernah mempunyai takut pada apapun, karena telah menguasai berbagai kekuatan di alam semesta. Kekuatan prana akan membuat orang lebih sukses dalam kehidupannya, tetapi ada juga yang menggunakannya untuk hal yang lebih rendah. Semua yang ada di alam ini digerakkan oleh Prana. Semua gerakan badan dapat dikendalikan melalui pengendalian nafas. Kita dapat mengembangkan tubuh, jiwa dan pikiran jika telah dapat mengendalikan nafas atau prana. Dengan dikendalikannya prana maka akan tercipta keselarasan kehidupan individual dengan kehidupan kosmis.

Saudara Sedharma yang saya banggakan,
Nafas merupakan daya fitalisasi yang dapat memperbaharui dan berguna untuk mengembangkan diri, serta dapat menyembuhkan segala macam penyakit, jika digunakan dibawah pengendalian pikiran. Prana mempunyai peranan yang lebih vital dari pikiran, bahkan prana ada pada saat pikiran tidak ada, yaitu pada saat tidur.

Pendengar Sedharma,
Bila semua indriya, pikiran dan prana ditemukan dalam sebuah peperangan untuk menunjukkan kekuatannya, kita akan menemukan bahwa prana dianggap paling tertinggi. Karena prana mewakili fungsi pertama yang bekerja dalam hidup manusia dan sudah berfungsi pada saat janin, ia merupakan fungsi yang tertua.

Pendengar Sedharma yang berbahagia,
Siklus kehidupan ini adalah lahir, hidup dan mati. Ini berlaku bagi semua makluk yang terciptakan, begitu pula dengan keadaan alam kosmis, berawal dari ketiadaan menjadi ada dan akan kembali pada ketiadaan (sunya). Seperti halnya siklus pernafasan, menarik, menahan dan mengeluarkan. Begitulah alur kehidupan ini, kita tidak mampu untuk menarik nafas terus tanpa menahan dan mengeluarkan, begitu pula kita tidak dapat menahan nafas, terus tapi kita juga harus mengeluarkan begitu pula kita tidak dapat mengeluarkan terus tanpa menarik nafas, ini siklus hidup yang harus kita sadari dan pahami bersama.

Pendengar Sedharma yang saya Cintai,
Semoga dengan pemahaman ini kita dapat menikmati kehidupan kita dengan lebih indah, dan semoga cahaya Agung senantiasa menerangi langkah kita.

Pendengar sedharma yang berbahagia,
Demikian yang dapat saya sampaikan semoga dapat bermanfaat bagi kita semua dan. Dan saya atas nama Parisada Hindu Dharma Indoneisa Kabupaten Nabire Mengucapkan Selamat Hari Raya Waisak, semongga kita semua di beri perlindungan. Akhir kata;
Om Loka Samasta Sukhino Bhawantu”
“Semoga seluruh isi alam berbahagia”
OM SANTIH SANTIH  SANTIH  OM
..

TRI KAYA PARISUDA

..
Om Swastyastu, Om Awignam Astu Namasidham, Om Anobadrah Kratavo Yantu Wisvatah (ya Tuhan semoga pikiran yang baik datang dari segala arah), Pendengar sedharma yang berbahagia, puja dan puji syukur patut kita haturkan kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa (TYME), karena kita dapat berjumpa lagi dalam acara Santapan Rohani Agama Hindu yang disiarkan melalui RRI Nabire. Adapun Tema kita pagi ini adalah tentang “TRI KAYA PARISUDA”

Pendengar Sedharma yang Saya Cintai,
Pada tingkat grassroot, degradasi moral dan mental justru tidak banyak terjadi. Dengan perkataan lain, konsep Tri Kaya Parisuda masih dipegang dalam kehidupan mereka sehari-hari. Namun bila tidak dicermati, degradasi pada kalangan inipun dapat terjadi, mengingat upaya fundamental dalam membangun kembali budi pekerti belum terlihat secara nyata. Untuk mencegah terjadinya kemungkinan tersebut, Tri Kaya Parisuda perlu diangkat kembali untuk dijadikan pegangan, setelah diperkaya dengan semacam proses revitalisasi dan aktualisasi. Degradasi moral dan mental justru lebih banyak terjadi pada kalangan elite, termasuk kelompok yang dekat serta ber-KKN dengan kekuasaan.

Pendengar Sedharma di manapun anda berada,
Tri Kaya Parisuda merupakan salah satu konsep yang mempunyai makna mendalam di kalangan umat Hindu, dalam urusan budi pekerti. Konsep yang bersifat universal ini mengajak kita agar selalu berpikir yang baik (kayika), berkata-kata atau berbicara yang baik (wacika), dan berbuat yang baik (manacika). Tri Kaya Parisuda, bersama dengan konsep-konsep lain yang luhur, telah membentuk insan-insan dengan karakter yang memenuhi persyaratan untuk dapat dipercaya dan diandalkan.

Pendengar Sedharma,
Dalam dua dekade terakhir, telah terjadi pergeseran moral dan mental yang cenderung mengejar kebutuhan-kebutuhan duniawi menggunakan jalan pintas, akibat pembelajaran ke arah yang salah pada zaman pemerintahan yang lalu hingga saat ini, sehingga menumbuhkan 'budaya' KKN. Disadari atau tidak, Tri Kaya Parisuda ternyata telah terpinggirkan. Ini dapat dilihat misalnya dari pelajaran budi pekerti yang telah menghilang dari kurikulum di sekolah. Demikian juga dengan hilangnya kebiasaan memberi cerita semacam Tantri/cerita tentang moral sebagai pengantar tidur, seperti yang dilakukan generasi pendahulu kepada anak cucunya, yang sekarang nyaris tak pernah terdengar lagi.

Pendengar Sedharma yang Berbahagia,
Pembelajaran tersebut ternyata telah meniru cara-cara yang berlaku di zaman kolonial dalam pola hubungan vertikal antara penjajah Belanda, para raja (terutama di Jawa), dan rakyat. Dari atas ke bawah terjadi represi atau penekanan dalam berbagai bentuk secara berjenjang, sementara dari bawah ke atas terjadi pemberian upeti dalam berbagai bentuk, juga secara berjenjang. Apakah pergeseran moral dan mental tersebut terjadi secara menyeluruh? Tampaknya tidak. Degradasi moral dan mental justru lebih banyak terjadi pada kalangan elite, termasuk kelompok yang dekat serta ber-KKN dengan kekuasaan.

Pendengar sedharma,
Cara berpikir dibentuk oleh pembelajaran dan pengalaman di masa lalu, berkembang menjadi pola-pola tertentu yang kemudian tertanam dalam pikiran bawah sadar. Inilah yang disebut sikap dasar/sikap intrinsik atau mind-set. Sikap dasar/cara berpikir ini menentukan kecenderungan pola seseorang dalam berkata-kata maupun berbuat. Jadi, dalam konsep Tri Kaya Parisuda, berpikir yang baik (kayika) merupakan komponen yang paling penting dan bersifat paling sentral.

Pendengar Sedharma dimanapun anda berada,
Sekarang banyak pemimpin, terutama yang menghendaki terjadinya perubahan ke arah positif, mendorong berbagai upaya untuk mengubah mind-set. Mereka sangat sepakat dengan kaidah yang dilontarkan oleh William James, seorang psikolog terkemuka dari Amerika Serikat, yang menyatakan bahwa ”revolusi terbesar generasi sekarang adalah bahwa manusia dapat mengubah aspek ekstrinsik kehidupannya dengan mengubah sikap intrinsik alam pikirannya”. Artinya bila seseorang ingin mengubah kehidupannya (misalnya dari menderita menjadi bahagia, dari gagal menjadi sukses, bahkan dari miskin menjadi makmur, dan lain sebagainya), ia harus mulai dengan mengubah cara-cara berpikir yang telah tertanam dalam pikiran bawah sadarnya. Pemanfaatan teknik-teknik dan metode terbaru yang telah membuahkan perubahan-perubahan bermakna dalam skala yang lebih luas, telah menggugah keberanian William James untuk menyebut perubahan tersebut sebagai revolusi terbesar generasi sekarang.
Pendengar Sedharma yang saya cintai,
Berpikir yang baik menurut kacamata lama, mungkin terbatas pada pengertian seperti berpikir positif, berpikir jernih, bebas dari pikiran kotor, dengki, sirik, dendam, marah dan lain sebagainya. Sekarang, cakupan pengertian tersebut mungkin sudah harus diperluas dengan hal-hal yang berkembang seiring dengan perkembangan zaman. Dalam konteks berpikir ada beragam variasi yang dapat digunakan untuk memperkaya pengertian berpikir yang baik tersebut. Pertama, berpikir dari sudut pandang yang berbeda-beda yang dapat memperluas cara pandang seseorang. Kedua, berpikir berdasarkan fakta menggunakan hukum sebab akibat yang dapat meningkatkan kemampuan dalam melihat berbagai situasi serta memperkirakan berbagai kemungkinan. Ketiga, berpikir secara lateral/kolateral yang dapat mengembangkan kreativitas / daya cipta.

Pendengar Sedhrama,
Yang Keempat, berpikir bahwa setiap orang diberi anugerah oleh-Nya berupa potensi yang sama, untuk menjadi apa pun yang mereka benar-benar inginkan di kemudian hari. Kelima, berpikir bahwa di dalam pikiran bawah sadar, tersimpan nalar supra atau inteligensia kreatif yang dapat membantu setiap orang mewujudkan cita-citanya.

Pendengan Sedharma dimanapun anda berada,
Dapatkah hal-hal semacam ini digunakan dalam upaya revitalisasi dan aktualisasi Tri Kaya Parisuda? Pertanyaan yang bersifat masih sangat terbuka ini mungkin mampu menggugah kita semua untuk memberi sumbangan yang lebih besar bagi perkembangan kehidupan dan kesejahteraan umat

Pendengar Sedharma yang Saya cintai,
Demikian yang dapat saya sampaikan, Dan semoga Sang Hyang Widhi senantiasa melindungi dan menganugrahkan kesehatan bagi kita semua. Dan saya atas nama PHDI Kab. Nabire mengucapkan selamat Tahun Baru Saka 1936, semoga dapat member berkah kedamaian dan kebahagiaan untuk kita semua. Akhir kata;
Om Lokasamasta sukhino bhawantu.
Ya Tuhan Semoga seluruh isi alam berbahagia
OM SANTIH, SANTIH, SANTIH OM .

PLURALISME

.
Om Swastyastu, Om Awignam Astu Namasidham, Om Anobadrah Kratavo Yantu Wisvatah (ya Tuhan semoga pikiran yang baik datang dari segala arah), Pendengar sedharma yang berbahagia, puja dan puji syukur kita haturkan kehadapan Sang Hyang Widhi Wasa (TYME), karena kita dapat berjumpa kembali dalam acara Renungan Agama Hindu yang disiarkan melalui RRI Nabire. Adapun Renungan kita malam ini dengan Tema PLURALISME”
Pendengar Sedharma yang Saya Cintai,
"Biasanya orang jahat berkumpul dengan orang jahat membentuk suatu kelompok agar lebih berani dan orang baik hanya berkumpul sekali-kali untuk kemudian hilang" inilah kata yang pertama kali keluar dari mulut beliau begitu membuka percakapan kali ini dan beliau sangat terkesan dengan doa yang dilantunkan dari ke-4 agama, karena batasan-batasan sekat-sekat agama tidak ada disini. Juga memuji keasrian dan bangunan Agama yang natural. Pendengar Umat Sedharma yang saya bangakan,
India adalah negara yang sekuler, toleransi yang kuat dan menerima perbedaan sebagai keberadaan Sang Pencipta. Jika setiap agama di dunia menerima kebenaran agama lain, maka masalah di dunia ini tak akan ada masalah. Karena setiap agama memiliki esensi yang sama, hanya ritualnya saja berbeda. Dan yang terjadi di Indonesia sekarang ini kebanyakan adalah mempermasalahkan perbedaan-perbedaan kulit itu saja dan tidak pernah mau melihat kesamaan-kesamaan dari esensi yang satu adanya. Sehingga banyak permasalahan-permasalahan timbul karena ketidak pahaman dan kesadaran rendah mengenai ritual dari kalangan masyarakat bawah. Padahal tujuan ritual itu sendiri adalah menjadikan diri kita selalu mengingat-Nya dalam arti kata menjadikan spiritual sebagai gaya hidup.
Pendengar Sedharma yang Berbahagia,
Begitu juga dengan para elite atas dan para ulama-ulama dari masing-masing agama selalu berusaha menonjolkan kehebatan agamanya masing-masing agar tidak kehilangan umat. Yang terjadi adalah kwantitas lebih dipentingkan daripada kwalitas itu sendiri.
Pendengar Sedharma,
Munculnya buku-buku suci, bukan hanya untuk satu agama saja, melainkan untuk seluruh umat manusia, sehingga buku-buku suci atau kitab-kitab suci bersifat universal. Kebudayaan India merupakan asimilasi dari berbagai kebudayaan-kebudayaan besar yang pernah lahir di Dunia. Dan kebudayaan India muncul dari Weda yang bukan hanya sebagai kitab suci, karena Weda adalah ilmu pengetahuan Semesta. Dari Weda pula muncul berbagai aliran dan kebudayaan, berdasar hal itulah di India menjadi sekuler country yang memiliki banyak culture dan hal ini tidak menimbulkan pertentangan seperti yang terjadi di Indonesia. Karena masyarakat masa depan adalah masyarakat multi culture dari berbagai negara, berbagai kebudayaan dan satu kemanusiaan. Pendengar Sedharma dimanapun Anda berada,
Indiapun memiliki objek-objek wisata yang dibangun oleh orang-orang yang beragama Islam seperti Taj Mahal dan lain-lain. Tetapi India tidak mempermasalahkan hal itu. Tidak seperti yang terjadi di Indonesia yang mana Candi Borobudur hanya dijadikan objek dan bahkan pernah di Bom karena merasa peninggalan leluhur sendiri dirasa tidak seagama dengan dirinya. Pendengar Sedharma,
Menurut Sanskrit, diri kitapun harus menjadi pendeta bagi dirinya sendiri, karena pendita berarti adalah orang yang mengetahui kesalahan-kesalahan diri sendiri. Dan sebagai orang yang beragama harus selalu koreksi diri sendiri. Dan harus legowo dengan kritikan orang lain, sehingga manusia akan menjadi bebas atau mokhsa dalam hidup ini. Bukan mokhsa yang dipikirkan bahwa akan hilang jasadnya bila ajal menjemput, tapi moksha dalam arti yang sebenarnya adalah bebas dari pikiran-pikiran yang membelenggu dan bebas menerima segala masukan dari siapa saja.
Pendengar Sedharma yang berbahagia,
Modernisasi jangan sampai menjadi budak perasaan, seperti contoh bila kita membeli mobil baru, kita merasa sudah keren dan cakep dan semua cewek pasti akan melirik kita. Bila kita memakai jas, kita sudah merasa paling penting dan paling modern. Bila kita sudah menjadi wakil rakyat kita merasa menjadi orang yang paling dihormati, dan sebagainya. Padahal modernisasi bukanlah hal-hal semacam itu, tetapi modernisasi adalah pikiran yang sudah terbuka, keterbukaan pikiran dari ide-ide lain, dan tidak seperti katak dalam tempurung.
Pendengar Sedharma,
Perasaan-perasaan yang timbul dalam diri manusia apabila tidak terkendali, akan sangat mengganggu keharmonisan semesta, karena pada saat manusia berfikir dialah pengendali semesta, maka manusia akan kecewa dan sakit. Saat Tsunami datang manusia akan shock karena selama ini yang ada dalam pikirannya, manusialah center dari semesta, bukan sebaliknya.  Pendengar Sedharma dimanapun Anda berada,
Untuk menuntun manusia dari pikiran-pikiran yang mengganggu, inilah maka kehadiran seorang guru sangat penting. Di India seorang guru, bila memberikan pelajaran kepada murid, yang pertama kali dilakukan adalah membersihkan egonya dahulu. Setelah mengosongkan egonya baru sang guru akan memberikan ajarannya dan membuka mata spiritualnya, sehingga Sang keberadaan akan menuntun dengan sendirinya. Dan bagi murid, yang sangat perlu diperhatikan adalah reseptivitas diri akan menuntun jiwanya untuk bertemu dengan siapa saja dan menjadikan setiap makhluk sebagai guru dalam perjalanan spiritual. Sesungguhnya Sad Guru yang satu itu hanyalah Dia (TYME) .
Pendengar Sedharma,
Mengenai suka dan duka penyebab utamanya adalah dari pikiran itu sendiri, yang datang dari indria manusia, dan juga suka duka yang ditimbulkan oleh lingkungan manusia dan juga suka duka yang timbul karena alam seperti Tsunami, gunung meletus dan lain-lain. Sehingga manusia dalam hidupnya harus sadar akan keharmonisan alam semesta ini dan menjadi sahabat dengan lingkungan, barulah akan tercipta external dan internal peace. Pendengar Sedharma yang berbahagia,
Semangat yang ada dalam mencari kebenaran tidak boleh putus, karena saat ini banyak orang sembahyang karena merasa takut dengan kekuatan alam, sehingga menjadi ketakutan. Jarang ada orang sembahyang tanpa rasa takut melainkan rindu kepada Sang Pencipta. dan Semoga kita semua adalah salah satu dari pencinta Tuhan
Pendengar Sedharma Yang Saya Cintai,
Demikian yang dapat saya sampaikan, kiranya bermanfaat bagi kita semua demi terciptanya kesejahtraan dan kedamaian manusia serta meningkatnya kebudaya manusia. Serta semoga Sang Hyang Widhi senantiasa melindungi dan menganugrahkan kesehatan bagi kita semua. Dan saya atas nama PHDI Kab. Nabire mengucapkan selamat Tahun Baru Saka 1936, semoga dapat member berkah kedamaian dan kebahagiaan untuk kita semua Akhir kata;
Om Lokasamasta sukhino bhawantu.
Ya Tuhan Semoga seluruh isi alam berbahagia”
OM SANTIH, SANTIH, SANTIH OM .

HARI RAYA NYEPI

..
Om Swastyastu, Om Awignam Astu Namasidham, Om Anobadrah Kratavo Yantu Wisvatah (ya Tuhan semoga pikiran yang baik datang dari segala arah), Pendengar sedharma yang berbahagia, puja dan puji syukur kita haturkan kehadapan Sang Hyang Widhi Wasa (TYME), karena kita dapat berjumpa dalam acara Renungan Agama Hindu yang disiarkan melalui RRI Nabire bersama saya Wahyu Diantoro. Dalam Tema kita yaitu “HARI RAYA NYEPI”

Pendengar Umat Sedharma yang berbahagia,
Hari raya Nyepi (tahun baru saka) di rayakan setahun sekali dan pada saat setiap tilem IX (kesanga) atau bulan mati yang tepatnya sekitar bulan maret/april. Hari raya Nyepi merupakan pergantian tahun baru Isaka/saka (Isaka wasra). Serta hari raya lainnya kebanyakan di rayakan setiap 210 hari (6 bulan) sekali, karena didasarkan atas perhitungan pawukon dan wewaran, sedangkan hari raya Nyepi di hitung berdasarkan sasih (bulan).  
Pendengar Umat Sedharma yang Saya Cintai,
Kata Nyepi artinya sunyi atau diam. Sunyi atau diam disini maksudnya adalah menenangkan diri lahir batin untuk membersihkan diri serta mempersiapkan mental dalam rangka menyambut tahun baru yang berikutnya. Adapun urutan dari pada hari raya Nyepi antara lain: pertama ialah “Mekiyis (Melasti), kedua Pecaruan (Bhuta Yadnya), ketiga Pengrupukan, keempat Nyepi adan kelima adalah  Ngenbak Geni. Demikian itulah urutan dari pada hari raya Nyepi itu sendiri.
Pendengar Umat Sedharma yang Berbahagia
Dalam urutan pelaksanaan atau perayaan hari raya Nyepi yang pertama adalah Mekiyis (Melasti) atau lebih dikenal dengan sebutan tawur kesanga. Melasti atau tawur kesanga adalah: pembersihan yang dilakukan sehari sebelum Nyepi. Waktu mekiyis/melasti semua pralingga-pralingga atau simbol-simbol suci dari pada Dewa, Betara, Betari, leluhur yang telah dipandang menjadi dewa yang di semayamkan di tempat-tempat suci atau di pura-pura diusung / di bawa ke laut atau mungkin ke danau atau juga ke sebuah mata air yang terdekat untuk memohon pensucian kehadapan Betara Baruna, sebagai manifestasi dari Sang Hyang Widhi dalam aspeknya sebagai pelebur dosa, malapetaka dan bencana. Mekiyis mempunyai arti simbolik lainnya (tempat bersemayam para dewa) bersama-sama dengan umatnya yang mengusung pralingga-pralingga tersebut. Di samping itu juga dimaksudkan adalah untuk mengambil sari-sari kemakmuran alam dari sumbernya yang kemudian dilimpahkan kepada seluruh umat manusia. Itulah maksud dari pada pelaksanaan ritual mekiyis atau melasti.
Pendengar Umat Sedharma di manapun berada
Berikutnya Pencaruan (bhuta yadnya). Pencaruan ini dilakukan juga sehari sebelum Nyepi yaitu tepatnya pada tilem, sasih kesanga yang juga disebut Panca Dasi Krsna Paksa Caitra masa pencaruan bhuta yadnya harus dilakukan pada persimpangan jalan (catur pastha), di samping itu di muka/depan rumah masing-masing, juga diadakan pencaruan tetapi lebih kecil dari pada yang di persimpangan jalan. Pencaruan mempunyai arti simbolik, yaitu memberikan makanan kepada bhuta kala atau kekuatan-kekuatan jahat/negatif agar jangan mengganggu ketentraman dan menimbulkan malapetaka seperti penyakit dan kejahatan lainnya, maka dengan demikian akan mewujudkan suatu keseimbangan dalam masyarakat.   
Pendengar Umat Sedharma yang berbahagia
Setelah pencaruan, pada malam harinya dilakukan pengerupukan dengan membawa obor menaburkan tawur, menyemburkan mesui juga, dan seterusnya memercikan tirtha pengelukatan, pencaruan serta menabuh bunyi-bunyian. Ini semuanya mengandung arti simbolik membakar serta mengusir bhuta kala atau kekuatan negatif atau kekuatan jahat yang membawa malapetaka atau bencana supaya lenyap dari permukaan bumi ini. Untuk mencapai jagadhita kesejahteraan dan kebahagiaan umat manusia, maka segala kekuatan jahat atau bhuta kala harus dilenyapkan sehingga di dalam tahun baru yang menjelang munculnya dunia baru membari kebahagiaan dan kesejahteraan pada umat manusia.    
Pendengar Umat Sedharma Yang Saya Cintai
Rangkaian setelah pengrupukan maka keesok harinya setelah pencaruannya maka dilakukanlah penyepian. Pada hari Nyepi tiap-tiap umat yang memeluk agama Hindu hendaknya tidak melakukan suatu pekerjaan atau perbuatan yang mungkin akan dapat mengganggu ketentraman batinnya. Segala aktifitas yang merupakan wujud dari pada nafsu serakah dan dosa seperti judi atau perbuatan-perbuatan yang menunjukkan sifat mementingkan duniawi, maka hal-hal tersebut tidak dilakukan pada hari raya Nyepi yang dikramatkan tersebut. Sebaliknya pada hari Nyepi hendaknya dilakukan brata penyepian dan yoga semadhi, yaitu memusatkan pikiran untuk menentramkan rohani dan mengenang segala dosa-dosa serta kehilafan-kehilafan yang pernah kita lakukan pada tahun-tahun yang silam. Dan berusaha mulai dengan hidup baru dengan melebur segala dosa dengan amal kebijakan atau dengan berdharma untuk mencapai satyam, yaitu pedoman hidup yang berakibat pada keadilan dan kebenaran, yaitu Siwam adalah keluhuran dan kejayaan, Sundaram yaitu hidup tentram dan harmonis. Maka pada waktu Nyepi, umat Hindu wajib melakukan catur semadhi/catur amati, antara lain amati geni (tidak boleh mneyalakan api), amati lelungan (tidak boleh berpergian), amati lelalungan, dan amati karya (tidak boleh melakukan aktifitas). Dari empat hal diatas merupakan simbol atau sebagai sombolik, yang mana dengan tidak melakukan empat hal tersebut, maka kita telah melakukan atau menerapkan catur brata penyepian yaitu amati geni yang dimaksud di sini adalah kita mematikan hawa nafsu, sehingga kita betul-betul bersih pikiran kita untuk menyongsong tahun baru berikutnya. Begitu juga dengan amati yang lainnya, yang intinya kita merefleksi segala perbuatan buruk kita di tahun lalu dan kita merubah perbuatan-perbuatan kita di tahun yang akan datang, serta yang mana Nyepi itu juga merupakan sebuah simbol untuk kita dalam 24 jam tidak melakukan apa-apa (berbuat yang menyebabkan phala yaitu hasil), dengan demikian itu Nyepi merupakan hari yang disakralkan. Oleh karena itu dalam menyongsong tahun baru yang akan datang/berikutnya dengan harapan moga-moga Ida Sang Hyang Widhi Wasa atas asung kerta wara nugrahannya melimpahkan rahmatnya, agar di bawah anungrahnya. Agar umat Hindu dan segenap makhluk hidup lainnya dapat mencapai Moksatham Jagadhita yaitu kesejahtraan jasmani dan rohani.                 
Pendengar Umat Sedharma
Puncak dari semua itu adalah Ngembak Geni yang di lakukan keesok harinya setelah Nyepi. Pada waktu ini hendaknya umat Hindu saling kunjung mengunjungi serta saling memaafkan satu sama lainnya. Maka dengan demikian timbullah rasa hormat-menghormati, cinta-mencintai, saling asih asah asuh dan keharmonisan di antara sesama ciptaan Tuhan Yang Maha Esa (Ida Sang Hyang Widhi Wasa) serta kekerabatan erat yang menjadi dasar kedamaian, serta keharmonisan hidup dalam masyarakat. Itulah makna Nyepi yang sebenarnya. Oleh karena itu marilah kita bersama-sama untuk menciptakan keharmonisan di muka bumi ini.  
Pendengar Umat Sedharma Yang Cintai
Demikian yang dapat saya sampaikan, kiranya bermanfaat bagi kita semua. Dan semoga Sang Hyang Widhi senantiasa melindungi dan menganugrahkan kesehatan bagi umatnya.
Om Lokasamasta sukhino bhawantu.
Ya Tuhan Semoga seluruh isi alam berbahagia”
OM SANTIH, SANTIH, SANTIH OM .
.

SUSILA

..
Om Swastyastu, Om Awignam Astu Namasidham, Om Anobadrah Kratavo Yantu Wisvatah (ya Tuhan semoga pikiran yang baik datang dari segala arah), Pendengar sedharma yang berbahagia, puja dan puji syukur kita haturkan kehadapan Sang Hyang Widhi Wasa (TYME), karena kita dapat berjumpa dalam acara Santapan Rohani Agama Hindu yang disiarkan melalui RRI Nabire bersama saya Wahyu Diantoro. Adapun Tema kita pagi ini adalah tentang SUSILA.
..
Pendengar Umat Sedharma yang berbahagia,
Kata susila mungkin tidak asing lagi kita dengar dan kita terapkan setiap hari. Apa lagi kita sebagai orang Indonesia yang lebih dikenal dengan orang daerah timur dan kental dengan adat ketimurannya, maka susila itu penting untuk kita amalkan dan kita jaga serta kita budayakan hidup yang berlandaskan susila yang baik.

Pendengar Umat Sedharma yang Saya Cintai,
Menurut ajaran agama Hindu, tujuan hidup manusia adalah untuk mencapai kesejahteraan dunia dan kebahagiaan di akhirat atau yang di sebut dengan moksa. Dengan demikian, kesejahteraan di dunia dapat kita capai dengan kita berbuat dharma serta artha dan kama. Ketiganya itu (dharma, artha dan kama) merupakan satu kesatuan dan tidak dapat kita pisahkan satu dengan yang lainnya, dalam artian manusia baru dapat merasakan bahagia bila artha (harta kekayaan) terpenuhi dan rasa aman di dapat. Untuk mendapatkan rasa aman itu, maka diperlukan adanya hubungan yang harmonis antara segala mahluk yang hidup atau mati di bumi ini serta dalam hubungannya dengan mahluk yang lain. Oleh karena itu, di dalam hidup bersama, diperlukan adanya tatanan hidup berupa peraturan-peraturan yang nantinya biasa memberikan kebahagiaan dan keharmonisan dalam hidup ini.
   
Pendengar Umat Sedharma yang Berbahagia
Inti dari ajaran agama Hindu terdiri dari tiga bagian yang disebut tri krangka agama Hindu. Tiga krangka agama Hindu tersebut terdiri dari Tattwa (Filsafat), Susila (Etika), dan Upacara (Ritual). Ketiga aspek ini merupakan satu jalinan yang sangat erat hubungannya, dan satu dengan lainnya saling isi  mengisi serta tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lainnya. Demikian itulah tiga kerangka dasar agama Hindu, seperti halnya yang kita bicarakan saat ini adalah merupakan kerangka dasar agama Hindu yang kedua, yaitu susila (etika).

Pendengar Umat Sedharma dimanapun berada
Secara harfiah, arti dari susila adalah tingkah laku yang baik. Dalam kitab Wraspati Tattwa mantra 26, dinyatakan mengenai arti kata susila dalam kalimat Sila Ngaranya Angraksa Acara Rahayu jadi susila merupakan perbuatan yang baik dan tingkah laku yang baik dalam lingkungan sosial atau masyarakat. Jadi kita sebagai manusia yang merupakan makluk sosial dan tidak biasa hidup sendiri, maka penting untuk kita berbuat dan bertingkah laku yang baik di lingkungan masyarakat, terutama kita sebagai bangsa Indonesia yang lebih kental dengan budaya saling monghormati dan menghargai, sehingga berawal dari kita untuk menghargai orang lain, maka orang lainpun akan biasa mengargai kita.

Pendengar Umat Sedharma yang cintai
Negara Indonesia terdiri dari beribu-ribu suku, ras, adat, budaya dan agama. Hal itu sangat mudah atau rawan dengan sebuah konflik atau pertentangan, dan apabila pertentangan atau konflik itu terjadi maka imbasnya akan fatal dan berdampak besar kepada kita semua dan terutama generasi-generasi kedepan. Maka berawal dari susila dan etika marilah kita menanamkan sebuah iklim atau situasi yang damai, harmonis dan saling hormat-menghormati serta toleransi satu sama-lain antara suku A dengan suku B, agama A dengan agama B dan lain sebagainnya, berawal dari sutulah maka niscaya kedamaian, keharmonisan dan ketentraman akan terwujud dan secara umumnya keharmonisan dan kedamaian di Negara dan Bumi ini dapat terjaga.

Pendengan umat sedharma dimanapun berada,
Untuk menegakkan atau menjaga agar susila menjadi segala dasar tingkah laku kita, maka penting dalam hidup bersama ini diperlukan adanya suatu peraturan-peraturan atau undang-undang untuk mengatur kehidupan ini. adapun peraturan atau pedoman dalam bertingkah laku yang baik itu disebut dengan tata susila. Dengan demikian dasar dari tata susila yang kokoh dan kekal adalah agama. Maka satu-satunya sumber kedamaian dan pengamalan susila dan etika adalah agama, oleh karena itu marilah kita renungkan kembali betapa pentingnya kita beragama dan agamapun mengajarkan kita tentang agama, oleh karena itu bagi siapa yang tidak dapat mengamalkan susila dan etika dia sangat kurang memahami ajaran agamanya tersebut.

Pendengar umat sedharma yang berbahagia,
Kadang kita mudah untuk mengatakan berbuat baik, bertingkah laku yang baik, saling menhormati dan lain sebagainya. Tetapi kadang implementasinya sulit untuk kita lakukan atau terapkan, sehingga dengan ego atau mementingkan kepentingan kita sehingga semua itu kita abaikan dan lupakan serta kita mengejar sesuatu yang menguntungkan bagi kita tanpa memikirkan oleng lain. Itulah yang sebenarnya musuh kita yang berada dalam diri kita dan sangat-sangat sulit kita lawan atau hancurkan. Maka dengan demikian hanya intropeksi atau bercermin pada dirilah yang dapat menjaga kita dalam berbuat dan bertingkah laku dan dengan mendekatkan diri kita kepada Sang Pencipta serta memohon ampun segala kesalahan kita di situlah kita dapat memahami akan arti sebuah kehidupan yang sebenarnya.

Pendengar sedharma yang saya banggakan,
Dalam sarasmucaya sloka ke 161 di sebutkan
YADYAPI BRAHMANA TUHA TUWI, YAN DUSSILA, TAN YOGYA KATWANGAN, MON SUDRA TUWI, DHARMIKA, SUSILA, PUJAN KATWANGANA JUGEKA, LING SANG HYANG AJI   
Artinya:
Meski Brahmana (orang terpandang) yang berusia lanjut sekalipun, jika perilakunya tidak susila, maka ia tidak patut disegani; tetapi biar orang sudra (pelayan/pembantu) sekalipun, jika perilakunya berpegang kepada dharma dan kesusilaan, maka patutlah ia dihormati dan disegani juga, demikian kata orang suci.
Pendengar sedharma yang saya cintai,
Dari mantra sarasmucaya tersebut menerangkan betapa bijaknya sebuah dharma dan susila yang dapat dan mampu membedakan mana yang baik dan mana yang buruk. Oleh karena itu, kita sebagai manusia yang tidak luput dari segala kesalahan, kekurangan dan kenistaan, hendaknya kita dapat saling menghormati, saling menghargai, saling menyayangi, saling membantu dan saling memaafkan antara sesama ciptaan Tuhan (Ida Sang Hyang Widhi Wasa). Maka niscaya dalam kehidupan kita akan terus mendapatkan kedamaian, ketentraman dan kebahagiaan. 
Demikian pendengar yang dapat saya sampaikan, kiranya bermanfaat bagi kita semua. Dan semoga Sang hyang Widhi senantiasa melindungi dan menganugrahkan kesehatan bagi umatnya.
Om Lokasamasta sukhino bhawantu.
Ya Tuhan Semoga seluruh isi alam berbahagia
OM SANTIH, SANTIH, SANTIH OM .
..

TAT TVAM ASI

..
Om Swastyastu, Om Awignam Astu Namasidham, Om Anobadrah Kratavo Yantu Wisvatah (ya Tuhan semoga pikiran yang baik datang dari segala arah), Pendengar sedharma yang berbahagia, puja dan puji syukur kita haturkan kehadapan Sang Hyang Widhi Wasa (TYME), karena kita dapat berjumpa dalam acara Renungan Agama Hindu yang disiarkan melalui RRI Nabire bersama saya Wahyu Diantoro. Dalam Tema kita yaitu TAT TWAM ASI

Pendengar Umat Sedharma yang berbahagia,
Tat Twam Asi merupakan kata-kata dalam filsafat Hindu, yang mengajarkan kesusilaan yang tanpa batas. Pertanyaannya kenapa Tat Twam Asi mengajarkan susila yang tanpa batas?, sebelumnya marilah kita ketahui bersama apa arti kata dari Tat Twam Asi itu sendiri, Tat Twam Asi terdiri dari tiga kata yaitu Tat yang berarti Itu/Dia, Twam berarti Kamu, dan Asi berarti Adalah. Jadi arti Tat Twam Asi adalah: Itu/Dia adalam Kamu/Engkau, dan juga saya adalah kamu dan pada dasarnya segala makhluk adalah sama, sama-sama di ciptakan oleh Tuhan (Ida Sang Hyang Widhi Wasa). Di dalam filsafat agama Hindu dijelaskan bahwa Tat Twam Asi adalah ajaran kesusilaan yang tanpa batas, yang identik dengan perikemanusiaan dan pancasila. Konsep pancasila dalam sila yang pertama yaitu perikemanusiaan dalam pancasila, bila kita cermati secara sungguh-sungguh merupakan realisasi ajaran Tat Twam Asi yang terdapat dalam kitab suci Weda. Dengan demikian dapat dikatakan mengerti dan memahami serta mengamalkan/melaksanakan pancasila berarti telah melaksanakan ajaran Weda/ karena maksud yang terkandung di dalam ajaran Tat Twam Asi ia adalah kamu, saya adalah kamu, dan semua makhluk adalah sama, sehingga bila kita menolong orang lain berarti juga kita menolong diri kita sendiri. Itulah makna yang terkandung dalam ajaran Tat Twam Asi, oleh karena itu pandanglah dan perilakukanlah semua mkhluk seperti kita memperlakukan diri kita sendiri.    

Pendengar Umat Sedharma yang Saya Cintai,
Sebutan manusia sebagai makhluk hidup itu banyak jenis, sifat, dan ragamnya. Seperti halnya manusia sebagai makhluk individu, makhluk sosial, makhluk relegius, makhluk ekonomis, makhluk budaya dan lain sebagainya. Dan semua itu harus dapat dipenuhi oleh manusia secara menyeluruh dan bersamaan tanpa memperhitungkan situasi dan kondisi serta keterbatasan yang dimilikinya. Maka betapa susah dan payah yang kita rasakan apabila harus melakukan itu semua dengan sendirian. Maka disinilah kita sebagai manusia manusia perlu mengenal dan melaksanakan rasa kebersamaan, sehingga seberapa berat masalah yang kita hadapi akan terasa ringan dengan bantuan banyak orang. Maka dengan kita memahami dan mengamalkan ajaran Tat Twam Asi, kita akan dapat merasakan berat dan ringan dalam hidup dan kehidupan ini. Itulah makna dari kehidupan ada baik ada buruk (Rwabhineda) maka dari dua hal yang berbeda selalu berdampingan dan tidak dapat dipisahkan antara baik buruk, tinggi pendek, hitam putih dan lain sebagainya. Demikian adanya, maka dalam hidup ini kita hendaknya selalu saling tolong menolong serta kita semua merasa senasib dan sepenanggungan     

Pendengar Umat Sedharma yang Berbahagia
Seperti yang sudah saya sampaikan tadi. Di dalam diri kita ada dua sifat yang antagonis dan sangat kontradiktif yaitu sifat kedewataan (daiwi sampat) yaitu sifat-sifat yang baik, dan sifat-sifat keraksasaan atau keangkaramurkaan (asuri sampat) yaitu sifat yang buruk. Jika dalam kehidupan ini kita ingin mendapatkan kedamaian dalam hidup (santhi), maka marilah kita menumbuh kembangkan serta memupuk sifat-sifat kedewataan (daiwi sampat) dengan cara kita mengimplementasikan ajaran Tat Twam Asi di dalam kehidpupan sehari-hari. Maka niscaya kedamaian dan ketentraman semua makhluk di bumi ini akan terwujud.    

Pendengar Umat Sedharma dimanapun berada
Dalam kitab Yayur Weda 40.7 disebutkan :
“Seseorang yang menganggap seluruh umat manusia memiliki atman yang sama dan dapat melihat semua manusia sebagai saudaranya, orang tersebut tidak terikat dalam ikatan dan bebas dari kesedihan
Pendengar yang budiman, mantra tersebut merupakan pandangan keafiran Hindu dalam memandang manusia sebagai ciptaan Ida Sang Hyang Widhi Wasa (Tuhan YME). Ajaran Hindu memberikan bimbingan kepada kita sebagai umatnya di dalam menyikapi persepsi manusia yang membedakan manusia hanya karena berbeda warna kulit, ras, etnis, bahasa, budaya, agama dan sebagainya. Seperti yang kita pahami secara menyeluruh isi dari mantra tersebut.
Yang pertama, atma di dalam diri manusia adalah sama. Seperti yang kita pahami, bahwasanya atma adalah percikan terkecil dari Brahman, dan atma adalah bagian dari Brahman. Dengan kata lain, atman dan Brahman adalah satu kesatuan (Atman, Brahman, Aikyam). Tetapi perlu kita pahami, bahwasanya tubuh manusia satu dengan yang lain adalah berbeda, pikiran dengan egosentrisnya antara manusia satu dengan manusia lain juga berbeda. Tetapi atman merupakan kesadaran murni, dan merupakan kesadaran yang terdalam yang ada dalam diri manusia adalah sama antara satu dengan yang lainnya. Sehingga dapat dikatakan Aku adalah Atman, semua manusia adalah Atman. Dan Atman itu hanya satu, sehingga sebenarnya manusia itu adalah merupakan satu kesatuan dan selaras, tetapi yang membedakan manusia satu dengan manusia lain adalah manah (pikiran) dan egosentrisya. Tetapi dalam tataran sesadaran murni dalam Atman hanya satu dan tidak ada bedanya, melainkan yang membedakan hanyalah bentuk fisik antara lain, warna kulit, bahasa, etnis, agama dan lain sebagainya.
Makna dari matra tadi menjelaskan pula bahwasanya manusia di seluruh dunia ini adalah sebuah keluarga besar yang mempunyai keinginan hidup berdampingan serta damai di muka bumi ini tanpa terkecuali. Maka apabila sepiritualitas atau pemahaman manusia akan agama lebih dalam dan dapat memandang semua manusia sama dan di praktekkan atau diimplementasikan sebagai landasan berfikir dan pola tindakan, maka dalam diri manusia tidak pernah terdapat perbedaan antara sesama manusia satu dengan yang lain hanya karena perbedaan warna kulit, etnis, bahasa, agama, bangsa dan sebagainya. Tetapi tanpa landasan berfikir dan pola tindakan tersebutadalah mustahil kita mampu mewujudkan kedamaiandan keharmonisan hidup dalam nuansa kemajemukan.             

Pendengar Umat Sedharma yang berbahagia
Oleh karena itu, marilah kita memandang manusia satu dengan yang lainya sama, maka tidak ada lagi sekat-sekat yang memisahkan kita seperti warna kulit, etnis, bahasa, agama, bangsa dan sebagainya maka dengan demikian niscaya sebuah kedamaian di bumi ini akan terjalin serta kita semua akan saling menghormati, toleransi dan memahami akan arti sebuah kehidupan.

Pendengar Umat Sedharma Yang Cintai
Demikian yang dapat saya sampaikan, kiranya bermanfaat bagi kita semua. Dan semoga Sang Hyang Widhi senantiasa melindungi dan menganugrahkan kesehatan bagi umatnya.
Lokasamasta sukhino bhawantu.
Semoga seluruh isi alam berbahagia
OM SANTIH, SANTIH, SANTIH OM .
..

LIDAH ADALAH INDERA YANG UTAMA

..
Om Swastyastu, Om Awignam Astu Namasidham, Om Anobadrah Kratavo Yantu Wisvatah (ya Tuhan semoga pikiran yang baik datang dari segala arah), Pendengar sedharma yang berbahagia, puja dan puji syukur kita haturkan kehadapan Sang Hyang Widhi Wasa (TYME), karena kita dapat berjumpa dalam acara Santapan Rohani Agama Hindu yang disiarkan melalui RRI. Adapun Tema kita pagi ini adalah tentang “LIDAH ADALAH INDRIA YANG UTAMA”.

Pendengar Umat Sedharma yang berbahagia,
Dalam (Katha Upanisad 1.3.3 dan 4). Disebutkan:
Atmanam rathinam widhi, sariram ratham eva tu,  Buddhim tu sarathim viddhi. manah pragaham eva ca.  Indriani hayan ahur visayam tesu gicaran.  atmendriye mano yuktam bhoktety ahur manisinah.
Maksudnya: “Ketahuilah Atman adalah sebagai tuannya kereta, badan jasmani adalah badan kereta. Ketahuilah bahwa Budhi itu adalah kusirnya kereta, sedangkan pikiran adalah tali kekang. Indria disebut kudanya kereta, sasaran indra adalah jalan. Atman dihubungkan dengan badan, indria dan pikiran. Ialah yang menikmati. Demikianlah dinyatakan oleh yang suci.”

Pendengar Umat Sedharma yang Saya Cintai,
Kutipan Mantram Upanisad tersebut merupakan suatu parabel atau pengandaian tentang keberadaan manusia itu sendiri. Manusia dalam Mantra Katha Upanisad itu diandaikan sebagai sebuah kereta. Badan raga diandaikan badan kereta, kuda yang menarik kereta diandaikan indria, tali kekang kuda ibarat pikiran, kusir kereta ibarat budhi, pemilik kereta adalah atman. Kereta itu akan dapat berjalan dengan baik ke arah tujuan jika semua unsur kereta dalam keadaan baik. Keadaan baik itu artinya semua unsur mampu berfungsi sebagaimana mestinya. Parabel yang dikemukakan oleh Mantra Katha Upanisad itu menggambarkan bahwa, agama Hindu memandang manusia itu secara utuh. Agama Hindu tidak melihat manusia dan sudut pandang rohani semata. Manusia harus digerakkan secara utuh dengan segala totalitasnya. Kalau badan kereta yang rusak, maka kereta itupun tidak dapat berjalan dengan baik oleh unsur yang lainnya. Demikian juga kuda yang menarik kereta haruslah kuda yang sehat. Di samping sehat, juga tidak binal, sehingga dapat dikendalikan dengan mudah. Artinya, kuda yang sehat dan kuat itu harus diajar dan dilatih untuk patuh pada arahan tali kekang yang dikendalikan oleh kusir kereta. Tali kekang kuda yang dipakai mengendalikan kuda juga harus kuat dan wajar. Kalau tali tersebut keropos/lapuk  mudah putus , maka keretapun tidak dapat dikendalikan dengan baik. Demikian juga kusirnya haruslah orang yang dalam keadaan sehat lahir bathin secara normal. Artinya, kusir kereta itu dalam keadaan sehat jasmani dan rohaninya. Juga tahu kemana tujuan mereka diarahkan sesuai dengan perintah pemilik kereta (atman).

Pendengar Umat Sedharma yang Berbahagia
Parabel tersebut memberikan kita inspirasi bahwa membangun manusia itu haruslah utuh. Badan raga harus dipelihara dengan sebaik-baiknya. Badan raga dipelihara agar sehat dan wajar untuk menopang kegiatan hidup sehari-hari mengarungi lautan kehidupan. Indria harus dikendalikan dengan upawasa. Swami Satya Narayana menyatakan upawasa itu bukanlah berarti hanya membatasi makan minum. Semua indria haruslah dipelihara agar sehat dan fungsinya selalu diarahkan pada jalur yang benar. Peliharalah mata agar menjadi sehat dan dapat dipergunakan untuk melihat yang memang patut dan benar untuk dilihat. Demikian juga telinga, hidung, lidah dan kulit. Semuanya itu harus dipelihara dengan baik, agar dapat berfungsi dengan benar. Dengan demikian ia dapat dijadikan alat oleh pikiran agar selalu berada pada jalur yang benar dan wajar.

Pendengar Umat Sedharma dimanapun berada,
Upawasa artinya kembali suci. Setiap indria yang menyeleweng, pikiran harus mampu dikembalikan ke arah yang benar. Mengapa upawasa ditekankan pada mengatur makanan?  Karena diantara lima indria itu, yang paling sulit mengendalikan adalah lidah. Kalau lidah sudah dapat dikendalikan, maka indria yang lainnya tentu lebih mudah untuk mengendalikannya. Sesungguhnya mengendalikan lidah bertujuan untuk mengendalikan semua indria termasuk juga panca karmendriya Yang masuk di dalamnya adalah tangan, kaki, perut, dubur dan kemaluan. Sedangkan panca budhindriya adalah mata, hidung, lidah telinga dan kulit.

Pendengar Umat Sedharma yang cintai,
Di dalam kitáb Manawa Dharmasastra V.109 disebutkan; “Badan disucikan dengan air, pikiran disucikan dengan satya (kebenaran dan kejujuran). Budhi disucikan dengan jnana atau pengetahuan yang suci, sedangkan atman disucikan dengan widya dan tapa”. Widya itu hanya ada dua yaitu atma widya dan brahma widya. Atma widya adalah pengetahuan tentang atman jiwa dan bhuwana alit. Sedangkan brahma widya adalah pengetahuan tentang ketuhanan atau jiwa agung alam semesta (bhuwana agung). Tapa artinya penguasaan diri sehingga tahan dengan suka dan duka. Penyucian badan raga dengan air artinya badan diberikan makanan yang dibutuhkan secara wajar (satvika ahara).

Pendengan umat sedharma dimanapun berada,
Di dalam Bhagawadgita III.14 disebutkan mahluk berasal dari makanan. Makanan berasal dari hujan (air). Hujan itu adalah yadnya dari alam. Yadnya itu lahir dari karma. Kalau kita ingin air tetap eksis di bumi ini, manusia harus ber-karma untuk memelihara hutan, membiarkan tanah datar ada resapan. Jangan Semua permukaan tanah itu ditutup dengan beton sampai air tidak terserap ke bawah tanah. Dengan terpeliharanya air, maka tumbuh-tumbuhan akan senantiasa eksis memberikan manusia makanan. ini artinya badan dengan alat-alat indrianya haruslah diberikan makanan yang wajar dan sehat. Dengan demikian, badan dengan alat-alat indria tersebut menjadi sehat dan dapat berfungsi dengan baik. Pikiran disucikan dengan satya. Ini berarti pikiran itu jangan dibiarkan berkeliaran ditarik oleh ketidak jujuran dan kebenaran sampai berada di jalur adharma.

Pendengar umat sedharma yang berbahagia,
Kalau pikiran lemah, maka pikiran tidak mampu mengendalikan indria yang selalu ingin dipuaskan melulu. Bagaikan kuda yang tidak patuh pada kendali tali kekangnya kusir kereta. Dengan berfungsinya semua unsur-unsur kereta tersebut secara proporsional, maka akan terjadilah sinergi unsur-unsur yang membangun diri manusia tersebut. Dan sinergi itulah manusia akan dapat bereksistensi secara baik dan benar sehingga mampu produktif menumbuhkan nilai-nilai material dan spiritual secara seimbang dan berkelanjutan. Dan syair suci Katha Upanisad ini kita dapat membuktikan bahwa agama Hindu tidak hanya mengajarkan hal-hal yang bersifat rohaniah semata, tetapi mengajarkan dan mengarahkan bahwa hidup ini harus diwujudkan secam utuh lahir batin bagaikan kereta.

Pendengar sedharma yang saya cintai,
Demikian yang dapat saya sampaikan, kiranya bermanfaat bagi kita semua. Dan semoga Sang hyang Widhi senantiasa melindungi dan menganugrahkan kesehatan bagi umatnya. Akhir kata;
Om Lokasamasta sukhino bhawantu.
Ya Tuhan Semoga seluruh isi alam berbahagia
OM SANTIH, SANTIH, SANTIH OM .
.

PENGENDALIAN DIRI

..
Om Swastyastu, Om Awignam Astu Namosidham, Om Anobadrah Kratavo Yantu Wisvatah (ya Tuhan semoga pikiran yang baik datang dari segala penjuru), Saudara Pendengar sedharma yang berbahagia, Puja dan Puji syukur kita haturkan kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa (TYME), karena Atas segala Anugrahnya yang telah Beliau limpahkan kepada kita semua sehingga dalam kesempatan ini kita dapat berjumpa dalam acara Renungan Agama Hindu yang disiarkan melalui RRI Nabire. Adapun topik Renungan kita malam ini adalah tentang PENGENDALIAN DIRI”.
Pendengar Umat Sedharma yang berbahagia,
Pengendalian diri, etika dan toleransi merupakan pencerminan kehidupan beragama dengan kehidupan sesame, baik manusia dalam lingkungan keluarga, masyarkat, bangsa dan Negara, bahkan pula dalam hubungan international antar bangsa-bangsa di dunia ini. Dengan pengendalian diri seseorang mampu hidup berdampingan secara rukun yang tercermin dalam etika atau tata laku sopan santun dalam pergaulan hidup. Dengan pengendalian diri yang mantap, akan berhasil mencapai tujuan dengan selamat, demikian pula dengan etika, seseorang  akan  mudah  bergaul  dengan   sesamanya  walaupun berbeda agamanya, pandangan hidup akan dapat diwujudkan dan dengan keharmonisan ini ketentraman dan kebahagiaan hidup, baik dalam keluarga maupun masyarakat dapat terealisasikan.
Pendengar Sedharma,
Dalam kehidupan didunia ini kita harus selalu mengendalikan diri jika kita ingin hidup teratur, terarah dan terkendali dan sebaliknya kehidupan duni akan semakin semerawut jika kita tidak mau mengendalikan diri, karena pada prinsipnya kita harus mengendalikan diri kita sendir bukan menyuruh orang untuk mengendalikan dirinya seperti yang disebutkan dalam kitab Yajurveda XL.1 sebagai berikut;
isa vasyam idam sarvam, yat kim ca jagatyam jagat
tena tyaktena bhunjita ma, grdhah kasya svid dhanam
Artinya:
(Segala sesuatu yang bergerak dan tidak bergera di alam semesta ini meliputi dan diresapi oleh Tuhan Yang Maha Esa. hendaknya seseorang mampu mengendalaikan dirinnya dan tidak menginginkan milik orang lain)
Pendengar Umat Sedharma yang saya cintai,
Dari ayat mantra tadi bahwa, Pengendalian diri adalah kemampuan seseorang untuk tidak melakukan yang tidak baik dan tidak patut dilakukan. Untuk dapat mengendalikan diri, seseorang hendaknya mengenal ajaran tentang Viveka atau Vivekajnana. Yang dimaksud dengan Viveka adalah kemampuan untuk membedakan yang baik dan buruk, salah dan benar. Yang baik belum tentu benar, sebaiknya yang benar belum tentu baik dan selanjutnya yang dengan pengetahuan Viveka ini seseorang akan dapat mengendalikan dirinya, sebab diantara berbagai makhluk hidup dengan tegas dinyatakan hanya manusialah yang memiliki pengetahuan itu sebab, oleh karena itu menjelma sebagai manusia disebut sebagai penjelmaan utama bila dibandingkan dengan makhluk lainya seperti yang termua dalam Sarasamnuccaya.2 sebagai berikut: “Di antara semua makhluk, hanya yang dilahirkan sebagai manusia sajalah yang dapat melaksanakan perbuatan baik ataupun buruk. Leburlah ke dalam perbuatan baik,perbuatan yang buruk itu; demikianlah gunanya (pahalanya) menjelma menjadi  manusia”.
Pendengar Umat Sedharma dimanapun anda berada,
Di dalam kitab Sarasamuccaya dijelaskan pula bahwa menjelma sebagai manusia adalah kesempatan yang utama dan sangat sulit untuk diperoleh (parama durlabha) dan hidup sebagai manusia dinyakan sangat singkat (ksanikasvabhava) bagaikan kerdipan kilat. Memang bila direanungka, seseungguhnya manusia hampir sangat jarang untuk merenungkan kembali, untuk apa tujuan penjelmaan kita ini, bagaimana kita seharusnya berbuat di dunia ini, benarkah kita nanti,  apakah yang akan kita bahwa dan bagaimanakah kita di alam sana dan lain-lain, pernyataan akan muncul bagi mereka yang memiliki kepekaan untuk merenungkan kehidupan kembali.
Pendengar Umat Sedharma yang berbahagia,
Untuk usaha, ajaran agama Hindu memberikan bimbingan dan tuntunan seseorang berhasil meniti kehidupan di dunia ini termasuk bagaimana dia berperilaku menyingkapi dan mensiasati kehidupan yang dewasa ini sangat dirasakan kecendrungan pada material, sebagai dinyatakan dalam kitab-kitab Purana, bahwa era jaman Kali (Kaliyuga) orientasi manusia hanyalah pada materi dan kesenangan, yang tidak akan memberikan kebahagiaan yang sejati. Bila kita hanya mengejar kepuasan materi atau kesenangan duniawi belaka (kepuasan kama), maka penderitaanlah yang akan kita jumpai. Memuaskan Kama semata diibaratkan menyiram api yang sedang berkobar tidak dengan air, melainkan dengan bensin dan akibatnya adalah api semakin membesar yang mengakibatkan kehancuran. Agama Hindu mengamanatkan untuk mewujudkan kedamaian dalam kehidupan ini, karena di balik kedamaian yang sejati. Kebahagiaan yang sejati (Moksa) bukanlah khayalan, melainkan kenyataan yang dapat diwujudkan di dunia ini (melalui Samadhi) yang disebut dengan Jiwamukti.
Pendengar Umat Sedharma yang saya cintai,
Sangat banyak kita jumpai ajaran agam Hindu penujuk tentang pengendalian diri termasuk pula bagaimana menggunakan Viveka sehingga kita mampu menyingkapi perkembangan dunia ini. Ajaran tentang pengendalian diri dan Viveka ini dapat kita jumpai dalam kitab suci Veda, dalam berbagai kitab Upanisad, Ithiasa dan Purana  termasuk pula dalam berbagai  kitab Dharmasastra, Tantra dan lain-lain. Etika adalah bentuk pengendalian diri di dalam pergaulan hidup bersama. Manusia adalah homo sosius, makhluk berteman. Ia tidak dapat hidup sendirian, ia selalu bersama dengan orang lain. Manusia hanya dapat hidup dengan sebaik-baiknya dan akan mempunyai arti, apabila ia hidup bersama-sama manusia yang lain di dalam masyarakat. Tidak bergaul dengan sesama manusia lainya. Hanya dalam hidup bersama manusia akan dapat berkembangan dengan wajar. Hal ini merupakan kenyataan yang tidak dapat dihindari, bahwa sejak manusia dilahirkan sampai ia mati, selalu memerlukan bantuan orang lain untuk kesempurnaan hidupnya. Bantuan itu tidak hanya untuk memenuhi kebutuhan jasmaninya, tetapi juga untuk memenuhi kebutuhan rohaninya.Manusia sangat memerlukan pengertian, kasih sayang, harga diri, pengakuan dan tanggapan-tanggapan emosional yang sangat penting artinya bagi pergaulan dan kelangsungan hidupnya yang  sehat. Semua kebutuhannya itu merupakan kebutuhan rohani hanya dapat ia perolah dalam hubungannya dengan manusia dalam masyarakat, Inilah kodrat manusia sebagai makhluk sosial karena manusia baru dapat disebut manusia dalam hubungannya dengan orang lain dan bukan dalam kesendiriannya.
Pendengar sedharma,
Demikian yang dapat saya sampaikan pada kesempatan yang baik ini, semoga apa yang saya sampaikan bermanfaat untuk kita semua. Akhir kata;
Om Loka samastha sukhino bhawantu
Ya Tuhan Semoga seluruh isi alam berbahagia
OM SANTIH, SANTIH, SANTIH OM .
.

EMPAT KUNCI HIDUP SEHAT

..
Om Swastyastu, Om Awignam Astu Namasidham, Om Anobadrah Kratavo Yantu Wisvatah (ya Tuhan semoga pikiran yang baik datang dari segala arah), Pendengar sedharma yang berbahagia, puja dan puji syukur kita haturkan kehadapan Sang Hyang Widhi Wasa (TYME), karena kita dapat berjumpa dalam acara Santapan Rohani Agama Hindu yang disiarkan melalui RRI Nabire. Adapun Tema kita pagi ini adalah EMPAT KUNCI HIDUP SEHAT”.

Pendengar umat Sedharma yang berbahagia,
Untuk hidup sehat dewasa ini tidak semata-mata tergantung pada apa yang dilakukan oleh orang lain. Tetapi lebih banyak tergantung pada apa yang kita lakukan sendiri. Antara lain kunci hidup sehat adalah tertawa, ada harapan, cinta dan Agama. Kalau keempat unsur tersebut mampu diwujudkan terpadu, maka hidup sehat dan bugar sangat yakin dapat dicapai.

Pendengar Sedharma,
Yang pertama, Tertawa: Suka dan duka memang, silih berganti menggeluti hidup manusia di dunia ini. Seseorang dapat disebut hidup sehat dan bahagia apa bila sebagian besar hidupnya dijalaninya dengan bersukaria secara wajar dan benar. Artinya mereka dapat hidup gembira dengan tidak melanggar Dharma, maupun norma-norma umum lainya. Genderang Pamungkas pernah menyatakan, bahwa orang yang hidupnya lebih banyak ketawanya atau gembira ria lebih sulit kena santet, dari pada orang yang senantiasa dirungdung duka dan asab derita. Ketawa itu sehat, demikian sering kita dengar ungkapan orang-orang bijak. Ketawa yang sehat itu bukanlah ketawa sembarang ketawa. Ketawa yang sehat itu adalah ketawa yang sewajarnya. Kalau memang ada sesuatu yang lucu dan patut merangsang ketawa lalu kitapun ketawa. Kalau sesuatu yang lucu dan memang patut menimbulkan ketawa terus kita tidak ketawa tentunya ada sesuatu yang tidak beres dalam diri kita. Malahan yang celakanya, kalau kita ketawa saat orang tidak sepatutnya ketawa, tentunya hal itu menyebabkan dapat kita dicurigai menderita ganguan jiwa, ya setidaknya dianggap aneh oleh para khalayak. Oleh karena itu. Ketawa yang menjadi salah satu unsur hidup sehat itu adalah ketawa yang benar dan yang sewajarnya saja. Dan jangan sampai kita ketawa-ketawa sendiri di jalanan, jadi kalau itu terjadi bukan lagi ketawa yang sehat. Tetapi ketawanya orang gila, alias gendeng.

Pendengar sedharma dimanapun anda berada,
Berikutnya, Ada harapan. Hidup ini memang suatu harapan. Wujudkanlah harapan itu dengan bercita-cita yang realistis. Hidup tanpa cita-cita sama dengan mati. Dan Cita-cita tanpa kerja sama dengan mimpi. Kerja yang  sukses mewujudkan cita-cita, itulah kebahagiaan. Seperti halnya Moto Bapak Presiden kita yaitu Kerja, Kerja dan kerja. Umat Hindu yang memiliki keyakinan adanya reinkarnasi/samsara/kelahiran kembali seyogianya tidak pernah putus asa dalam menjalani hidup ini. Seandainya dalam hidup ini kita memang gagal dalam berbagai bidang, yakinlah pada penjelmaan berikutnya kita masih ada peluang untuk mengembangkan harapan kita lebih baik dari pada sebelumnya. Karena ajaran reinkarnasi itu memiliki nilai untuk tidak pernah berputus asa dalam hidup ini.

Pendengar Umat Sedharma yang berbahagia,
Agar harapan hidup itu tidak menjadi beban, yang memberatkan dalam hidup ini, maka rumuskanlah harapan hidup ini sesuai dengan kenyataan hidup. Janganlah merumuskan harapan terlalu muluk-muluk diluar kemampuan kita. Dengan demikian kita akan selalu optimis dalam mewujudkan harapan dalam hidup ini.

Pendengar Umat Sedharma yang Saya Cintai,
Komponen yang berukutnya adalah, Memliki cinta. Hidup akan dirasakan gersang kalau tanpa cinta. Hidup akan bergairah kalau ada yang dicintai dan ada yang mencintai. Cinta dalam hal ini tidak harus selalui dikaitkan dengan hubungan sexual. Cinta-mencintai dengan sesama akan menimbulkan  dorongan untuk saling mengabdi dengan tulus ikhlas tanpa ada pamrih atas pengabdian yang dilakukan. Itulah sesungguhnya cinta. Kalau disertai dengan berbagai pamerih, itu bukanlah cinta yang benar, tetapi hanya dorongan hawa nafsu belaka. Kalau pamrihnya tidak terwujud, maka cinta itu bisa berbalik menjadi kebencian dan dendam. Tetapi sebaliknya, Cinta juga bisa membuat orang sehat apa bila dilakukan dengan ketulus ikhlasan. Menurut pandangan Hindu dalam diri setiap manusia terdapat Atman yang berasal dari Brahman atau Tuhan Yang Mahaesa. Cinta yang tulus ikhlas itu akan tumbuh dalam diri setiap orang, apa bila kesucian Atman itu menjadi unsur yang paling dominan dalam diri manusia tersebut. Cinta akan menjadi media pelampiasan hawa nafsu apa bila cinta itu hanya di dorong oleh gejolak hawa nafsu belaka, tanpa dikendali oleh kesucian Atman. Cinta akan menjadi unsur yang dapat membangun hidup sehat, apa bila datang dari ekspresi  kesucian  Atman. Cinta itulah yang mendorong manusia untuk giat dan semangat bekerja sebagai wujud pengabdian pada yang dicintai. Itulah kekuatan dari sebuah cinta.

Pendengar Umat Sedharma yang Berbahagia,
Komponen yang terakhir adalah. Agama. Kehidupan beragama merupakan suatu komponen untuk membangun hidup sehat dan bugar. Unsur yang paling utama dalam kehidupan beragama adalah percaya dan bhakti pada Tuhan. Orang akan tegar menghadapi dinamika suka, duka dan berbagai hiruk pikuk kehidupan, apa bila ia selalu meyakini Tuhan senantiasa menyertai hidupnya. Mereka yakin bahwa Tuhanlah sebagai sutra dara agung drama kehidupannya di dunia ini. Apapun yang diperankan dalam drama kehidupan ini, ditetapkan hukumnya oleh Tuhan berdasarkan karma-karma yang pernah dilakukannya dalam kehidupan ini. Artinya Tuhan dalam menentukan peran kehidupan ini tidaklah sewenang-wenang. Peran yang diberikan selalu disesuaikan dengan karma wasana setiap orang. Jadi Agama dalah pedoman hidup yang patut kita yakini.

Pendengar Umat Sedharma yang Saya Cintai
Demikianlah komponen atau komposisi-komposisi hidup sehat menurut agama Hindu. Dan semoga ini semua dapat memberi manfaat untuk kita, dan semoga Ida Sang Hyang Widi Wasa menganugrahkan kerahayuan untuk kita semua. Akhir kata;
“Om Lokasamasta sukhino bhawantu.
Ya Tuhan Semoga seluruh isi alam berbahagia”
OM SANTIH, SANTIH, SANTIH OM .
..

MANUSIA MAHLUK SEMPURNA

…..
Om Swastyastu, Om Awignam Astu Namasidham, Om Anobadrah Kratavo Yantu Wisvatah (ya Tuhan semoga pikiran yang baik datang dari segala arah), Pendengar sedharma yang berbahagia, puja dan puji syukur kita haturkan kehadapan Sang Hyang Widhi Wasa (TYME), karena kita dapat berjumpa dalam acara Renungan Agama Hindu yang disiarkan melalui RRI Nabire. Dalam Tema kita malam ini yaitu MANUSIA MAHLUK SEMPURNA”.
Saudara Sedharma yang saya bangakan
Manusia adalah mahluk yang tertinggi, diantara mahluk-mahluk yang lainnya yang ada di dunia ini. Pertanyaannya, kenapa manusia dikatakan mahluk yang paling tinggi dan utama?, kita pasti paham, karena manusia di bekali lebih, diantara tumbuh-tumbuhan dan binatang. Karena manusia dapat bergerak, berbicara dan logika/berfikir. Maka dari itu kita sebagai manusia yang memiliki logika untuk berfikir, maka hendaknya kita harus dapat mengontrol segala aktivitas dan tingkah laku kita. Atau dalam agama Hindu dikenal dengan sebutan, Tri Kaya Parisudha. Tri kaya parisuda adalah ajaran mendasar bagi umat Hindu. Dan ajaran ini adalah tuntutan etika moral bagi setiap umat Hindu. Tri Kaya PariSudha mengandung arti tiga perbuatan yang harus disucikan.
Pendengar sedharma yang berbahagia,
Pada jaman kaliyuga seperti sekarang ini, manusia lebih mengutamakan untuk mengejar material dari pada spiritual, sehingga terjadi penurunan mental dan moral. Untuk itu Tri Kaya Parisuda perlu dihayati dan dilakukan serta mengangkat kembali untuk dijadikan pegangan dan pedoman dalam kita menjalani hidup ini. Sebenarnya tri kaya parisuda merupakan sebuah ajaran yang bersifat universal atau menyeluruh, karena ajaran ini mengajak kita agar selalu berpikir yang baik atau yang disebut (Manacika), berkata-kata atau berbicara yang baik yaitu (wacika), dan berbuat yang baik adalah (kayika).
Saudara sedharma,
Tri Kaya Parisuda bersama dengan konsep-konsep yang luhur lainnya, telah membentuk insan-insan dengan karakter atau sifat yang memenuhi persyaratan untuk dapat dipercaya dan diandalkan dalam kehidupan kita atau manusia dalam sehari-hari. Dalam kenyataan hidup yang serba matrialistik maka desakan serta hantaman dalam dunia kerja memaksa kita untuk berbuat yang merugikan orang lain, baik dari segi pikiran, perkataan dan perbuatan yang tidak sewajarnya. Serta tidak bisa kita pungkiri bahwasanya telah terjadi pergeseran moral dan mental yang cenderung mengejar kebutuhan-kebutuhan duniawi dengan menggunakan jalan pintas, dan akibatnya pembelajaran ke arah yang salah pada zaman yang lalu, sehingga menumbuhkan 'budaya' KKN yang sampai saat ini sulit kita hidari atau brantas. Disadari atau tidak, Tri Kaya Parisuda ternyata telah terpinggirkan oleh peruatan atau pemikiran tersebut. Pertanyaannya kenapa hal itu bisa terjadi. Bisa kita lihat bersama, Ini dapat dilihat dari pelajaran budi pekerti yang telah menghilang dari kurikulum di sekolah. Demikian juga dengan hilangnya kebiasaan memberi cerita. Seperti halnya cerita tantri sebagai pengantar tidur, seperti yang dilakukan generasi pendahulu kepada anak cucunya, yang sekarang nyaris tak pernah terdengar lagi.
Pendengar umat sedharma yang berbahagia.
Pembelajaran tersebut ternyata telah meniru cara-cara yang berlaku di zaman kolonial dalam pola hubungan vertikal antara penjajah Belanda, para raja (terutama di Jawa), dan rakyat indonesia. Jadi penekanan dari atas ke bawah terjadi represi atau penindasan dalam berbagai bentuk dan berjenjang, sementara dari bawah ke atas terjadi pemberian upeti dalam berbagai bentuk pula, hal itu juga terjadi secara berjenjang. sehingga pergeseran moral dan mental tersebut terjadi secara menyeluruh dan dari jaman ke jaman dan sampai saat ini hal itu masih terjadi. Saudara sedharma di manapun berada.
Cara berpikir dibentuk oleh pembelajaran dan pengalaman di masa lalu, berkembang menjadi pola-pola tertentu yang kemudian tertanam dalam pikiran bawah sadar. Inilah yang disebut sikap dasar/sikap intrinsik atau mind-set pemahaman simpelnya adalah pola pikir. Sikap dasar/cara berpikir ini menentukan kecenderungan pola seseorang dalam berkata-kata maupun berbuat. Jadi, dalam konsep Tri Kaya Parisuda, berpikir yang baik (Manacika) merupakan komponen yang paling penting dan bersifat paling sentral yaitu yang paling utama.
Para pendengar  dan umat sedharma.
Sekarang banyak pemimpin, terutama pemimpin yang menghendaki terjadinya perubahan ke arah yang positif, serta mendorong berbagai upaya untuk mengubah mind-set dan pola pikir manusia ke arah yang lebih baik. Mereka sangat sepakat dengan kaidah yang dilontarkan oleh William James, seorang psikolog terkemuka dari Amerika Serikat, yang menyatakan bahwa revolusi terbesar generasi sekarang adalah bahwa manusia dapat mengubah aspek ekstrinsik kehidupannya dengan mengubah sikap intrinsik alam pikirannya. Artinya bila seseorang ingin mengubah kehidupannya (misalnya dari menderita menjadi bahagia, dari gagal menjadi sukses, bahkan dari miskin menjadi makmur atau kaya, dan lain sebagainya), ia harus mulai dengan mengubah cara-cara berpikir yang telah tertanam dalam pikiran bawah sadarnya. Pemanfaatan teknik-teknik dan metode terbaru yang telah membuahkan perubahan-perubahan dan bermakna dalam skala yang lebih luas, telah menggugah keberanian William James untuk menyebut perubahan tersebut sebagai revolusi terbesar generasi sekarang. Saudara sedharma yang saya cintai.
Berpikir yang baik menurut kacamata lama, mungkin terbatas pada pengertian seperti berpikir positif, berpikir jernih, bebas dari pikiran kotor, dengki, sirik, dendam, marah dan lain sebagainya. Sekarang, cakupan pengertian tersebut mungkin sudah harus diperluas dengan hal-hal yang berkembang, seiring dengan perkembangan zaman. Pertama, berpikir dari sudut pandang yang berbeda-beda yang dapat memperluas cara pandang seseorang. Kedua, berpikir berdasarkan fakta menggunakan hukum sebab akibat yang dapat meningkatkan kemampuan dalam melihat berbagai situasi serta memperkirakan berbagai kemungkinan. Ketiga, berpikir secara lateral/kolateral yang dapat mengembangkan kreativitas/daya cipta. Keempat, berpikir bahwa setiap orang diberi anugerah oleh-Nya berupa potensi yang sama, untuk menjadi apa pun yang mereka benar-benar inginkan di kemudian hari. Kelima, berpikir bahwa di dalam pikiran bawah sadar, tersimpan nalar supra atau inteligensia kreatif yang dapat membantu setiap orang mewujudkan cita-citanya. Demikian jelas bahwasanya keutamaan dan kelebihan manusia dalam berfikir, sehingga kita sebagai manusia hendaknya dapat memanfaatkan hal tersebut untuk membuat sebuah tali persaudaraan dan perdamaian serta memelihara alam sejagat raya ini agar kita manusia yang memeliki kelebihan dibandingkan makluk hidup yang ada di dunia ini dapat menjalankan ajaran-ajaran agama.
Pendengar umat sedharma yang saya cintai.
Demikian yang dapat saya sampaikan pada kesempatan malam ini, semoga apa yang saya sampaikan dapat bermanfaat bagi kehidupan kita semua, akhir kata;
Om Loka Samasta sukhino bhawantu”
“Ya Tuhan Semoga seluruh isi alam berbahagia”
Om Santih, Santih, Santih Om
…..

MENGENDALIKAN AMARAH

.
OM SWASTYASTU, Om Avighnam Astu Namo Sidham, Om anobadrah kratavo yantu visvatah, (ya Tuhan semoga pikiran yang baik datang dari segala arah), Saudara pendengar umat Sedharma yang berbahagia, selamat pagi dan selamat berjumpa kembali dalam acara Santapan Rohani Agama Hindu RRI Nabire. Pertamatama marilah kita haturkan Puja dan puji syukur kehadapan Ida Sang Hyang  Widhi Wasa (Tuhan yang Maha Esa), adapun tema pagi ini adalah “MENGENDALIKAN AMARAH”.

Saudara Sedharma yang saya cintai,
Sifat marah atau Krodha adalah bagian dari kehidupan kita, ia merupakan musuh yang ada di dalam diri kita yang harus dikendalikan. Dan sifat ini harus betulbetul kita kendalikan, apabila kita tidak ingin halhal buruk terjadi pada diri kita dan orang lain. Sering kita mendengar berita di TV, menbaca di Koran ataupun mungkin pernah melihat langsung orang yang tidak dapat mengendalikan sifat marahnya. Karena tidak bisa mengendalikan sifat marah ini, orang bisa membunuh orang lain, mencelakai orang lain, serta karena sifat marah ini pula, dia bisa mencelakai dirinya sendiri. Begitu juga orang yang sering marah akan mudah terserang penyakit seperti hipertensi, jantung dan bahkan mungkin stroke. Oleh sebab itu sifat ini harus dikendalikan.

Saudara Sedharma yang terkasih,
Di dalam Kitab Bhagawadgita. II. 63 dinyatakan:
Yang Artinya:
Dari amarah timbullah kebingungan, dari kebingungan hilanglah ingatan, dari hilang ingatan menghancurkan pikiran, dari kehancuran pikiran, maka ia musnah.

Pendengar Sedharma di manapun anda berada,
Dari Sloka ini jelaslah bahwa kita harus betulbetul mengendalikan sifat marah, yang ada di dalam diri kita, dan apabila kita tidak mau, maka kita akan mengalami kehancuran, karena bila pikiran dan ingatan sudah mengalami kehancuran, apa artinya kita hidup sebagai manusia?

Pendengar Sedharma,
Bila kita ingin mengendalikan sifat marah yang ada dalam diri kita, maka kita harus mengendalikan semua panca indra dan pikiran kita. Dan bagi orang yang keterikatan akan harta bendanya sangat kuat, maka hal yang paling sulit dilakukannnya adalah berdana Punya. Hal ini dinyatakan di dalam saracamuscaya 178180, bahwa di dunia ini tidak ada hal yang lebih sulit dilakukan daripada berdana punya (bersedekah). Umumnya orang sangat sayang akan harta kekayaannya karena mendapatkannya dengan susah payah.

Saudara sedharma,
Memang menabjubkan orang yang rela melepaskan segala hak miliknya, karena sesungguhnya ia sudah dapat melakukan hal yang amat sukar adanya. Karena pada umumnya hal itu adalah mustahil bagi kebanyakan orang, sebab memang sulit untuk meninggalkan sesuatu, apalagi yang belum diperoleh. Karena tidak berkeputusanlah kehausan kita terhadap yang kita idam–idamkan. Jika orang kaya menggembargemborkan diri telah bersedekah kepada orang miskin, hal itu tidak aneh, karena memang sudah menjadi fungsi (kegunaan) dari uang untuk dipunyakan / didermakan. Jika dipakai hal lain dari pada itu menderita kemiskinan namanya.

Pendengar Sedharma yang Berbahagia,
Orang yang tinggi ilmu bijaksanaannya, Seperti dijelaskan dalam Saracamuscaya Sloka 181 bahwa ia tidak sayang untuk mengorbankan harta benda, kekayaannya, walaupun nyawanya sekalipun apabila untuk kepentingan umum. Sebab ia sadar akan kekekalan jiwa dan ketidakkekalan benda, keadaan lahiriah ini. Oleh karena itu ia rela mati demi kepentingan umum. Dengan demikian yang harus diperbuat adalah, janganlah kikir dalam memberi dana punya, buatlah usaha untuk amal, pergunakanlah kekayaan untuk kesejahteraan. Karena sesungguhnya kewibawaan itu tidak akan berhenti menyertai kita apabila karmaphala yang menyebabkannya belum habis darinya berbuatlah baik selalu agar karmaphala yang baik tidak habis.

Saudara  sedharma yang berbahagia,
Di dalam kitab Saracamuscaya 184 dinyatakan juga Apakah gunanya harta kekayaan jika tidak didana punyakan dan dinikmati; demikian pula kesaktian tidak akan ada gunanya jika tidak digunakan mengalahkan musuh. Begitu juga ilmu pengetahuan tidak akan ada gunanya jika tidak dipakai untuk kesempurnaan terlaksananya tugas kewajiban. Begitu pula pengetahuan kebatinan tidak akan ada faedahnya jika tidak dipakai mengalahkan panca indera dan untuk mengusai sifat  sifat rajas dan tamah.

Saudara Sedharma yang saya banggakan,
Dari macam dana punya maka yang dinamai Abhayadana atau pemberian perlindunganlah yang nilainya lebih mulia dari segala pemberian lainnya. Berilah pertolongan kepada orang yang memerlukan itu akan lebih berfaedah dari pada memberikan sesuatu kepada orang yang tidak memerlukan, umpamanya saja memberikan segelas air putih kepada orang yang kehausan akan lebih bernilai dari pada memberikan emas kepada orang yang telah makmur. Dan janganlah memberikan pertolongan kepada orang jahat atau minta pertolongan kepada orang yang jahat. ini yang diajarkan di dalam Weda.

Pendengar Sedharma yang berbahagia,
Itulah makna dalam kehidupan ini yang penuh dengan berbagai cobaan, rintangan, hambatan, dan lain sebagainnya. Oleh karena itu  kita dapat mengendalikan amarah dengan menerapkan ajaran-ajaran Agama yang kita yakini. Dengan demikian kita dapat mengekang panca indra kita.

Pendengar Sedharma yang saya Cintai,
Demikian santapan rohani pagi ini yang dapat saya sampaikan, dan semoga di dalam aktivitas kita, kita dapat mengendalikan itu semua serta dapat bermanfaat bagi kita semua demi menjaga perdamaian di antara ciptaan Ida Sang Hyang Widhi Wasa.
Akhir kata:
Om Loka Samasta Sukhino Bhawantu”
“Ya Tuhan Semoga seluruh isi alam berbahagia”
OM SANTIH SANTIH  SANTIH  OM
..

AWAL PENCIPTAAN ALAM SEMESTA

.
Om Swastyastu, Om Awignam Astu Namasidham, Om Anobadrah Kratavo Yantu Wisvatah (ya Tuhan semoga pikiran yang baik datang dari segala arah), Pendengar sedharma yang berbahagia, puja dan puji syukur kita haturkan kehadapan Sang Hyang Widhi Wasa (TYME), karena kita dapat berjumpa dalam acara Renungan Agama Hindu yang disiarkan melalui RRI Nabire. Adapun renungan kita dengan Tema AWAL PENCIPTAAN ALAM SEMESTA”.

Pendengar Umat Sedharma yang Saya Cintai, 
Dalam Bhagawad Gita III.10 dinyatkan bahwa Tuhan menciptakan alam ini berdasarkan Yadnya. Ini artinya Tuhan menciptakan alam ini dengan penuh kesucian dan sama sekali tidak ada pamerih apa-apa. Dalam Sloka Bhagawad Gita tersebut juga dinyatakan bahwa dengan Yadnya itu juga makhluk dapat hidup. Jadinya makhluk hidup itu dapat hidup dengan saling beryadnya.

Pendengar Sedharma,
Dalam Bhgawad Gita III.16 juga lebih ditegaskan lagi, barang siapa dalam hidupnya ini tidak ikut memutar Cakra Yadnya yang sifatnya timbal balik ini ia sesungguhnya hidupnya penuh dengan dosa. Kalau manusia dapat hidup dari tumbuh-tumbuhan dan hewan, maka manusia itu wajib melakukan Yadnya pada tumbuh-tumbuhan dan hewan. Manusia dapat berbuat dalam bentuk pelestarian tumbuh-tumbuhan dan hewan tersebut. Bentuk pengabdian kepada tumbuh-tumbuhan dan hewan itu didasarkan pada sikap beryadnya. Beryadnya ini bukanlah semata-mata upacara Agama. Yadnya harus dilanjutkan dengan langkah nyata dalam perbuatan sehari-hari.

Pendengar sedharma dimanapun anda berada,
Nilai-nilai suci ajaran Weda seperti ajaran beryadnya, ini perlu ditanamkan kedalam lubuk hati sanubari umat Hindu yang meyakini ajaran tersebut. Untuk itu dipergunakan berbagai methode. Salah satu cara tersebut adalah dengan simbol-simbol yang didalam simbol itu penuh dengan muatan Tattwa Agama Hindu itu sendiri. Lewat simbol-simbol keagamaan itu ditanamkan secara sistematis nilai-nilai Tattwa yang terdapat dalam ajaran Agama Hindu. Kalau pemaknaan simbol-simbol itu dapat terserap dengan baik oleh umat, maka akan terjadi transpormasi sikap mental dan moral umat menuju kearah yang semakin mulia dalam hidup ini. Kalau simbol-simbol itu hanya diserap sebagai informasi bukan untuk tranformasi diri, maka ajaran yang terdapat dalam simbol-simbol itu hanya sebagai ilmu pengetauan belaka. Hal ini tidak akan banyak dapat memberi makna pada kehidupan beragama. Maka untuk menanamka nlai-nilai luhur ajaran Hindu kepada lubuk hati sanubari umatnya, Agama Hindu mengenal adanya empat bahasa. Ada yang melalui bahasa lisan, bahasa tulisan, bahsa isyarat dan bahasa mona. Mona artinya diam.

Umat Hindhu yang saya banggakan,
Simbol-simbol itu diam, namun di dalamnya terdapat banyak hal yang dapat diceritrakan mengenai Tattwa Agama Hindu. Itulah bahasa simbol. Bahasa Simbol itu misalnya Banten atau sering juga disebut sesaji sebagai sarana upacara Yadnya. Banten itu diam saja. Namun kalau ia dikupas dengan tepat, ia akan banyak berceritra tentang makna beragama Hindu ini. Disampin ada Banten yang memiliki makna yang sangat luas dan dalam, terdapat juga tempat pemujaan sebagai simbol Agama Hindu yang banyak memberikan kita informasi yang dalam tentang Tattwa dan Susila ajaran Hindu. Banyak juga simbol-simbol lainya yang berkaitan dengan Yadnya tsb.

Pendengar Umat Sedharma yang berbahagia,
Lima Unsur Penyucian Dalam Upacara Yadnya menurut, Suami Satya Narayana menyatakan, bahwa setiap Upacara Yadnya hendaknya memiliki lima unsur yang terpadu untuk membangun kesucian umat dalam melangsungkan Upacara Agama Hindu. Lima unsur tersebut adalah.
1. Mantra adalah unsur yang terpenting dari setiap upacara Yadnya. Mantra inilah yang akan dapat menyelesaikan suatu Upacara Yadnya. Tidak ada Upacara Yadnya yang disebut selesai kalau tidak diantarkan dengan suatu Mantra tertentu. Mantra itu berasal dari kata man  dan  tra . Kata man  asal  kata dari kata Mantra artinya pikiran atau manah. Sedangkan kata tra  artinya menyebrangkan. Jadinya Mantra adalah media audio yang sakral  dengan tujuan untuk menyebrangkan pikiran dari yang gelap menuju pikiran yang terang dan kuat. Pikiran yang terang dan kuat itu akan mampu mengendalikan gerak indria agar jangan sampai melekat pada objek-objeknya. Karena kalau pikiran yang dikuasai oleh indria apa lagi sampai melekat pada objek-objeknya, maka pikiran itu akan menjadi gelap. Pikiran yang gelap itu akan dapat menutup sinar suci Brahman dalam menyampaikan karunianya. Karena itu dianjurkan untuk berjapa mengulang-ulang.

Pendengar Umat Sedharma dimanapun berada,
Kedua yaitu, Tantra adalah kekuatan tenaga dalam yang dimiliki oleh manusia dengan mengaktifkan unsur Guna Sattwam, dengan kekuatan Guna Rajas. Kalau unsur Guna Sattwam yang aktif manusia akan memiliki kekuatan tenaga dalam yang maha hebat. Kekuatan tenaga dalam yang maha hebat itu adalah kasih sayang yang tulus ikhlas. Tidak ada yang lebih hebat dari kasih sayang yang disebut juga Prema Wahini, artinya kasih yang terus mengalir pada diri manusia. Karena itu Upacara Yadnya itu harus dilangsungkandengan kasih sayang yang terus mengalir dari hati yang tulus. Berikutnya, Yantra artinya alat atau sarana sebagai simbol untuk menvisualkan nilai-nilai Dharma dalam ajaran Agama Hindu. Simbol-simbol yang disebut Yantra itu seperti Bebanten, bangunan-bangun suci, gambar-gambar yang sakarl dll.

Umat Sedharma yang saya hormati,
Yang ke empat adalah: Yadnya artinya suatu perbuatan yang dilakukan karena didorongan oleh ketulus ikhlasan yang suci, Rela berkorban demi tujuan yang lebih mulai dan lebih suci. Dan yang terakhir yaitu Yoga; artinya tujuan akhir dari Upacara Agama Hindu, adalah mencapai kumonikasi yang intensif dengan kesucian Tuhan. Dengan hubungan yang intensif dengan kesucian Tuhan, itulah manusia akan dapat meningkatkan kualitas moralnya dan daya tahan mentalnya menghadapi godaan godaan hidup.

Pendengar Umat Sedharma yang Berbahagia,
Simbol-simbol dalam Upacara Yadnya umumnya akan memuat  lima unsur nilai untuk dipadukan dalam meningkatkan kesucian umat yang melangsungkan Upacara Yadnya itu. Dengan lima unsur tersebut dapat dipadukan berbagai potensi umat, baik Sang Yajamana, Sang Widia maupun sang Pandita pemuput upacara yadnya tersebut.

Pendengar Umat Sedharma Yang Saya Cintai
Berawal dari yadnya Tuhan itulah, maka alam beserta seisinya itu ada, dan oleh kerena itu, marilah kita untuk beryadnya sebagai ungkapan terimakasih kita kepada Sang Pencipta. Dan semoga apa yang saya sampaikan ini bermanfaat bagi kita semua. Serta semoga Sang Hyang Widhi senantiasa melindungi dan menganugrahkan kesehatan bagi kita semua untuk terus beryadnya yang tulus ikhlas. Akhir kata:
Om Lokasamasta sukhino bhawantu.
Ya Tuhan Semoga seluruh isi alam berbahagia”
OM SANTIH, SANTIH, SANTIH OM .

PERMUSUHAN


Om Swastyastu, Om Awignam Astu Namosidham, Om Anobadrah Kratavo Yantu Wisvatah (ya Tuhan semoga pikiran yang baik datang dari segala penjuru), Pendengar sedharma yang berbahagia, Puja dan Puji syukur patut kita haturkan kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa (Tuhan yang Maha Esa), karena Atas segala Asung kerta wara nugrahaNya yang telah Beliau limpahkan kepada kita semua, sehingga dalam kesempatan ini kita dapat berjumpa kembali pada acara Renungan Agama Hindu yang disiarkan melalui RRI Nabire. Adapun topik Renungan kita malam ini adalah tentang PERMUSUHAN”

Pendengar Umat Sedharma yang saya banggakan,
Meminjam istilah Bali, yaitu salah satu nilai kearipan lokal yang diwariskan oleh leluhur umat Hindu di Bali berbunyi sbb:  Memusuh ngajak nyama sing dadi metelah-telahan. Kalimat berbahasa Bali ini kalau disalin kedalam bahasa Indonesia kira-kira artinya sbb: kalau bermusuhan dengan sesama saudara janganlah habis-habisan. Kearipan lokal dalam bentuk nasehat tersebut kalau dicamkan dengan baik akan dapat meredam tajamnya permusuhan dengan sesama saudara, bentuk kearipan lokal ini mungkin muncul dalam masyarkat kita (Indonesia) yang notabene masyarakat yang majemuk.

Pendengar Umat Sedharma,
Hal ini muncul sebagai akibat dari adanya hukum alam, atau yang dikenal dalam agama Hindu adalah Rwa Bhineda sebagai ciptaan Tuhan. Betapapun eratnya persatuan dalam persaudaraan maka pernah saja ada perbedaan. Bahkan sering mengarah pada permusuhan. Yaitu permusuhan dalam persaudaraan yang kadang-kadang sulit dihindari. Karena itu agar jangan orang terlalu frustrasi menghadapi keadaan yang tidak mengenakan itu muncullah nasehat dari berbagai pihak seperti yang dikutip di atas.

Pendengar Umat Sedharma yang berbahagia,
Meskipun bermusuhan dengan saudara bukan merupakan harapan hidup setiap orang, tetapi hal itu merupakan kenyataan sosial yang mau tidak mau harus dihadapi, Mungkin leluhur jaman dahulu ada yang sering menjumpai kenyataan itu. Dari menghadapi kenyataan itulah nilai-nilai Agama direfleksikan kedalam bentuk paradigma yang dituangkan dalam bentuk nasehat seperti yang dikutip diatas. Dengan paradigma itu diharapkan dapat  meredakan kita untuk bermusuhan dengan sesama saudara, dalam artian yang luas. Seperti: Saudara kandung, saudara seagama, satu suku, satu daerah, satu bangsa dst.

Pendengar Umat Sedharma dimanapun anda berada,
Di Jaman Kali yuga ini banyak sekali kita jumpai persaudaraan tanpa sahabat, seperti bersaudara satu ayah satu ibu tetapi tidak bersahabat alias bermusuhan, bersaudara dalam satu Agama tetapi tidak bersahabat, bersaudara satu partai politik tetapi bermusuhan, bersaudara satu etnis namun selalu bertikai, bersaudara satu instansi tetapi bermusuhan bahkan saling menjelekan satu sama lain, demikian seterus nya. Seperti yang kita ketahui saat ini di sela-sela kita merayakan kemerdekaan Indonesia, tetapi ada saja gerakan yang ingin merdeka di satu daerah, dan bahkan mengorbankan nyawa, hal inilah yang kita sayangkan. Pertanyaannya apakah tidak ada jalan lain selain kangkat senjata??

Pendengar Umat Sedharma yang saya cintai,
Seperti konsep Rwa Binedha, bahwasanya ada Bersahabat maka ada bermusuhan atau ada pertemuan maka ada perpisahahan dan lain sebagainya, itu memang salah satu ciri dari kehidupan bersama dalam masyarkat. Hukum alam (Rwa Bhineda) menyebabkan terjadinya hal yang demikian itu. Swami Satya Narayana menyatkan jaman Kerta umat manusia tidak memiliki musuh. Jaman Treta Yuga manusia mulai memiliki musuh, cuma musuhnya masih jauh diluar Negaranya. Seperti Sri Rama Raja Ayodia musuhnya jauh di Alengka Pura. Pada jaman Dwapara musuh sudah masuk dalam keluarga seperti Pandawa bermusuhan dengan Korawa, padahal mereka saudara sepupu dalam satu Kerajaan lagi. Dan pada jaman Kali yuga musuh sudah masuk kesetiap lubuk hati nurani manusia. Hal inilah yang sering menyebabkan orang saling pandang sebagai musuh dan bukan sebagai sahabat.

Saudara Sedharma para bhakta terkasih,
Untuk meredam permusuhan apa lagi dalam saudara ada baiknya kita kuatkan lagi berpegang pada nasehat sebagai kearipan local tadi. Jadikanlah kelebihan dan kekurangan sesama saudara itu milik sendiri. Memusuhi saudara sendiri sesungguhnya memusuhi diri sendiri, karena saudara kita itu merupakan bagian yang tidak terpisahkan dengan diri kita. Apakah itu saudara sekandung, saudara seAgama, saudara satu suku atau satu bangsa Indonesia. Semuanya itu adalah saudara kita. Karena seseorang akan sangat tersiksa bermusuhan dengan sesama saudara, serta akan sulit menghindarkan pertemuan-pertemuan, apakah dalam pertemuan agama, suku atau dalam kegiatan apapun. Dan apabila kita habis-habisan bermusuhan dengan saudara, kita akan benar-benar menderita setiap kali berjumpa. Dan apabila kita redam dengan nasehat yang arip,  Apa lagi punya konsep mencari kemenangan dengan jalan mengalah, hal ini akan lebih mulia, baik dimata manusia atau di mata Ida Sayang Hyang Widhi (Tuhan Yang Maha Esa), karena dengan mengalah dalam permusuhan dengan saudara justru kita akan menang. Dengan tidak merasa bermusuhan kita akan merasa terbebas dari rasa tertekan.

Saudara Pendengar Sedharma yang saya cintai,
Memang kita harus berani berkorban dengan merendah. Atau dalam bahawa umum kita mengalah untuk menang di hadapan Tuhan Yang Maha Esa, dan Masyarakatpun umumnya akan menilai yang berani mengalah itu lebih dihormati dari yang tidak mau mengalah. Itulah suatu kemenangan bagi kita yang mau mengalah dalam permusuhan itu. Dan dihari kemenangan, baik kemenangan Indonesia (dirayakan setiap bulan Agustus) dari penjajah atau kemenangan dharma melawan adharma (dirayakan setiap hari raya Galunga) maka kita harus merayakan kemerdekaan / kemenangan ini dengan bangga, dan tetap menjaga keteguhan serta menjujung tinggi nilai-nilai kemanusiaan.

Pendengar sedharma yang berbahagia,
Itulah yang dapat saya sampaikan, kiranya hal ini bermanfaat bagi kita semua. Demi keharmonisan dapat terjalin dan terjaga, maka kita harus dapat saling mengerti dan menghargai serta saling memaafkan. Akhir kata
Om Lokasamasta sukhino bhawantu.
Ya Tuhan Semoga seluruh isi alam berbahagia
OM SANTIH, SANTIH, SANTIH OM .
.

TINDAKAN SEDERHANA PENUH MAKNA

  TINDAKAN SEDERHANA PENUH MAKNA Om Swastyastu, Om Awignam Astu Namosidham, Om Anobadrah Kratavo Yantu Wisvatah (ya Tuhan semoga pikiran ya...