Minggu, 02 Desember 2018

CATUR ASRAMA

CATUR ASRAMA

..
Om Swastyastu, Om Awignam Astu Namasidham, Om Anobadrah Kratavo Yantu Wisvatah (ya Tuhan semoga pikiran yang baik datang dari segala arah), Pendengar sedharma yang berbahagia, puja dan puji syukur kita haturkan kehadapan Sang Hyang Widhi Wasa (TYME), karena kita dapat berjumpa dalam acara Santapan Rohani Agama Hindu yang disiarkan melalui RRI Nabire. Adapun Tema kita pagi ini adalah CATUR ASRAMA.
Pendengar Umat Sedharma yang berbahagia,
Catur asrama atau dalam bahawa san sekerta di sebutkan catur adalah empat dan asrama merupakan tempat, pertapaan atau lapangan hidup kerohanian. Tempat pertapaan adalah suatu lapangan yang dijadikan latihan pengendalia diri untuk memesuki tempat hidup tertentu berupa petunjuk-petunjuk kerohanian. Jadi, catru asrama itu berarti empat tempat lapangan hidup yang di jadikan tempat latihan mengendalikan diridalam dunia kerohanian menurut tingkatan-tingkatan kehidupan.
Di dalam kitab Silakrama ada disebutkan tentang catur asrama yang berbunyi, artinya:
Yang bernama catur asrama ialah brahmacari, grahastha, wanaprastha dan bhiksuka. Demikianlah yang bernama catur asrama. Brahmacari namannya orang yang sedang membiasakan (mempelajari dengan cermat) ilmu pengetahuan (sastra) dan yang mengetahui perihal ilmu huruf (aksara) orang yang demikian pekerjaannya bernama brahmacari. Adapun yang dianggap brahmacari di dalam masyarakat ialah orang yang tidak terikat nafsu keduniawian, seperti beristri atau bersuami. Adapun brahmacari yagn lain (dari itu) disebut brahmacari asrama, artinya memnuntut ilmu petunjuk kerohanian (atmapradesa). Sang yogiswara beliau brahmacari di dalam berbagai ilmu (sastranatara), di dalam pengertian ilmu (sastrajnana). Setelah puas dimasukkannya pengetahuan semuayang dikehendaki beliau, menjadi grahastalah beliau, maka beristrilah beliau dan mempunyai keturunan dan sebagainya, berikutnya memupuk kebajikan yangberhubungan dengan diri pribadi (kayika dharma), dengan kekuatan yang ada padanya (yatha sakti).
Setelah dilakukan dharma grahasta, menjadi wanaprasta eliau, pergi dari desa dan menetap di tempat yang bersih dan suci, terutama di gunung, dan mendirikan pertapaan sebagai tempatnya melakukan pancakrama serta mengurangi nafsu keduniawian serta mengajarkan ajaran kerohanian (dharma). Setelah beliau wanaprastha, bhiksukalah beliau, maka beliau pergi dari pertapaannya, maka beliau tidak terikat oleh sesuatu, serta tidak mengaku memiliki pertapaan, tidak merasa mempunyai murid (sisya/siswa), tidak merasa berpengetahuan, semua itu ditinggalkan beliau.        
Pendengar Umat Sedharma yang Saya Cintai,
Itulah uraian agastya parwa mengenai system catru asrama. Dari melihat uraian dalam teks tersebut, jelas bahwasanya di dalam peraturan asrama (lapangan hidup yang berdasar petunjuk kerohanian) yang pertama yaitu brahmacari atau brahmacarya, dari brahmacari yang menjadi pokok ialah soal aguron-guron atau soal menuntut ilmu dan mendidik diri untuk mencapai kesempurnaan rohani. Di samping brahmacari yangberarti juga pantangan atau dilarang untuk mengenal sex (sexsual relation) jadi saat kita berposisi sebagai brahmacari maka kita dilarang untuk berhubungan badan atau dalam arti tidak boleh menikah/kawin. Dalam sastra jawa kuno dikatakan brahmacari digolongkan menjadi tiga macam yaitu: sukla brahmacari, swala brahmacari dan Krishna brahmacari.
Dari inti pokok catur asrama adalah atau empat lapangan dalam menjalankan roda kehidupan itu antara lain: brahmacari asrama, grahasta asrama, wanaprastha asrama dan bhiksuki/sandiasin asrama.
Pendengar Umat Sedharma yang Berbahagia
Seperti uraian di atas, bahwasanya brahmacari adalah tingkatan hidup bagi orang yang sedang menuntut ilmu pengetahuan. Hal ini dapat diperjelas secara khusus dalam kitab Silakrama hsl. 8 sebagai berikut:
Brahmacari ngaranya sang sedengmangabhyasa sang hyang sastra, mwang sangwruh ring tingkah sang hyang aksara, sang manhkana kramanya sang brahmacari ngaranya
Yang artinya:
Brahmacari namanya bagi orang yang sedang menuntut ilmu pengetahuan, dan mengetahui perihal ilmu huruf (aksara)
Jelas bahwasanya brahmacari atau brahmacarya, dikenal juga dengan istilah hidup aguron-guron, atau asewaka guru. Dengan istilah jawa kunonya disebut dengan lapangan hidup asrama, yaitu tempat penampungan bagi siswa yang sedang menuntut ilmu. Dalam tingkatan brahmacari ini adalah guru mendidik siswa atau murid dengan petunjuk kerohanian, kebajikan, amal, pengabdian, dan semuannya itu didasari oleh dharma (kebenaran). System brahmacari ini lebih mengutamakan pada pembentukan pribadi-pribadi manusia yang tangguh dan handal serta memiliki berbagai ilmu pengetahuan dan ketrampilan. Maka oleh karena itu apabila kita masih dalam tingkatan brahmacari baik siswa atau mahasiswa maka hendaknya kita dapat menuntut ilu itu dengan sebaik-baiknya dan sebanyak-banyaknya, karena ilmu itu tidak terbatas bahkan setiap kita mengejar ilmu itu maka ilmu itu akan semakin bayak. Ibarak ilmu itu sebuah goa, jadi apabila kita mauk ke dalam goa maka banyak hal yang kita tidak tau dan dengan demikian kita dapat memanfaatkan masa-masa kita sebagai seorang pelajar agar kelak apa yan kita pelajari dapat bermanfaat baik bagi kita sendiri ataupunbagi orang lain yang pastinya untuk pembangunan manusia-manusia nusa dan bangsa Indonesia kea rah yang lebih baik dan maju.    
Pendengar Umat Sedharma dimanapun berada
Berikutnya tingkatan grahastha dalam catur asrama adalah masa berumah tangga. Masa berumah tangga di sini tidak semata-mata menikah lalu memiliki keturunan, tetapi ada aturan-aturan yagn patut kita kerhatikan, bahwasannya banyak kasus-kasus di lingkungan sekitar kita bahwasanya kawin atau nikah dengan dipaksa oleh orang tua, atau sebalinya kawin tapi tanpa restu ornag tua dan bahkan yang paling parahnya lagi sebelum menikah sudah mengandung duluan dan akhirnya dengan terpaska kedua orang tua mau-tidak mau harus menerima kenyataan itu.
Dalam agama hindu yang tertuang dalam kitab Manawa dharm sastra jenis atau cara perkawinan ada delapan, salah satunya tadi atas dasar suka orang tua merestui, dan ada atas dasar kehendak orang tua sehingga anak mengikuti apa kemauan orang tua dan ada juga dengan cara menculik anak gadis untuk dipasa dinikahi.
Dasar dari sebuah perkawinan adalah untuk memeiliki keturunan agar kelak ada yang meneruskan karma dari kedua ornag tua, berikutnya hak dan kedudukan suami isti dalam pergaulan kehidupan masyarakat, masing-masing berhak untuk melakukan perbuatan hukum (sesuai aturan), suami sebagai kepala rumah tangga dan isteri sebagai ibu rumah tangga, suami istri wajib saling cinta mencintai, hormat menghormati, dan saling memberikan bantuan secara lahir dan batin.
Dari semua itu masing-masing memiliki tugas pokok dan fungsinya atau kewajiban masing-masing, seperti seorang suami wajib melindungi dan menafkahi anak dan istri, dan lain sebagainya. Kewajiban seorang istri harus pandai membawa diri dan pandai mengatur serta memeihara rumah tangga, supaya baik, harmonis dan ekonomis itu yang pastinya, serta dan lain sebagainnya. Berikutnya kewajiban kita sebagai anak adalah menghormati dan berbhaktikepada oarang tua dengan berperilaku yang menyebabkan orang tua senang dan dapat menumbuhkan cinta kasih lebih mendalam.   
Pendengar Umat Sedharma yang berbahagia
Berikutnya wanaprastha asaram, apa bila jaman dulu seseorang yang menginjak masa wanaprastha, ia mengasingkan dirikedalam hutan untuk mendapatkan ketenangan hidup, karena di dalam hutan itu jauh dari pengaruh-pengaruh keduniawian, sehingga memungkinkan untuk untuk medapatkan kebahagiaan rohani. Tetapi apabila sekarang hutan sudah mulai punah bahkan sudah rusak karena pembabatan hutan atau illegal loging, sehingga pohon-pohon besar sudah ditebangi dan kita tinggal menerima apabila bencana banjir atau longsor, karena pohon-pohon sebagai penompang itu semua sudah habis di tebangi.
Pendengar umat sedhrama diamnapun berada,
Maksud dari pada masa wanaprastha asrama adalah kita mulai lepas akan pengaruh keduniawian atau simplelnya kita tidak lagi mengurusi urusan-urusan yang meyakngkut harta benda. 
Pendengar Umat Sedharma yang berbahagia
Masa terakhir dalam catur asrama adalah bhiksuka (sanyasin) yagn dalam kesehariannya hanya meminta-minta dalam artian di sini meminta-minta itu bukan pengemis yang meminta-minta di lampu merah atua pingir jalan. Meminta-minta di sini adalah seluruh pikiran dan berbuatannya hanya dicurahkan untuk memuja sang hyang widhi, sedangkan untuk mempertahankan hidupnya mendapat dari mereka yang mendambakan rasa kasih saying yang abadi. Karena kemantapan rohaninya para bhiksu tahan akan panas, dingin dan lapar, serta tidak terikat dnegan indra.
Pendengar Umat Sedharma yang Berbahagia
Itulah uraian daripada catur asarama, maka kita sebagai manusia tidak hanya lahir, hidup dan mati, tetapi dalam hidup kita banyak memeiliki peran serta tanggung jawab untuk kelangsungan masa depan bangsa serta kelangsungan kelak kita meninggal, karena kelak kita meninggal tidak membawa harta, rupa yang cantik atau yang lainnya, melainkan kelak kita meninggal hanya membawa bekal karma perbuatan kita semasa hidup. Maka mumpung kita diberi umur panjang dan hidup sebagai manusia hendakknya kita manfaatkan untuk berbuat yang baik atau terbaik untuk kita dan orang lain, karena kita tidak bias hidup sendiri. Maka kita harus bersifat atau menjalankan tat wam asi saya adalah kau, kamu adalah saya maka niscaya saling menghargai dan menghirmati di dunia ini akan terjalin dan mudah-mudahan kita terjauhkan dari malapetaka.
Pendengar Umat Sedharma yang cintai
Demikian yang dapat saya sampaikan, kiranya bermanfaat bagi kita semua. Dan semoga Sang hyang Widhi senantiasa melindungi dan menganugrahkan kesehatan bagi umatnya.
Lokasamasta sukhino bhawantu.
Semoga seluruh isi alam berbahagia
OM SANTIH, SANTIH, SANTIH OM .
..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

TINDAKAN SEDERHANA PENUH MAKNA

  TINDAKAN SEDERHANA PENUH MAKNA Om Swastyastu, Om Awignam Astu Namosidham, Om Anobadrah Kratavo Yantu Wisvatah (ya Tuhan semoga pikiran ya...