Sabtu, 24 November 2018

TRADISI VEDA

Om Swastyastu, Om Awignam Astu Namosidham, Om Anobadrah Kratavo Yantu Wisvatah (Ya Tuhan semoga segala kebajikan datang dari semua arah), Pendengar sedharma yang berbahagia, Puja dan Puji syukur patut kita haturkan kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa (TYME) karena kita masih berkesempatan untuk berjumpa pada acara Renungan Agama Hindu yang disiarkan melalui RRI Nabire. Adapun Tema kita malam ini adalah TRADISI WEDA”

Pendengar sedharma yang saya cintai,
Nilai-nilai suci Weda yang disebut Widhi itu maha sempurna. Sedangkan manusia yang mengamalkan nilai suci itu penuh dengan keterbatasan. Karena itu pengamalan ajaran suci Weda itu mengalami pasang surut. Pasang surut penerapan ajaran suci Weda itu perlu dikendalikan agar jangan sampai jauh dari intinya.

Pendengar sedharma,
Memang akan selalu terjadi perbedaan antara idialisme Weda dan aplikasinya dalam tradisi. Namun perbedaan itu janganlah terlalu jauh menyimpang dari intinya. Ibarat rapor seorang murid sangatlah sulit menemukan rapor murid dengan nilai sepuluh untuk semua pelajaran. Kalau dapat mencapai nilai tujuh rata-rata itu sudah cukup baik. Murid yang mendapat nilai rata-rata tujuh pasti memenuhi syarat untuk naik kelas. Tradisi Weda juga demikian. Janganlah sampai tradisi itu terlalu jauh dengan intinya. Kalau diumpamakan seperti rapor murid tadi janganlah sampai nilainya dibawah angka lima misalnya.

Pendengar sedharma dimanapun anda berada,
Disamping itu tradisi Weda juga harus selalu dihadirkan untuk menjawab tangtangan jaman yang terus berkembang dan berubah. Di dalam ajaran suci Weda sudah terdapat konsep-konsep yang kontektual  dan aktual. Konsep yang kontektual dan aktual itu untuk mengatasi setiap perubahan jaman agar kembali pada kondisi jaman menurut idealnya.

Pendengar umat Sedharma,
Tanda-tanda setiap jaman sudah diperidiksi jauh sebelumnya oleh kitab suci Weda dan kitab-kitab Sastranya. Karena itu di dalam kitab Manawa Dharmasastra  I.86. sudah ditentukan cara beragama yang paling idial dan tepat untuk setiap jaman. Misalnya pada jaman Kerta cara beragama yang paling  tepat adalah dengan jalan ber "Tapa". Tentunya sangat berbeda dengan cara beragama jaman sekarang, yaitu jaman Kali misalnya. Jaman Kali yang paling dianggap bernilai oleh manusia adalah uang. Karena itu kitab Manawa Dharmasastra menetapkan cara beragama yang paling tepat adalah dengan cara ber "Dana Punia".

Pendengar sedharma yang berbahagia,
Untuk menumbuhkan niat ber "Dana Punia" pada jaman Kali ini sangat dianjurkan oleh Swami Satya Narayana untuk melakukan Pujanam dan Sevanam. Pujaman artinya meningkatkan dan menajamkan kembali kegiatan bhakti pada Tuhan. Sevanam artinya berbhakti pada Tuhan, itu juga diwujudkan dengan melakukan pengabdian pada sesama makhluk hidup  ciptaan Tuhan. Tradisi beragama jaman Kali ini tentunya sangat berbeda dengan tradisi  beragama pada jaman Dwapara misalnya.

Pendengar sedharma,
Pada jaman Dwapara, cara beragama yang paling ditekankan adalah dengan Upacara Yadnya. Ini artinya Upacara Yadnya itulah yang menjadi tumpuan tertinggi dalam mengamalkan tradisi Weda jaman Dwapara. Karena itu pada jaman Dwapara Upacara Agama dilangsungkan sangat meriah dan megah. Ketika memasuki jaman Kali tradisi Upacara yadnya itu bukanlah berarti ditinggalkan begitu saja. Esensi Upacara Yadnya tetap sebagai tumpuan kehidupan beragama, namun wujud luarnya harus disesuaikan. Esensi dari Upacara Yadnya itulah yang lebih ditekankan.

Pendengar Sedharma yang Saya Banggakan,
Esensi Upacara Yadnya adalah mendekatkan umat dengan alam lingkunganya, dengan sesama manusia dan pendekatan yang tertinggi adalah kepada kesucian dan keagungan Tuhan. Inilah cara merawat tradisi Weda. Nilai tradisi yang sudah ada diteruskan dengan perubahan paradigma serta diperkaya oleh  kebutuhan jaman selanjutnya. Artinya tradisi beryadnya pada jaman Dwapara  tetap dilanjutkan esensinya namun diperkaya oleh cara beragama pada jaman Kali.

Pendengar umat Sedharma,
Dengan demikian esensi nilai-nilai Upacara Yadnya pada jaman Dwapara tetap berlanjut. Namun dalam wujudnya telah mengalami inovasi dengan diperkaya oleh cara beragama pada jaman Kali. Dengan cara ini tradisi Weda tidak akan pernah menimbulkan kejenuhan. Karena dalam tradisi tersebut ada nilai-nilai yang berlangsung secara kontinue. Dalam kesinambungan nilai itu ada proses inovasi dalam penampilan dan pengkayaan nilai.  Konvergensi dua nilai itulah yang membutuhkan penampilan yang inovatif, sehingga selalu dapat mengikuti perjalanan jaman. Dalam tradisi Hindu di Bali khususnya dan di Indonesia umumnya sudah memiliki sistem yang memberikan peluang untuk memelihara tradisi Weda dengan baik, Cuma peluang tersebut kurang dimanfaatkan.

Pendengar sedharma dimanapun anda berada,
Seperti adanya Hari Raya Agama dan Puja Wali di Pura ada yang  setiap tahun, ada yang setiap setengah tahunan. Perayaan tahun yang sebelumnya dan tahun berikutnya haruslah terus ditingkatkan kualitas spiritual. Dengan demikian perayaan tersebut akan selalu mendekati konsep kitab suci. Perayaan sebelumnya hendaknya dijadikan dasar untuk menilai apa kekurangnya. Kalau ada yang masih jauh dengan konsep kitab suci pada perayaan selanjutnya dapat disempurnakan. Berbagai kekurangan itu lambat laun akan semakin mengecil, dengan demikian tradisi Weda terus dapat dipelihara kemurnianya.

Pendengar sedharma yang saya cintai,
Inilah yang dapat saya sampaikan, semoga renungan ini dapat memberi manfaat bagi kita dalam menjaga sakralisasi serta aktualisasi ajaran weda yang menjadi pedoman kita dalam beragama. Dan akhir kata;
“Om Loka Samastha sukhino bhawantu”
Ya Tuhan semoga seluruh isi alam berbahagia”
OM SANTIH, SANTIH, SANTIH OM .
....................................................................

NILAI MORAL DARI GALUNGAN

..
Om Swastyastu, Om Awignam Astu Namosidham, Om Anobadrah Kratavo Yantu Wisvatah (Ya Tuhan semoga segala kebajikan datang dari semua arah), Pendengar sedharma yang berbahagia, Angayu bagiya kita haturkan kehadapan Sang Hyang Widhi Wasa (Tuhan Yang Maha Esa), karena kita masih berkesempatan berjumpa pada acara Renungan Agama Hindu yang disiarkan melalui RRI Nabire. Adapun Tema kita malam ini adalah “NILAI MORAL DARI GALUNGAN”.
Pendengar Sedharma yang Berbahagia,
Perbedaan Galungan Nara Mangsa dan bukan Nara Mangsa adalah terletak pada jenis upacaranya. Kalau Galungan Nara Mangsa tidak melakukan Upacara Galungan sebagaimana biasanya. Upacarnya tidak menggunakan tumpeng Galungan, tidak memenjor, tidak nyemblih hewan untuk upacara Galungan, dst. Kalau Nara Mangsa menggunakan upacara Bhuta yadnya dengan segahan cacahan keladi dst. Cuma itu pentunjuknya. Jadinya lebih banyak menyangkut wujud fisik upacara bukan perbedaan nilai sucinya. Sedangkan nilai moralnya yang dinayatakan dalam Lontar Sunarigama sebagai petunjuk. Saudara Sedharma yang saya banggakan,
Sesungguhnya hari raya Galungan itu adalah hari untuk mengingatkan umat manusia untuk melakukan nilai-nilai moral yang akan membawa mereka hidup lebih sejahtra dan bahagia. Mengapa diingatkan, karena manusia itu umumnya sering lupa. Yang diingatkan pada hari raya Galungan itu adalah untuk terus menerus berjuang memenangkan nilai moral (Dharma) dalam hidupnya ini. Karena kalau moral Dharma tidak tegak, maka hidup manusiapun akan selalu dirundung derita karena Adharma yang merajalela. Untuk mengatasi penderitaan itu maka dalam perayaan Galungan divisualkan tahapan yang wajib dilakukan dalam hidup ini agar kita dapat hidup diatas relnya Dharma. Karena manusia sering lupa dan selalu adanya perobahan generasi, maka visualisasi penguatan hidup agar senantiasa berjalan diatas relnya Dharma terus menerus diingatkan melalui perayaan Galungan sampai Kuningan.
Pendengar Sedharma Dimanapun Anda Berada,
Hari suci Galungan itu kita rayakan setiap Budha Kliwon, wuku  Dungulan. Mungkin belum banyak perayaan itu dirayakan dengan terlebih dahulu mencocokan perayaan itu dengan teksnya dalam pustaka petunjuknya. Dalam Pustaka Sunarigama ada dinyatakan tentang pengertian Galungan dalam bahasa Jawa Kuno. Teks tersebut sbb: “Budha Kliwon Dungulan ngaran Galungan, patitis ikang jnyana sandhi galang apadang mariakena byaparaning idep”. Inilah teks pustaka Sunarigama yang memberikan kita penjelasan apa itu sebenarnya Galungan. Petunjuk moral dari Galungan inilah yang hampir selalu dilupakan dalam merayakan Galungan. Teks Sunarigama itu semestinya kita selalu pegang sebagai landasan setiap merayakan hari besar keagamaan Hindu yang disebut Galungan itu. Yang ditekankan dalam rumusan Sunarigama itu adalah Jnyana.
Pendengar Sedharma yang saya Cintai,
Dalam ajaran Samkhya Yoga Darsana dinyatakan bahwa manusia itu dibangun oleh dua unsure, yaitu  Purusa dan Predana. Dari Purusa itu menimbulkan Citta atau alam pikiran. Citta itu memiliki empat kekuatan yaitu Dharma, Jnyana, Vairagia dan Aiswarya. Dan dalam rumusan Galungan itu dinyatakan: patitis ikang Jnyana sandhi. Ini artinya pada hari Raya Galungan Jnyana (ilmu pengetahuan suci) inilah yang diarahkan agar bersatu atau bersinergi dalam Sunarigama disebut dengan istilah Jnyana sandhi. Kondisi diri yang disebut Jnyana Sandhi itulah yang akan mendatangkan kekuatan rohani. Jnyana Sandhi itu adalah terserap dan teraplikasinya ilmu pengetahuan suci yang disebut Jnayana itu dalam diri setiap umat secara integratif. Kekuatan rohani sebagai akibat dari adanya Jnyana sandhi itu dinyatakan dalam Sunarigama diatas sebagai galang apadang. Rohani yang galang apadang itulah diri pribadi yang cerah, karena dicerahkan oleh Jnyana sandhi itu. Diri yang galang apadang inilah sesungguhnya kekuatan Dharma yang harus dibangun dalam diri oleh umat dalam merayakan Galungan. Inilah sesungguhnya amanat Galungan. Dengan rohani yang galang apadang inilah kita melenyapkan (mariakena) kekuatan yang Adharma. Kekuatan Adharma dalam diri manusia itu dinyatakan dalam Sunarigama sebagai biyaparaning idep. Biyaparaning idep itu adalah alam pikiran yang kacau. Alam pikiran yang kacau itulah sebagai sumber perbuatan Adharma. Jadinya alam pikiran yang kacau inilah yang harus dilenyapkan dalam merayakan Galungan. Dharma akan tegak apa bila alam pikiran yang kacau itu terus menerus dihilangkan. Inilah yang terus menerus diingatkan setiap hari raya Galungan. Jadinya bukan saat Galungan saja kita menegakan Dharma tetapi harus terus menerus.
Saudara Sedharma dimanapun berada,
Merayakan Galungan dengan berbagai variasi tentunya boleh dan syah saja. Sepanjang variasi tersebut bertujuan untuk menajamkan dan menguatkan pemaknaan hari raya Galungan tersebut sesuai dengan Tattwanya. Kalau variasi itu justru sebaliknya lebih menonjolkan hura-hura mengumbar nafsu duniawi, tentunya Adharma yang lebih unggul. Bahkan keunggulan Adharma saat Galungan lebih menonjol kalau dibandingkan dengan hari-hari biasa. Buktinya kecelakaan lalu lintas karena mabuk dan kebut-kebutan umumnya selalu meningkat kalau dibandingkan dengan hari-hari biasa.
Pendengar sedharma
Sebenarnya hari raya galungan itu hanya sebuah momen untuk menunjukkan bahwa Dharma di dalam diri kita lebih unggul dari pada Adharma. Jagi untuk menegakkan dharma tidak hanya pada saat Galungan, semainkan setiap hari kita harus mengamalkan Dharma. Dalam arti kita tiap hari kita harus berfikir, berbicara dan berbuat yang baik, serta tidak menyakiti mahlunk lainnya, baik manusia, tumbuhan ataupun binatang.
Pendengar sedharma yang saya cintai,
Demikian yang dapat saya sampaikan, tentang nilai moral pada Hari Raya Galungan. Dan semoga apa yang saya sampaikan dapat bermanfaat bagi kita semua, dan saya atas nama PHDI Kab. Nabire mengucapkan selamat menyambut hari raya Galungan. Akhir kata: Om Loka Samasta Sukhino Bhawantu
Ya Tuhan Semoga seluruh isi alam berbahagia
OM SANTIH, SANTIH,  SANTIH,  OM

SIFAT MANUSIA DALAM KEHIDUPAN

Om Swastyastu, Om Awignam Astu Namasidham, Om Anobadrah Kratavo Yantu Wisvatah (Ya Tuhan semoga pikiran yang baik datang dari segala arah), Pendengar sedharma yang berbahagia, puja dan puji syukur kita haturkan kehadapan Sang Hyang Widhi Wasa (TYME), karena kita dapat berjumpa dalam acara Santapan Rohani Agama Hindu yang disiarkan melalui RRI Nabire. Adapun Tema kita pagi ini adalah tentang TIGA SIFAT MANUSIA”

Pendengar Umat Sedharma yang Saya Cintai,
Dunia ini tidak mungkin dihuni oleh orang baik-baik saja. Bagaimanapun caranya mengurusi atau membina kehidupan manusia itu. Dunia ini sudah dapat dipastikan menurut keyakinan Hindu akan dihuni oleh bermacam-macam type manusia. Ada yang baik, ada yang buruk. Ada yang salah dan ada yang benar. Ada yang pintar dan ada yang bodoh dst. Itu semuanya menjadi sumber dinamika kehidupan isi dunia ini. Menurut keyakinan Hindu dunia ini ibarat lembaga pendidikan. Dunia ini sebagai tempat untuk belajar dan berlatih agar memproleh kesempatan untuk meningkatkan diri hidup bahagia di dunia Sekala terus menuju alam yang kekal di Niskala.

Pendengar sedharma,
Dalam pustaka Tattwa Jnyana 10 dinyatakan bahwa : Bila Guna Sattwam bertemu dengan Guna Rajah maka alam pikiran yang disebut Citta akan bercahaya. Hal inilah yang akan membawa Atman mencapai Sorga. Guna Sattwam menyebabkan orang berniat baik. Guna Rajah menyebabkan orang berbuat baik. Sebaliknya kalau Guna Sattwam bertemu Guna Rajah dan Tamah maka terang bercahaya juga alam pikiran itu, tetapi hal itulah yang menyebabkan manusia menjelma menjadi manusia di dunia. Ini artinya dalam diri manusia akan ada selalu tiga sifat dasar yang membangun kharakternya. yaitu Sattwam, Rajah dan Tamah. Kalau Guna Sattwam dan Rajah yang menguasai pembangunan kharakter seseorang, maka orang itu secara umum adalah orang baik dan prilakunya ada pada jalur Dharma. Kalau Guna Rajah dan Tamah yang menguasi kharakter seseorang, maka orang tersebut secara umum tidak baik dan prilakunya ada pada jalur Adharma (keburukan).

Pendengar Umat Sedharma yang berbahagia,
Komposisi dan posisi Tri Guna itulah yang menentukan kharakter seseorang. Apakah orang tersebut orang yang Satvika, Rajasika atau orang yang Tamasika. Sangat tergantung pada Guna yang mendominasi alam pikirannya. Orang akan menjadi Satvika Janma kalau alam pikiranya (citta) di dominasi oleh Guna Satvam. Kalau Guna Rajah yang mendominasi alam pikiran itu maka orang tersebut akan tampil menjadi Rajasika Janma. Demikian seterusnya. Dunia ini akan selalu dihuni oleh tiga jenis manusia. Dari penjelasan Pustaka Tattwa Jnyana 10 tersebut maka dapat diyakini bahwa manusia penghuni dunia ini terdiri dari manusia-manusia yang sifatnya dibentuk oleh tiga dasar pembentuk sifat yang disebut Tri Guna itu. Ada manusia yang Satvika ada manusia yang Rajasika dan ada jenis manusia yang  berkharakter Tamasika.

Pendengar Umat Sedharma yang Berbahagia,
Ciri-ciri kharakter manusia yang dikuasai oleh Sattwam, Rajah maupun Guna Tamah diuraikan dengan sangat gamblang dalam Tattwa Jnyana 16. Oleh karena itu Janganlah pernah mengharap dunia ini hanya dihuni oleh manusia yang Satvika saja.

Pendengar Sedharma,
Selanjutnya bagaimana menyikapi keberadaan isi dunia ini. Salah satu kesulitan dalam menyikapi hal ini adalah dalam menentukan diri sendiri. Apakah kita ini tergolong manusia Satvika, Rajasika atau Tamasika. Dapatkah kita mengklaim diri sebagai manausia yang Satvika karena merasa sudah banyak kebaikan serta telah banyak menyumbang kepada orang-orang tidak mampu atau telah banyak menyumbang ke tempat-tempat suci, atau sudah banyak membaca buku agama atau buku tentang spiritual? Atau karena sudah mampu banyak bicara tentang kemuliaan teks-teks kitab suci yang memang suci itu.

Pendengar Umat Sedharma dimanapun berada,
Kalau hanya dengan itu kita sudah mengklaim diri sebagai manusia yang Satvika, itulah salah satu ciri orang yang egois eksclusif. Banyak orang yang demikian mudah menuduh pihak lain sebagai manusia Rajasik atau Tamasik (orang jahat). Misalnya ada orang karena mampu menempuh hidup vegetarian/ahimsa (tidak membunuh) terus dengan gampang menuduh orang yang tidak vegetarian sebagai orang yang bersifat keraksasaan. Hidup vegetarian baru perjuangan awal membangun diri menjadi manusia yang Satvika. Kalau tidak disikapi dengan sikap mengarah pada perbaikan diri secara total, maka tidak ada bedanya dengan sapi jantan yang vegetarian juga. Sapi yang vegetarian tetapi tetap galak karena tidak memahami apa hakekat hidup vegetarian itu. Vegetarian itu harus dilanjutkan dengan mengarahkan sikap hidup yang membangun Dewi Sampad atau kecendrungan Kedewaan dalam diri. Membangun sikap Dewi Sampad itu juga banyak godaan yang harus diatasi. Kalau sudah berhasil mengatasi godaan itu, barulah perjuangan  hidup vegetarian itu membawa manusia menjadi Satvika.

Pendengar sedharma,
Vegetarian itu harus meliputi pikiran, pekataan dan prilaku. Demikian pula ada yang merasa dirinya sudah demikian luhur dan suci karena sudah mengikuti suatu perkumpulan kerohanian. Orang yang tidak ikut dalam perkumpulan kerohanian seperti itu terus dianggap orang yang Rajasika atau Tamasika. Sikap seperti itu sebagai orang yang mabuk rohani. Oleh karena itu hendaknya kita Janganlah suka menyanjung diri kita sendiri, biarlah orang lain yang menilai. Bagi kita yang menempuh hidup kerohanian yang lebih serius sebaiknya tidak usah tengok kiri kanan. Hal itu justru akan menimbulkan vibrasi negatif pada diri sendiri dan lingkungan. Kalau masih terusik oleh mereka yang dianggap Rajasik dan Tamasik, itulah ciri bahwa kita masih dalam kondisi Rajasik dan Tamasik. Oleh karena itu mari Kembangkan vibrasi Satvika itu dengan Prema (kasih) sehingga orang menjadi tertarik pada kehidupan yang kita tempuh dan Jangan dengan kebencian atau kemarahan.

Pendengar Umat Sedharma yang Saya cintai
Demikian yang dapat saya sampaikan tentang tiga sifat yang tertanam dalam diri manusia, dan kiranya ini bermanfaat bagi kita semua untuk memahami siapa sebenarnya kita. Dan semoga Sang hyang Widhi senantiasa melindungi dan menganugrahkan kesehatan bagi kita semua.
“Om Lokasamasta sukhino bhawantu.
Ya Tuhan Semoga seluruh isi alam berbahagia”
OM SANTIH, SANTIH, SANTIH OM .
..

TUJUAN AGAMA HINDU

.
Om Swastyastu, Om Awignam Astu Namasidham, Om Anobadrah Kratavo Yantu Wisvatah (ya Tuhan semoga pikiran yang baik datang dari segala arah), Pendengar sedharma yang berbahagia, puja dan puji syukur kita haturkan kehadapan Sang Hyang Widhi Wasa (TYME), karena kita dapat berjumpa dalam acara Renungan Agama Hindu yang disiarkan melalui RRI Nabire. Adapun Renungan kita malam ini dengan Tema TUJUAN AGAMA HINDU”
Pendengar Umat Sedharma yang berbahagia,
Tujuan akhir kita sebagai umat Hindu adalah “Moksartham Jagadhita Ya Ca Iti Dharma” atau kita hidup adalah untuk mencapai kedamaian abadi dan kebahagiaan yang sejati. Perlu untuk kita pahami kenapa moksa menjadi tujuan akhir kita dalam hidup??, Dan kenapa moksa merupakan kedamaian dan kebahagiaan??. Sewajarnya dan tidak dapat kita pungkiri, bahwasanya tidak ada manusia yang menginginkan jiwanya sengsara, tidak bahagia, penuh dengan kegelisaan dan lain sebagainya. Maka dengan kesimpulan bahwasanya semua manusia menginginkan kebahagiaan dan kedamaian. Pertanyaannya sekarang bagaimana caranya untuk bisa hidup bahagia dan penuh kedamaian??.    
Pendengar Umat Sedharma yang Saya Cintai,
Hidup yang bahagia haruslah didasari dengan ketulus ikhlasan dalam berbuat dan bertingkahlaku, serta tidak pernah mengeluh akan keadaan atau apa yang dimilikinya, dengan kata lain kita tidak terikat oleh keinginan semata yang dapat menjerumuskan kita ke lubang atau ke arah yang akan mempersulit dan akhirnya penyesalan yang akan kita terima. Itulah awal dari sebuah tindakan yang akan membawa kita ke sebuah kedamaian dan kebahagian yang abadi. Dan dengan demikian, maka kita harus memaknai hidup ini dengan berlandaskan kebijakan dan saling memahai serta saling hormat-menghormati antar sesama. Karena kita sebagai manusia yang pastinya tidak dapat hidup sendiri serta untuk kita berbuat baik dan untuk melakukan hal-hal yang saya sampaikan tadi, itu semua harus memerlukan orang lain di sekitar kita, sehingga itulah yang menekankan kita untuk selalu berdampingan.    

Pendengar Umat Sedharma yang Berbahagia
Apabila kita dalam hidup berbuat kebaikan (dharma) maka, secara lahiriah kita akan mencapai kebahagiaan dunia (jagadhita), kita dalam ajaran agama Hindu mengenal Tri Warga yaitu Dharma, Artha dan Kama. Dan tujuan secara batin adalah untuk bisa kembali ke sumber asal semua makluk yaitu mencapai keadaan Moksa. Kebahagiaan didunia (jagadhita) dapat kita peroleh jika kita mampu mendapatkan Kama dan Artha yang berdasarkan Dharma artinya kita akan bahagia jika mampu memenuhi keinginan (Kama) dan mengumpulkan kekayaan (Artha) dengan cara yang benar (Dharma). Bila hal ini bisa kita wujudkan maka ini merupakan kredit poin kita untuk mencapai Moksa/pembebasan.
Pendengar Umat Sedharma dimanapun berada
Sebaliknya apabila kita masih mencari kesenangan dan kebahagiaan dengan memenuhi keinginan (Kama) dan menumpuk kekayaan tanpa berlandaskan kebajikan (Dharma) maka kita jangan terlalu berharap untuk dapat mencapai alam Pembebasan (Moksa), karena kita telah menyimpang dari jalan dharma, berarti kita harus siap menjalani penderitaan (Samsara) dengan mengikuti siklus dalam ajaran agama hindu yaitu : lahir, hidup, mati dan berulang  ulang terus menerus. Sampai kita benar-benar melakukan aktivitas di dunia ini berdasarkan dharma.
Pendengar Umat Sedharma yang berbahagia
Sebagai manusia yang hidup dalam masyarakat tentunya kita ingin memenuhi semua keinginan yang kita miliki, dan memiliki harta / kekayaan yang melimpah. Ajaran Agama Hindu juga tidak melarang umatnya untuk menjadi orang kaya yang mampu memenuhi keinginannya. Bahkan Agama  Hindu menuntun umatnya untuk mencapai kebahagiaan di dunia; yakni bebas kemiskinan dan kebodohan. Tetapi satu hal yang sangat ditekankan sekali bahwa, pemenuhan keinginan dan pencariaan akan kekayaan di dubia ini, kita tidak boleh dengan cara  cara yang tidak benar atau menyimpang dari Dharma (ajaran agama), maka apabila sebaliknya, kita melakukan itu semua tidak berdasarkan dharma atau ajaran agama maka dalam hidup kita bahkan sampai kelak kita meninggal dunia kita tidak akan mendapatkan kebahagiaan dan kedamaian, melainkan dalam kehidupan kita terus di rundung masalah, hidup tidak tenang dan selalu was-was yang terus menyelimuti kita. Dan bahkan kelak sampai kita meninggal dunia, kita tidak akan mendapat kedamian, sebaliknya kita akan di siksa di alam maya (tidak nyata) serta kita akan terlahirkan kembali mungkin tidak semujur sebelumnya, melainkan mungkin juga kita akan dilahirkan penuh penderitaan dan bahkan mungkin pula kita tidak dilahirkan sebagai manusia, dls. Itusemua berdasarkan karma.
  
Pendengar Umat Sedharma dimanapun berada,
Bila kita selalu berjalan dalam jalan dharma atau kebaikan, maka hal ini akan menjadi penuntun kearah Moksa. Kitab Bhagawad Gita, mengajarkan kita untuk memupuk dan mengembangkan sifat Kedewataan untuk mencapai alam pembebasan (moksa), yang disebutkan dengan Daivi sampad wimoksaya ......., bahwa sifat  sifat kedewataanlah yang mengantarkan kita kealam Moksa. Yang termasuk sifat  sifat kedewataan itu adalah; sifat sabar, welas asih, jujur, seimbang dalam suka dan duka dan slalu berpegang pada kebenaran. Dalam jaman kali yuga ini, jarang manusia mampu melaksanakan keseluruhan sifat kedewataan ini. Karena disebutkan dalam Parasara Dharmasastra dan Manawa Dharmasastra, bahwa yang menjadi Raja dijaman ini adalah uang. Bahwasanya saat ini manusia diperhamba oleh harta atau materi, sehingga manusia akan lupa segalanya serta terus-menerus mencari harta dan materi, itulah kenapa kita katakan bahwasanya uang adalah segala-galanya bagi manusia. Hal itu sebenarnya tidak salah. Seperti yang saya sampaikan tadi bahwasanya apabila kita mencari harta dna materi berlandaskan dharma, maka kebahagiaan abadi (jagadhita) akan kita dapatkan. Tetapi sebaliknya apabila kita mencari itusemua dengan cara yang tidak wajar atau menyimpang dari dharma (ajaran agama) maka kesengsaraan dan lain sebagainya akan kita dapatkan.
Pendengar Umat Sedharma yang berbahagia,
Walaupun kita tidak mampu menerapkan seluruh sifat kedewataan tadi, tapi dengan kesadaran yang bagus dan adanya keinginan untuk berjalan diatas rel dharma serta berusaha untuk mempertahankan rute tersebut, maka pembebasan rohani bisa kita raih. Sebagai hikmah yang bisa kita bawa kerumah kita masing  masing, yaitu rumah abadi (moksa) agar kiranya, supaya kita semua dapat bahagia, tentram, damai, dan lain sebagainya. Oleh karena itu agama Hindu mengajarkan kita semua untuk hidup yang seimbang, berlandaskan ajaran dharma, guna memcapai kebahagiaan hidup di alam ini dan di alam rohani.
Pendengar Umat Sedharma Yang Cintai
Demikian yang dapat saya sampaikan, kiranya bermanfaat bagi kita semua. Dan semoga Sang Hyang Widhi senantiasa melindungi dan menganugrahkan kesehatan bagi umatnya, akhir kata;
Om Lokasamasta sukhino bhawantu.
Ya Tuhan Semoga seluruh isi alam berbahagia”
OM SANTIH, SANTIH, SANTIH OM .

MEMBIASAKAN HAL YANG POSITIF


Om Swastyastu, Om Avighnam Astu Namo Sidham, Om anobadrah kratavo yantu visvatah (Ya Tuhan semoga pikiran yang baik datang dari segala arah) Pendengar Sedharma yang berbahagia, Puja dan puji syukur patut kita haturkan kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa (Tuhan yang Maha Esa), karena atas segala Asung Kerta Wara Nugraha-Nya kita masih diberikan kesehatan dan kesempatan untuk berjumpa dalam acara santapan rohani Agama Hindu. Adapun Tema kita pagi ini adalah MEMBIASAKAN HAL YANG POSITIF”.

Pendengar Umat Sedharma yang saya cintai,
Dalam keseharian kita dari hari ke hari kita memiliki aktifitas yang sama, pagi hari kita bangun, mandi, ganti pakaian, berdoa, makan, melakukan tugas  tugas profesi dan seterusnya. Indriya  indriya kita setiap hari juga beraktifitas, mata setiap saat juga melihat, telinga kita mendengarkan suara, hidung kita mencium berbagai aroma, mulut berbicara dan lidah merasakan berbagi rasa dan indriya kita juga melaksanakan fungsinya masing  masing.

Pendengar Sedharma yang saya banggakan.
Jadi aktivitas yang sebutkan tadi telah menjadi rutinitas harian yang telah kita lakukan dalam jangka waktu yang lama. Rutinitas yang kita lakukan akhirnya menjadi kebiasaan harian yang secara otomatis kita laksanakan, baik itu kita sadari ataupun tidak kita sadari.

Saudara Pendengar Umat Sedharma,
Kebiasaan yang kita laksanakan ini harus kita arahkan dan kita kembangkan kearah yang baik untuk menjadi yang lebih baik secara fisik maupun secara rohani. Kebiasaan yang baik ini juga merupakan tuntunan yang dapat kita jadikan pedoman dalam melaksanakan Ajaran Agama Hindu. Dalam Kitab Manawa Dharma Sastra II. 6 tentang sumber ajaran Agama Hindu salah satunya disebut dengan Acara, yaitu kebiasaan  kebiasaan baik yang dilakukan masyarakat dalam jangka waktu yang lama. Kebiasaan  kebiasaan ini tentunya dijiwai oleh ajaran Agama Hindu.

Saudara Pendengar Umat Sedharma,
Ajaran kecil yang diajarkan oleh Agama Hindu yaitu kita harus bangun tidur sebelum Brahma Murta atau sebelum matahari terbit diufuk timur. Selanjutnya kita harus melaksanakan pembersihan diri dengan mandi dan melaksanakan Surya Sewana penghormatan kepada Sanghyang Surya pada saat matahari terbit. Inilah satu kebiasaan kecil yang harus kita lakukan.

Saudara Pendengar Umat Sedharma,
Banyak hal  hal lain yang menjadi rutinitas kita sehari  hari yang dapat kita arahkan untuk jasmani dan rohani kita, misalnya saja memasak. Dalam hal memasak kita ajarkan tata cara memasak dan menghormati masakan. Sebelum kita memasak kita harus membersihkan diri dengan mandi besar ataupun mandi kecil. Kemudian bahan  bahan yang akan diolah juga harus kita bersihkan terlebih dahulu, hal ini sangat berkaitan dengan kesehatan tubuh kita. Kemudian setelah makanan masak kita tidak boleh langsung menyantapnya. Hal yang pertama yang harus kita laukukan yaitu mempersembahkan makanan kepada Sang Hyang Widhi Wasa sebagai pencipta makanan dan sumber kehidupan dengan melakukan Yajna Sesa”. Dalam kitab Bhagawad Gita III.13 dinyatakan bahwa orang yang makan sisa persembahan kurban akan terlepas dari dosa, tetapi orang  orang jahat yang mempersiapkan makanan hanya bagi dirinya sendiri sesungguhnya mereka itu makan dosa.

Saudara pendengar umat Sedharma yang berbahagia,
Bila kita sadari bahwa memasak juga merupakan aspek ritual yajna yang kita lakukan, maka kita menyadari bahwa dalam memasak kita telah mengorbankan makluk lain yaitu tumbuhan dan binatang, kita menggunakan sayuran, daging, ikan merupakan makluk yang kita korbankan, jadi kita tidak boleh menyia-nyiakan pengorbanan mereka itu. Dan jangan lupa bahwa dalam memasak kita dibantu oleh api, air, beras dan lain, untuk itu kita juga menghormati bantuan mereka, maka dalam yajna sesa juga persembahkan kepada Dewa Agni, Dewa Wisnu dan Dewi Laksmi melalui Stana  stana Beliau.

Pendengar sedharma,
Bila kebiasaan melalui memasak ini kita lakukan, maka tidak saja kita menjaga jasmani kita, tetapi kita juga meningkatkan derajat rohani kita melalui rutinitas memasak dan memperlakukan masakan. Mungkin pendengar sedharma pernah melihat orang yang latah, atau mungkin termasuk orang yang latah. Tentunya hal ini bisa membuat diri kita tidak nyaman, apalagi bila kata  kata yang keluar dari mulut adalah kata  kata yang kasar atau kata  kata yang tidak pantas kita ucapkan.

Pendengar sedharma yang saya hormati,
Melatih kebiasaan berkata, berucap yang baik sangatlah penting, apalagi bagi anda yang menderita penyakit latah. Kitab Bhagawadgita menyebutkan Satatam Krtyanto mam, ye janah paryupasate .,
Selalu lakukanlah Kirtanam yaitu dengan mengucapkan nama Suci Tuhan, menyanyikan dan mengagungkan Tuhan, melaksanakan Japa hal ini akan membantu anda dalam mengatur dan mengarahkan ucapan, pikiran dan perbuatan kita. Japa akan menstanakan Sanghyang Widhi Wasa dalam Murti yang kita yakini pada alam pikiran bawah sadar kita, sehingga bila kita terkejut kaget maka nama Suci Beliau yang akan keluar melalui ucapan kita. Srawanam dan kirtanam akan menghaluskan gelombang pikiran sehingga jiwa kita menjadi tenang dan tentram.
Pendengar sedharma yang saya cintai,
Demikianlah manfaat dari pada sebuah kebiasaan yang dapat mengajarkan kita kedisiplinan dan kosentrasi. Demikian yang dapat saya sampaikan, semoga apa yang saya sampaikan dapat bermanfaat bagi kita semua. Dan saya atas nama PHDI Kab. Nabire mengucapkan selamat menyambut Hari Raya Galungan. Akhir kata;
Om Loka Samasta Sukhino Bhawantu”
Ya Tuhan Semoga seluruh isi alam berbahagia”
OM SANTIH SANTIH  SANTIH  OM

MENCOBA MELEPAS SEMUA YANG ADA DI PIKIRAN

MENCOBA MELEPAS SEMUA YANG ADA DI PIKIRAN

23/11/2018
Entah sudah berapa hari orng tua berobat di jawa (mamak sakit struk, dan bapak sakid deabet). Yang awalnya mengantar Ibu k jawa adalah saya dan kakak ke tiga, sesuai kesepakatan biar saya bisa membagi waktu dg pekerjaan, maka sy paling lama d jawa adalah dua minggu, atau setelah mamak selesai perawatan di RS, tetapi sesampai di jawa, dan kontrol ke rumah sakit yenjadi Rujukan, ternyata mamak tdk perlu d rawat inap, melainkan hanya rawat jalan.
Oleh karena itu alternartif ke dua adalah berobat Terapi bagi penderita Struk, dan baru dua kali mamak di tangani terapis, mamak sudah bisa berjalan, walau msh harus pegangan kursi untuk berjalan, di situlah semangat sy serta kakak2 semua bahagia, karena mamak akan tdk lama berobat di jawa, berselang berapa hari karena mamak telah menampakkan kemajuan dalam berobat, maka sy merencanakan untuk pulng, tpitapi kakak dan mamak ttp di jawa utk melanjutkan terapi, tetapi entah tagl berapa dan hari apa, kita semua nginap di adikx mamak, d situ mamak mulai gelisah ingin kembali bermalam/tinggal d rumah kakak (kakak sepupu) tetapi karena waktu sudah malam, mamak ttp aja mintak ke sana, tpi kita bisa meyakinkan & membujuk agar besok siang bru kita bermalam d kakak sepupu, tetapi d saat itu yg rencanax besok lusa sy akan balik k nabire di batalkan, padahal sy susah beli tiket, dan saat tiket d refand maka ada konsekuwensi bahwasanya ada potongan, dan hanya kembali 50% saja, tetapi demi mamak ya sy hafus lakulan.
dan setelah itu berjalan berapa hari dan mamak mulai kerasan di rumah kakak sepupu, maka sy bembeli tiket lagi untuk pulng, dan entah hafi apa, sy jadi pulng k nabire.
Berselang berapa mggu maka bapak dan kakak pertama menyusul k jawa, dg harapan bapak bisa melancong ketwmu saudara2 dan agak memberi motivasi kepada mamak agar semangat dan cepat sehat. Tetapi hari demi hari harapan itu memudar, dengan mendengar keluh kesah dari kakak2 yg di jawa, bahwasanya mamak dan bapak makin susah di beri nasehat, untuk berolahraga ringan/berak2 badannya,
begitu jga bapak di siruh gerak2 badanx (jalan2) susah, maka kakak2 semua mengeluh dan ndk tahan untuk merawat orng tua,tpi sy selalu memberi motivasi kepada kakak2 dan bahkan kalau kakak2 udh ndk tahan merawat orng tua, sy suruh kakak2 untuk balik k nabire, dan gantian sy yg akan k jawa merawat org tua semua.
tpi waktu demi waktu berubah, kakak msh bisa bertahan untuk menjaga org tua, dan tepat mlm mggu tgl 17/11/2018 sembhyg di rumah paman, yg beberapa hari kemarin orng tua  mintak tidur d sana.
Entah apa yg terjadi tiba2 kasur tmpt tidur bapak terbakar, karena kasur terbuat dr kapas, maka hanya terbakar d dlm, tpi menyebabkan kaki bapak terkena panasx api di dlm kasur kapas, maka kedua kakinya melepu, dan dr situ bapak mulai demam serta mengigil, maka tindakan darurat bapak harus di rujuk ke RS/klinik, dan alternatif rawat inap terdekat adalah klinik, dan di klinik di rawat hanya 1 hri 1 mlm, kan bapak sudah mulai membaik, dan siang ya bapak di bawa pulng.
sesampai d rumah paman, besokx bapk demam lagi dan pusing2, dan kakak2 terus mencari solusi agar bagaimana bapak bisa sembuh. dan alhasil hari jumat ini sesuai cerita ini sy ketik bapak sudah mulai membaik.
dan masalah yg sampai saat ini blm terpecahkan adalah masalah biaya baik untuk kebutuhan kakak2 d jawa, dan pengobatan org tua, serta biaya tiket u tuk kepulangan,hal itu yg membuat sy meluakkanisi kepala dan perasaan sy di ceritapendek ini, yg harapaknya bisa meluakka isi kepala serta berdoa dan berusaha agar mendapat solusi terkait itu semua, dan sy terus berdoa dan berusaha semongga tanah kebun org tua cepat laku, selain untuk pengobatan orng tua, ya utuk lebutuhan org rua yg lain2.
Ya Tuhan semongga berikan kesembuhan kepada kedua orng tua, sy rela bekerja keras untuk membuat kedua orng tua bahagia dan melihat mereka sembuh tanpa beban sakit yg di alaminya.
Om Avignam Astu Namah Sidah,
Om SidirAstu Tat Astu Svaha,

Om bhur Bhuah Savah
Tat Savitor Varenyam
Bargo Devasyah Dimahi
Dhio Yonah PracoDayat.............3x

Om Santih, Santih, Santih, Om

TINDAKAN SEDERHANA PENUH MAKNA

  TINDAKAN SEDERHANA PENUH MAKNA Om Swastyastu, Om Awignam Astu Namosidham, Om Anobadrah Kratavo Yantu Wisvatah (ya Tuhan semoga pikiran ya...